REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Fauzi Ihsan Jabir *)
Umat Islam telah membuktikan peradaban gemilang yang dibangunnya selama beberapa abad panjang. Menjadi umat terdepan dan memimpin dalam berbagai bidang keilmuan dan negara adidaya. Dunia melihat dan mendengarkan perintahnya hingga ketakutan akan pembebasan yang dilakukannya. Namun, saat ini, umat Islam berada pada deretan belakang, mengambil sisa-sisa sampah keilmuan dari peradaban barat, dan banyak pemimpin umat yang menjadi 'kacung' untuk melanggegkan titah-titah majikannya di gedung putih.
Setelah negara kaum Muslim satu dan terikat akan perasaan, pemikiran, dan aturanya. Umat dibodohi agar menjadi serpihan roti yang dipotong-potong, terkoyak dan sangat mudah untuk disantap dari segala penjuru. Dimana kebohongan dan kedustaan menjadi makanan, berdiam diri melihat saudara dibunuh diperkosa menjadi suatu kepastian. Maka, mereka tertunduk malu dengan penuh rasa kehinaan dan ketakutan melihat ironi duka nestapa. Kebijakan-kebijakan pun tak lagi milik kaum Muslimin, hampir secara keseluruhan dikuasai kaum kafir penjajah untuk menjarah setiap harta dan sumber daya alam umat Muslim.
Para penjajah ini berlagak menjadi pahlawan dalam mata kancah dunia, mereka membuat kesalahan-kesalahan dan memberikan hukum-hukumnya sendiri, menetapkan aturan-atran yang juga mereka langgar sendiri. Catatan sejarah Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Umum tentang Hak Asasi Manusia) membuktikan sendiri bahwa peraturan yang termuat dalam deklarasi tidak bisa diterima dan diimplementasikan secara umum. Lebih jauh lagi, hukum internasional itu ternyata juga tidak dapat dijalankan sepenuhnya. Yang pasti, tidak ada polisi internasional dunia. Tida kada pengadilan internasional yang memiliki otoritas atau wewenang penuh untuk menyelesaikan perselisihan internasional.
Kasus-kasus yang terjadi saat ini membuktikan bahwa hukum internasional itu hanya sekadar sandiwara belaka. Sebagaimana konsep “Keijakan Etika Luar Negeri” dan “Ekonomi jalan Ketiga” maupun hukum Internasional mengenai peperangan semuanya hanyalah sampah peradaban. Hukum Internasional merupakan contoh lain dari pepesan kosong yang tidak bermakna. Konsep kosong itu juga memuat prinsip-prinsip yang tidak jelas arahnya dan penuh kebohongan.
Aleppo menjadi saksi nyata bahwa hukum-hukum saat ini hanya sebagai hiasan rumah. Pembantaian massal dan penganiyayaan seakan menutup mata kancah dunia untuk menghukum penyerang kaum muslimin. Lantas mereka acuh tak mempedulikan, antek-antek dan para munafikun juga acuh karena kuku kaki mata dan telinga merak sudah dibeli oleh para imperialis.
Hal wajar juga saat dunia menutup mulut mata telinga hingga seluruh pengindraannya rapat-rapat karena roda kebijakan penggilas saat ini berada di tangan mereka. Orang-orang naif tidak hanya menjadkan hukum internasional sebagai bagian dari keyakinan, tetapi juga memuja kedudukannya. Bagi kaum muslim, pembuat hukum itu (asy-syari’) adalah Allah SWT. dan sesuai ketentuan, kita wajib taat kepada perintah-perintah-Nya.
Yang kedua hukum-hukum tersebut harus dapat diterima oleh para penganutnya atau dengan kata lain sesuai dengan fitrah dari manusia itu sendiri. Ketiga hukum tersebut harus dapat diterapkan, aturan kehidupan apapun keadaanya membutuhkan suatu metode untuk menerapkannya. Tanpa metode tersebut, aturan dan hukum-hukum iu hanya menjadi sekumpulan teori yang tidak dapat dipraktekkan.
Di masa kejayaannya, para penduduk negara Islam senantiasa bebas berpergian siang dan malam menjalankan aktivitas hingga ke bagian terjauh negeri tanpa ada kekhawatiran karena Islam menjaga harkat martabat setiap individunya. Lantas saat ini hanya untuk berdiam diri di rumah, kaum muslimin ketakutan, risau, dan merasa asing walau berada di tanah kaum muslimin sendiri. Karena mereka sadar tidak ada penguasaan atau perlindungan politik yang kuat untuk menjamin keamanan harta dan nyawa mereka.
Keberadaan gerakan politik menjadi kunci dalam mengusung perubahan bagi kaum revolusioner. Dimana aktivitas politik adalah aktifitas yang penting dan bernilai, karena aktifitas ini mengurusi urusan rakyat. Memberikan kepedulian lebih dan mensolusikan dalam setiap problematika umat. Pergerakan politik akan menjadi roda gerak dalam tubuh masyarakat, menjadi sel-sel aktif yang akan membunuh virus-virus jahat.
Maka, banyak orang tertipu untuk menuju jalan perubahan dan pembebasan dengan hanya menggunakan akhlak saja. Perlu diketahui asas perubahan kita ini berkisar upaya membangkitkan umat dan masyarakat, bukannya membangkitkan individu. Karena masyarakat tidak terbentuk dari ikatan-ikatan individu saja. Dan akhlak mempunyai kaitan erat dengan faktor lain diluar akhlak itu sendiri.
Jadi, pergerakan politik harus mampu memiliki ideologi Islam karena ideologi Islam dibangun atas dasar aqidah islam. Ideologi Islam yang bersumber dari wahyu bukan akal manusia yang serba terbatas dan lemah. Pergerakan ini akan menjalankan misi politis, membangun dan mencerdaskan umat serta melakukan amar ma’ruf nahi munkar di tengah sistem jahiliyyah saat ini. Dengan adanya pintu dan kunci ini maka gerbang perubahan akan terbuka, tersadarkannya pemikiran masyarakat akan bobroknya kondisi saat ini hingga tersadarkannya umat dari tidur lelap penyakit wah-nya. Akhirnya umat bersedia untuk dipimpin oleh pergerakan politik ideologis ini.
*) Sekjen BE BKLDK Jabar