Rabu 21 Dec 2016 00:30 WIB

Hakim Korupsi, Apa yang Salah?

Hakim korupsi
Foto: dok.Istimewa
Hakim korupsi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Finza Khasif Ghifarani *)

Indonesia indah dan kaya, tapi miris pemimpin jujur. Penyebab Indonesia tidak bisa maju, karena masih ada pemimpin negara ini yang rakus dan serakah akan kekayaan yang berlimpah. Tidak memikirkan rakyat-rakyat kecil yang hidup menderita di negerinya sendiri. Korupsi merajalela dimana-mana ,tapi hukuman buat koruptor ini, tidak sebanding dengan apa yang ia perbuat yang berdampak pada rakyat-rakyat kecil. Hukum di Indonesia tajam kebawah artinya lebih sadis dan meninas orang-orang kecil yang tidak punya apa-apa. Kalau saja hukum di Indonesia ini adil mungkin korupsi akan berkurang sedikit demi sedikit.

Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali mengakui, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan saat ini sangat rendah. Hatta menuturkan, dalam periode 2015 lalu MA pernah menerbitkan laporan mengenai jumlah hakim yang melakukan pelanggaran kode etik dan telah dijatuhkan sanksi. Berdasarkan laporan tersebut, tercatat MA telah menjatuhkan hukuman terhadap 118 hakim, dengan rincian 18 orang dijatuhi hukuman berat, 11 orang hukuman sedang dan 89 orang hukuman disiplin ringan. (Jakarta, Kompas.com/ Kamis, 29 Sep 2016)

Banyak kasus korupsi yang berakhir dengan hukuman ringan. Tren ini terus berlangsung selama lima tahun terakhir. Artinya adalah korupsi terus terjadi namun penindakan hukum belum maksimal sesampainya di pengadilan.

Dalam melakukan pengawasan hakim, Komisi Yudisial menerima laporan masyarakat dan/atau informasi tentang dugaan perilaku pelanggaran kode etik dan/atau pedoman perilaku hakim. Untuk melaksanakan pengawasan itu Komisi Yudisial dapat meminta keterangan atau data kepada badan peradilan dan/atau hakim. Pimpinan badan peradilan dan/atau hakim wajib memberikan keterangan atau data yang diminta oleh Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud.  

Dalam pelaksanaan tugas yang dimaksud di atas, Komisi Yudisial dapat melakukan verifikasi terhadap laporan, melakukan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran, melakukan pemanggilan dan meminta keterangan dari Hakim yang diduga melanggar pedoman kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku Hakim untuk kepentingan pemeriksaan, melakukan pemanggilan dan meminta keterangan dari saksi, dan menyimpulkan hasil pemeriksaan.  

Sedangkan pemeriksaan oleh Komisi Yudisial meliputi pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran kode etik dan/atau pedoman perilaku hakim dan permintaan klarifikasi terhadap Hakim yang diduga melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud di atas. Dalam setiap pemeriksaan sebagaimana dimaksud dibuatkan berita acara pemeriksaan yang disyahkan dan ditandatangani oleh terperiksa dan pemeriksa.  

Klarifikasi sebagaimana dimaksud, diajukan oleh hakim yang diduga melakukan pelanggaran dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya pemanggilan yang menyebutkan adanya dugaan pelanggaran kode etik dan/atau pedoman perilaku hakim secara patut oleh Komisi Yudisial. Hasil pemeriksaan atas dugaan pelanggaran kode etik dan/atau pedoman perilaku hakim berisi dugaan pelanggaran dinyatakan terbukti, atau dugaan pelanggaran dinyatakan tidak terbukti.  

Dalam hal dugaan pelanggaran kode etik dan/atau pedoman perilaku hakim dinyatakan terbukti, Komisi Yudisial mengusulkan penjatuhan sanksi terhadap Hakim yang diduga melakukan pelanggaran kepada Mahkamah Agung. Sanksinya berupa sanksi ringan terdiri atas: teguran lisan, teguran tertulis, atau pernyataan tidak puas secara tertulis. Sanksi sedang terdiri atas: penundaan kenaikan gaji berkala paling lama 1 (satu) tahun, penurunan gaji sebesar 1 (satu) kali kenaikan gaji berkala paling lama 1 (satu) tahun, penundaan kenaikan pangkat paling lama 1 (satu) tahun, atau hakim nonpalu paling lama 6 (enam) bulan. Serta sanksi berat terdiri atas: pembebasan dari jabatan struktural, hakim nonpalu lebih dari 6 (enam) bulan sampai dengan 2 (dua) tahun, pemberhentian sementara, pemberhentian tetap dengan hak pensiun, atau pemberhentian tetap tidak dengan hormat.  

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement