Kamis 19 Jan 2017 07:57 WIB

Para Pendekar Silat, Film Holywood: Sentimen Anti-Ahok Masih Mayoritas

Para pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur yang akan maju di Pilkada DKI Jakarta melakukan swafoto (selfie).
Foto: Foto istimewa
Para pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur yang akan maju di Pilkada DKI Jakarta melakukan swafoto (selfie).

Oleh :Denny JA*

Sebulan kurang dari hari pencoblosan, sentimen anti-Ahok masih mayoritas. Jika pilkada hari ini, Ahok kesulitan mendapatkan dukungan mayoritas untuk menang. Data terbaru menunjukkan Ahok mungkin lolos dari putaran pertama. Namun Ahok dikalahkan telak di putaran kedua.

Ahok menjadi fenomena unik dunia pilkada. Sebagai pejawat Gubernur DKI Jakarta, di atas 70 persen publik puas dengan kinerjanya. Publik yang puas dengan pejawat setinggi itu umumnya cenderung memilih kembali pejawat.

Kasus Ahok berbeda. Ada "semacam ganjalan hati" yang menyebabkan tingginya kepuasan publik tidak serta-merta  menjadi keunggulan elektoral.

Di pilkada Jakarta, Ahok justu menjadi cagub yang tingkat kesukaannya terendah. Justru sentimen anti-Ahok mendominasi mayoritas pemilih Jakarta.

Ibarat remaja, pemilih Jakarta merasakan cinta yang terbelah kepada Ahok. Mereka puas dengan Ahok tapi soal hati lain perkara. Bagi pemilih Jakarta, ibarat remaja, ternyata urusan hati lebih menentukan.

Pemilih menengah atas yang sering disebut rational voters umumnya masih memilih Ahok dibandingkan kandidat lain. Tapi pemilih menengah bawah yang lebih menggunakan hati, mayoritas meninggalkan Ahok. Ini menjadi problem buat Ahok karena pemilih menengah bawah itu jumlahnya dua kali lipat dibandingkan pemilih menengah atas.

Ini isu kedua dari tiga isu hasil survei LSI-Denny JA. Survei dilakukan pada tanggal 5 sampai 11 Januari 2017 di Jakarta. Survei ini berdasarkan wawancara tatap muka dengan 880 responden. Responden dipilih melalui metode multistage random sampling. Margin of Error survei ini plus minus 3,4%.

Survei ini dibiayai dengan dana sendiri, dan dilengkapi pula dengan kualitatif riset (FDG/focus group discussion, media analisis, dan indepth interview).

Pertanyaannya, mengapa di kala mayoritas publik puas terhadap Ahok, kesukaan atas Ahok justru paling rendah? Mengapa di saat mayoritas publik setuju dengan prestasi kerja Ahok, sentimen anti-Ahok justru mayoritas? Tim LSI mencoba menelaah data, bahkan sejak survei pertama bulan Maret 2017. 

Ibarat  dunia pendekar, Ahok itu  baru menguasi separuh ilmu persilatan.  Ahok sudah menguasai ilmu yang "teknis," dan sudah kuat motif ingin membela yang benar.  Tapi ada ilmu  "tingkat batin" yang belum dikuasainya yang membuat Ahok tidak dicintai penduduk di sana.

Ahok gemilang sebagai manajer kota, tapi ia punya problem dengan apa yang disebut kecerdasan emosional. Ahok kurang piawai menghadapi emosi publik. Rangkaian blunder dan komentar yang tak perlu dari Ahok justru mengikis dukungannya sendiri.

Ketika Ahok menyeletuk soal banyak hal, ia lolos saja. Namun, ketika ia menyeletuk wilayah agama, perkara menjadi beda. Ia terkena batunya.

Perlu dicatat karena ini sangat penting. Bukan karena Ahok minoritas, ia tidak didukung mayoritas pemilih. Pada maret 2016, Ahok pernah didukung sekitar 59,3 persen pemilih Jakarta. Itu Ahok yang sama, yang juga berasal minoritas agama dan minoritas etnis. Itu  juga pemilih Jakarta yang sama yang mayoritasnya Muslim. Toh Ahok tetap didukung mayoritas di bulan Maret 2016 itu.

Lalu dari rekaman survei LSI-Denny JA, pelan-pelan dukungan Ahok menurun ke angka 49,1 persen (Juli 2016), turun lagi ke angka 31,4 persen (Oktober 2016), turun lagi ke angka 24,6 persen (November 2016).

Di survei yang sama di bulan November itu, sebelum Ahok diputuskan tersangka, ketika responden diberi pertanyaan simulasi jika Ahok tersangka, ada efek kejut yang membuat Ahok jatuh ke angka 10,6 persen. Itulah angka terendah yang pernah terekam oleh survei LSI Denny JA.

Ibarat harga saham komoditas premium, harga bisa turun naik secara cepat tergantung pula oleh persepsi publik. Kini pelan-pelan, Ahok kembali recovery. Survei bulan Desember Ahok menaik kembali ke angka 27,1 persen. Pada Januari 2017, Ahok kembali rebound ke angka 32, 6 persen.

Di bulan Januari 2017, Ahok membayangi Agus yang di angka 36, 7 persen. Mereka berdua meninggalkan Anies dengan selisih di atas 10 persen. Elektabilitas  Anies  di angka 21,4 persen.

Namun, recovery Ahok ada batasnya jika sentimen anti Ahok masih mayoritas. Ahok beruntung di putaran pertama akibat sentimen anti Ahok terbelah kepada dua pasang calon: pasangan Agus dan pasangan Anies.

Di putaran kedua, sentimen anti Ahok bersatu kembali melawan Ahok. Jika Ahok berhadapan dengan Agus, Ahok hanya mendapatkan 33,9 persen, Agus 48, 1 persen. Agus unggul telak melawan Ahok di putaran kedua di atas 15 persen.

Bahkan jika dibuat simulasi Ahok versus Anies di putaran kedua, Anies memperoleh 41,8 persen, Ahok 29,7 persen. Anies juga mengalahkan Ahok di atas 10 persen di putaran dua. 

Padahal, di putaran pertama Ahok mengalahkan Anies di atas 10 persen, yang membuat Anies potensial tersingkir di putaran pertama.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement