Oleh : DR Iswandi Syahputra*
============
Presiden Jokowi meminta agar ada penegakan hukum yang tegas dan keras terhadap media-media online yang sengaja memproduksi berita-berita bohong tanpa sumber yang jelas.
Dengan judul provokatif, mengandung fitnah. Hal tersebut disampaikan Presiden pada rapat terbatas soal antisipasi perkembangan media sosial di kantor presiden Kamis (29/12) kemarin.
Untuk diketahui, menurut catatan saya, ini kali ke 4 Presiden mengeluhkan soal kehidupan di media sosial.
Pertama, saat memberi sambutan pada Hari Pers Nasional (HPN) di Lombok (9/2). Kedua, saat memberi sambutan pada HUT Pondok Pesantren Gontor (19/9). Ketiga, saat memberi sambutan pada Munas LDII (9/11). Keempat, memimpin rapat terbatas soal Media Sosial (29/12). Tampaknya Presiden benar-benar sudah gerah dengan hiruk pikuk di media sosial.
Keresahan Presiden itu juga keresahan saya. Hingga menarik minat saya untuk meneliti. Darimana sebenarnya akar kekerasan di media sosial tersebut berasal? Saat ini Penelitian tersebut sudah memasuki 60-70 persen.
Media cetak nasional, seperti Republika, yang mengetahui saya lagi melakukan riset tentang perang siber di media sosial, kemudian meminta saya menulis sedikit ‘bocoran’ hasil riset tersebut.