Sabtu 31 Dec 2016 07:50 WIB

Setelah 212 dan Fatwa Haram Riba

Red: M Akbar
Aksi Super Damai 212 : Foto aerial ribuan umat Islam melakukan zikir dan doa bersama saat Aksi Bela Islam III di kawasan Bundaran Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (2/12).
Foto: Republika/Prayogi
Aksi Super Damai 212 : Foto aerial ribuan umat Islam melakukan zikir dan doa bersama saat Aksi Bela Islam III di kawasan Bundaran Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (2/12).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Rudi Agung (Pemerhati Sosial)

Mari menyegarkan ingatan lagi ihwal sejarah 212. Bukan euforianya, tapi apa maslahat dan apa setelahnya. Tulisan ini lumayan panjang. Pada momentum 212, umat telah membuktikan ketaatannya pada hukum. Mengajarkan pada dunia akhlakul karimah luar biasa. Mencetak sejarah baru di dunia. Sekitar 7,3 juta manusia berkumpul bahu membahu, tertib. Terlebih ketika memasuki shalat.

Jutaan manusia membentuk barisan rapi. Hanya hitungan detik, usai iqamah. Militer dunia mana yang bisa mengatur jutaan manusia berbaris rapi hitungan detik? Indahnya Islam. Dahsyatnya potensi umat Muslim Indonesia. Bahkan, non Muslim yang datang terbengong-bengong dengan 212. Banyak yang menuliskan kekagumannya di aksi itu. Semoga 212 menambah jumlah muallaf.

Umat membuktikan, aksi 212 hanya tentang keadilan, tentang penegakan hukum, soal kecintaannya untuk Indonesia. Tak ada sara, tak ada makian, tak ada hinaan, tak ada perusakan. Apalagi makar. Jauuuuh. Betapa dahsyatnya revolusi putih ini.

Tapi, di balik itu, ada kesedihan sangat mendalam. Jiwa ini serasa dicabik-cabik. Dirobek, lantas dihempaskan. Aksi 212, panggung diambil alih rezim, membaca pidato singkat, menyuruh pulang. Tanpa sedikit menyinggung kepastian hukum. Bahkan, media corong memolesnya.

Salut untuk konsultan politik. Memanfaatkan momentum hingga diframing sebagai pencitraan gratis yang laris. Sedang jutaan umat, pulang tanpa harapan. Selain harapan diijabahnya doa. Keadilan kembali digantung. Dipermainkan.

Mari memeriksa ke dalam. Harus diakui target gerakan itu gagal. Target Aksi Bela Islam 1-3 tak pernah berubah: penjarakan Ahok. Namun, nyaris sebulan usai aksi ketiga, Ahok juga belum ditahan. Padahal usai aksi kedua, Jusuf Kalla berjanji akan memprosesnya dalam kurun waktu dua pekan dari 4 Nopember 2016.

Tapi, sampai penghujung tahun Ahok masih bisa berkampanye. Walau statusnya terdakwa. Ia tetap diistemewakan dibanding kasus penistaan agama lainnya. Masyarakat pun jangan fokus pada kasus penistaan agama tersebut. Melainkan juga pada dugaan kasus korupsi Ahok yang perlu ditindak lanjuti sejak di Babel sampai Reklamasi. Tapi jutaan umat menuntut keadilan, hukum dipermainkan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement