Senin 07 Nov 2016 09:52 WIB

Ahok, Reaksi Umat, dan Aksi 411

Imam Shamsi Ali
Foto: AP/Seth Wenig
Imam Shamsi Ali

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Imam Shamsi Ali *)

Nama Ahok go global. Sejak Ahok menjadi wakil gubernur DKI nama Ahok menjadi populer. Saya pribadi tidak pernah kenal nama Ahok sebelumnya. Tiba-tiba saja nama itu melejit karena menggandeng nama populer, seorang calon presiden RI, yang saat itu masih menjabat sebagai seorang wali kota Solo.

Melejitnya nama Ahok itu bertambah ketika sikapnya memperlihatkan karakter kontras dari orang yang didampinginya. Bahkan nampak sikap itu meremehkan posisi dasar 'bosnya' yang sopan, santun, dan yang terpenting seharusnya memiliki kebijakan yang 'berpihak rakyat'.

Tapi, nama Ahok semakin melejit kepopulerannya, bahkan go international, dua minggu lalu ketika menyampaikan pernyataan bahwa umat ini 'dibohongi' dengan ayat Alquran (Al-Maidah: 51). Pernyataan itu mengundang reaksi tidak saja dalam negeri, di seluruh tanah air, tapi seluruh dunia.

Jadilah nama Ahok 'go international' karena Alquran.

Reaksi unia

Sejak kejatuhan durian menggantikan Jokowi menjadi gubernur Jakarta Ahok menjadi 'buah bibir' dunia internasional. Sebagian melihatnya sebagai fenomena positif. Betapa tidak, sebuah negara dengan penduduk terbesar Muslim dunia dipimpin oleh seorang Kristen dan dari etnik Cina. Baik secara agama maupun etnik merupakan minoritas.

Di satu sisi ini tentunya sebuah kebanggan bagi Indonesia. Persis seperti kebanggaan Inggris di saat ibukotanya dipimpin oleh seorang Muslim yang berketurunan Pakistan, Sadiq Khan. Saya pun seringkali menyampaikan pujian ini bahwa demokrasi di Indonesia berjalan baik. Dan dengan sendirinya menjadi argumen tersendiri bahwa Islam dan demokrasi adalah dua hal yang sejalan.

Sayang pujian itu meleset. Bukan karena demokrasi di Indonesia gagal. Tidak pula karena Islam tidak menerima demokrasi. Buktinya di beberapa daerah yang mayoritas Muslim dipimpin oleh minoritas. Bahkan, beberapa daerah pemimpin non Muslim itu terpilih dua kali periode.

Melesetnya ternyata ada pada pribadi Ahok yang tidak sensitif, bahkan tidak sadar diri, jika dirinya menjadi pemimpin dari segmen masyarakat yang berbeda secara agama dan etik dari dirinya. Ketidaksensitifan dan bahkan ketidak sadaran ini menjadikannya bersikap 'over confident' jika dirinya sudah mendapat dukungan dari masyarakat luas. Bahkan nampak sikap dan peringai Ahok akhir-akhir ini semakin arogan.

Arogansi itulah yang menjadikan Ahok bahkan nampak melawan semuanya. Melawan partai politik dengan mengatakan "tidak akan maju menjadi calon gubernur melalui jalur partai". Dan yang terpenting perangai, baik dalam kata maupun sikapnya, cukup merendahkan siapa saja yang dianggap berlawanan dengannya. Termasuk merendahkan 'agamanya sendiri' ketika mengatakan bahwa "ajaran Kristiani itu tidak make sense".

Reaksi umat

Keresahan umat Islam awalnya bukan karena perbedaan agama. Walau itu memang diakuinya adanya. Persis keresahan atau ketakutan sebagian masyarakat Amerika dengan perkembangan Islam di negara ini. Saya sangat memahami hal ini. Bahkan berdasar kepada 'soliaritad sosial' kemasyarakatan itu sangat wajar.

Keresahan masyarakat sesungguhnya ada pada beberapa kebijakan Ahok yang dianggap: 1) paradoks dengan kebijakan pendahulunya yang seharusnya 'people oriented policy' atau kebijakan yang berpihak masyarakat. Penggusuran-penggusuran yanh dilakukannya boleh jadi 'justified' atas nama penertiban. Tapi cara penggusuran itu dinilai sejalan dengan karakternya yang 'super kasar'.

Berbagai kebijakan yang diambil oleh Ahok dinilai sangat berpihak kepada pengusaha papan atas. Terlebih lagi kebijakannya yang menggeser kelompok tertentu dan digantikan dengan segmen masyarakat tertentu. Dirut-dirut perusahaan yang ada di bawah pemkot Jakarta hampir semuanya dipimpin oleh orang-orang dari segmen masyarakat tertentu.

Pembangunan mal-mal milik pengusaha papan atas dari segmen masyarakat tertentu juga semakin menjadi-jadi. Bahkan dengan menggusur pedagang-pedagang kecil yang sekedar mencari hidup bagi kelangsungan hidup sehari-harinya.

Semua itu nampak paradoks dengan janji-janji politik pendahulunya. Bahwa kalaupun akan ada pemindahan penduduk (bukan penggusuran) akan dilakukan dengan cara-cara manusiawi. Dan yang lebih penting, perekonomian masyarakat akan diprioritaskan di atas perusahaan-perusahaan kelas kakap.

Keresahan demi keresahan masyarakat di Jakarta, khususnya masyarakat kecil dan Muslim, semakin menjadi-jadi. Kata-kata Ahok yang kontra dengan karakter bangsa Indonesia juga semakin menjadi-jadi. Kata-kata seorang pemimpin ibukota negara yang dikenal santun, sopan dan berkarakter semakin meresahkan banyak kalangan.

Puncak dari keresahan itu terjadi ketika Ahok menyampaikan pernyataan bahwa "umat Islam dibohongi oleh ulamanya atau lawan politik Ahok dengan memakai Alquran (Al-Maidah:51)". Serentak umat Islam bereaksi di seantero Tanah Air.

Pernyataan itu, terlepas dari apakah masuk dalam ranah pelecehan agama atau tidak (biar hukum yang menentukan) adalah pernyataan yang sangat tidak pantas dari seorang pemimpin publik. Apalagi pernyataan itu melibatkan kelompok masyarakat mayoritas yang dipimpinnya.

Inilah yang saya istilahkan Ahok adalah pemimpin yang tidak sensitif bahkan tidak sadar. Tampaknya, kebal wajah dalam melihat realita masyarakatnya.

Aksi 411

Pernyataan Ahok tentang Alquran di Kepulauan Seribu itu dianggap melecehkan, baik terhadap agama Islam, maupun masyarakat mayoritas Jakarta. Maka serentak terjadi reaksi tidak saja di Indonesia. Tapi juga di dunia internasional. Bahkan persatuan ulama dunia pun ikut memberikan reaksi keras terhadap pernyataan itu.

Puncak dari dari reaksi umat itu terjadi pada tanggal 4 Nopember lalu. Beratus-ratus ribu umat, bahkan ada uang memoerkirakan jutaan, melakukan demonstrasi di Jakarta dan di berbagai kota di Indonesia menentang pernyataan Ahok itu.

Sebagai anak bangsa, Muslim, dan tinggal di negara demokrasi terbesar dunia Amerika, tentu sangat bangga dengan reaksi damai umat itu. Kebanggan saya tentunya karena di satu sisi umat Islam Indonesia masih mendepankan langkah-langkah damai dalam merespon berbagai hal, termasuk hal pelecehan agama. Bayangkan jika kasus ini misalnya terjadi di negara lain, seperti Pakistan, entah apa yang telah terjadi.

Tapi, yang paling membanggakan saya adalah bahwa demonstrasi adalah kebebasan ekspresi yang menjadi karakater alami dari demokrasi itu sendiri. Dan itu berarti bahwa demokrasi di Indonesia sebagai negara Muslim dengan penduduk matoritas Muslim masih hidup dan tumbuh subur.

Yang membanggakan dari aksi 411 ini adalah kenyataan bahwa gerakan ini bukan anti non Islam. Bukan pula anti ras dan etnik tertentu. Tapi sebagai gerakan damai merespon apa yang dianggap pelecehan kepada agama. Sehingga gerakan ini tidak mengganggu orang lain karena agamanya maupun karena etniknya.

Penegakan hukum

Tuntutan tunggal dari aksi damai ini adalah 'political will' pemerintah, khususnya penegak hukum untuk segera melakukan proses hukum terhadap Ahok yang dituduh melecehkan agama. Persis ketika dengan sigap menangkap seseorang yang dianggap melecehkan agama di Bali baru-baru ini. Bahkan sesigap ketika seorang bocah ditangkap karena dianggap melecehkan presiden RI.

Negara Indonesia adalah negara hukum. Dan sebuah negara akan dinilai berdasarkan konstisusi dan penegakan hukumnya. Oleh karenanya Indonesia harus tetap tegap di atas hukumnya. Apalagi demokrasi juga berarti 'supremasi hukum'. Maka penegakan hukum, termasuk hukum pelecehan agama" harus dipertahankan.

Sikap menunda, apalagi tidak peduli bahkan memilih dan memilah kasih dalam penegakan hukum sangat berbahaya. Tidak saja bahwa hal itu dapat merusak citra bangsa dan negara. Tapi, yang terpenting adalah jangan sampai rakyat kehilangan kepercayaan kepada penegakan hukum. Akibatnya mereka akan bermain hakim sendiri.

Perlu disadari bahwa kebanyakan tendensi 'terorisme' tumbuh subur di mana negara itu tidak lagi dipercaya oleh rakyatnya. Semoga Indonesia terjaga dan tetap solid dalam demokrasi, penegakan hukum dan kedilan sebagai fondasi bagi terciptanya kemakmuran bangsa. Amin!

New York, 6 Nopember 2016

* Presiden Nusantara Foundation US.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement