Kamis 15 Dec 2016 12:06 WIB

Ahok dan Strategi 'Band Wagon'

Red: M Akbar
Firsan Nova
Foto: istimewa
Firsan Nova

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Firsan Nova (Managing Director Nexus Risk Mitigation and Strategic Communication)

Dua hari ini pembicaraan publik di dominasi sidang peradilan Ahok. Tuntutan jaksa dan pembelaan Ahok adalah hal yang paling ditunggu. Perdebatan mengisi ruang publik. Pro dan kontra. Sebagai praktisi PR ada hal yang menarik untuk dicermati. Utamanya bagaimana strategi komunikasi Ahok untuk lolos dari jeratan hukum.

Salah satu strategi yang digunakan Ahok adalah Band Wagon device. Band Wagon digunakan untuk menarik kharisma atau pengaruh seseorang untuk memperkuat citra atau posisi diri. Hal ini biasa kita lalukan dan juga dilakukan masyarakat.

Jika Anda mendapati foto-foto artis terpajang di sebuah rumah makan itu adalah band wagon. Jika seseorang menempel stiker bersimbol TNI di mobilnya, itu adalah band wagon. Jika tetangga anda mengaku bersahabat erat dengan menteri A. Itu adalah band wagon.

Dalam hal Ahok, pada pembelaannya ia mengatakan bahwa ia adalah anak angkat dari keluarga beragama Islam asal Bugis dari keluarga terpandang. Ayah kandung dan ayah angkatnya bahkan telah mengikat janji sebagai  saudara.

Hal ini untuk menunjukkan bahwa tidak mungkin ia menghina agama ayah angkatnya. Ini juga band wagon. Diharapkan hakim dan publik mempertimbangkan kembali tuduhan penistaan agama yang di arahkan kepadanya. Selebihnya normatif bahwa ia tidak ada niatan menistakan agama.

Showroom

Tampil di pengadilan Ahok terlihat tenang. Ketika mengeluarkan strategi band wagon, Ahok penuh percaya diri. Air mata yang keluar saat bicara merupakan sisi Ahok yang lain, yang rasanya tidak akan bisa publik saksikan setiap hari.

Pengadilan tidak bisa disangkal merupakan showroom baik bagi penuntut maupun yang dituntut. Keduanya harus tampil sebaik mungkin. Logika, mimik, gesture merupakan senjata yang harus digunakan untuk memenangi pertempuran.

Showroom ini, dimanfaatkan beberapa TV swasta menjadi tontonan justicetaintment. Mengikuti sukses liputan sidang Jessica.

Dua Arena

Terlepas dari sidang tersebut. Jeratan hukum dan jeratan keadilan merupakan hal yang berbeda. Seseorang bisa saja lolos dari jeratan hukum, namun belum tentu lepas dari opini publik. Dalam PR, ada yang disebut guilty by public opinion.

Anwar Ibrahim mantan wakil perdana menteri Mslaysia (1993-1998). Pada tahun 1999 dalam persidangan yang kontroversial ia divonis hukuman enam tahun penjara untuk tuduhan korupsi dan setahun kemudian mendapatkan tambahan vonis sembilan tahun penjara untuk tuduhan sodomi.

Namun demikian publik yakin bahwa Anwar tidak bersalah. Terbukti kemudian Mahkamah Federal Malaysia kemudian membatalkan tuduhan sodomi dan Anwar dibebaskan dari penjara pada tahun 2004.

Sebaliknya ada orang yang kepas dari jeratan hukum, namun publik tetap menganggapnya bersalah. Kita bisa menyebutnya beberapa di Indonesia.

Paparan diatas menjelaskan bahwa pertarungan kasus hukum ada di dua arena pertempuran. Yang pertama sebuah arena indoor bernama pengadilan dan yang kedua sebuah arena maha luas yang bernama opini publik.

Sebuah kalimat bijak mungkin bisa menggambarkannya dengan tepat. "You can play with the law, but you can not play with the justice". Artinya, hukum adalah wilayah yang bisa dimainkan, namun keadilan adalah rasa yang ada di hati dan perasaan masing-masing orang.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement