REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Ihshan Gumilar/Peneliti Psikologi Syaraf
Jutaan pasang mata menyaksikan Jenderal Tito Karnavian memberikan paparan di sebuah acara diskusi pada sebuah stasiun TV swasta. Beberapa kali beliau melemparkan senyum, tapi tak sedikit juga beliau memberikan raut wajah yang berbeda. Pertanda ada sesuatu yang kurang nyaman dan tertahan di dalam pikirannya.
Secara psikologi, hal yang paling sulit untuk dikendalikan oleh manusia adalah hal-hal yang bersifat nonverbal (bukan kata-kata), seperti raut wajah dan ekspresi muka. Sewaktu Bapak dilantik menjadi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri), saya layangkan sebuah pesan dan juga doa kepada Bapak semoga dapat menjalani jabatan ini dengan amanah. Lantas Bapak membalas pesan tersebut dengan ucapan terima kasih atas doa yang saya haturkan secara tulus dari hati nurani ini.
Kin icobaan datang sebagai prasyarat untuk terkabulnya doa itu. Bapak diminta oleh banyak orang untuk tetap terus menggulirkan kebenaran. Saya tidak menggurui Bapak Kapolri yang terhormat. Saya hanya sekadar berbagi bahwa kebenaran tidak akan pernah bercampur dengan kesalahan. Bapak punya kuasa, Bapak punya agama (Islam), dan tentunya Bapak punya jiwa.
Oleh karena itu, saya yakin harapan itu masih ada. Iya, harapan untuk tetap terus memilih dan memperjuangkan kebenaran. Jika suatu saat Bapak mencapai usia yang cukup lanjut dan kekuasaan tidak ada lagi di tangan, Bapak mungkin akan menelaah balik apa yang pernah dilakukan sewaktu Bapak muda dan mempunyai kekuasaan.
Siapa pun yang memiliki masa tua akan mengalami kondisi psikologi yang sama, apapun bangsa dan agamanya. Mereka akan merefleksi balik apa yang telah mereka lakukan pada masa kejayaan mereka. Erick Erickson, seorang psikolog perkembangan hidup manusia yang menelurkan teori sangat fenomenal hingga hari ini, menggungkapkan bahwa tahap kehidupan terakhir manusia adalah ketika masuk fase cdespair versus integrity.