Jumat 27 Jan 2017 09:00 WIB

Patrialis, Emirsyah dan Ironi Kehidupan

Red: M Akbar
Firsan Nova
Foto: istimewa
Firsan Nova

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Firsan Nova (Managing Director NEXUS Risk Mitigation and Strategic Communication)

Kabar tak sedap dari negeri ini muncul pada Kamis (26/1). Publik dikejutkan dengan penangkapan Patrialis Akbar, mantan menteri hukum dan HAM RI. Beberapa hari sebelumnya Emirsyah Satar --mantan CEO yang berjasa membawa Garuda yang menjadi maskapai kebanggaan Indonesia dan masuk ke jajaran penerbangan elite sedunia-- di duga menerima suap Rolls Royce. Tentunya, jika semua itu benar. Tapi apa pun itu hal terakhir inilah yang akan dikenang.

Sejarah diisi oleh perbuatan orang-orang. Sebagian mengisinya dengan perbuatan baik, sebagian dengan buruk. Sebagian lainnya mengisinya dengan kebaikan dan keburukan silih berganti. Seperti russian roulette. Mereka akan dikenang pada titik mana dadu kehidupan mereka berhenti.

Roh Tae Woo, mantan presiden Korea Selatan dan Mao Zedong, pemimpin Revolusi Cina, di awal kekuasaannya menggunakan tangan besi, namun diakhir episode kekuasaannya turun dengan pujian. Indonesia sempat memiliki seorang presiden yang memulai sejarah Indonesia dengan puja-puji, tapi dadu kehidupannya sebagai penguasa berakhir dengan demonstrasi besar seluruh rakyat pada 1998. Maka, begitulah ia dikenang.

Pada 2016, seorang petinggi partai, anggota DPR yang terhormat, meninggal dunia ditahanan KPK. Maka begitulah ia dikenang. Seorang hakim mahkamah konstitusi, dengan karier bersinar, terlibat korupsi. Ia dihukum penjara seumur hidup. Maka begitulah ia dikenang.

Tergilas Kekuasaan

Sejarah menulis mereka yang tergilas oleh kekuasaannya sendiri dengan tinta hitam. Mereka yang tak cakap membawa diri kerap tergoda melintas batas karena punya kuasa. Kekuasaan memang seringkali menggoda untuk melakukan hal-hal tak seharusnya.

Mantan presiden Filipina Joseph Estrada pernah menyatakan, "Menjadi presiden adalah puncak kekuasaan yang apabila seseorang tidak berhati-hati menjalankannya maka ia akan jatuh". Sejarah Indonesia membuktikannya.

Sebagaimana diutarakan Presiden Joko Widodo, jumlah pejabat Indonesia yang masuk penjara ada sembilan menteri, 19 gubernur, dan 300 lebih bupati/wali kota. Ada dua gubernur Bank Indonesia. Ini belum termasuk pejabat lain seperti mantan ketua DPRD anggota DPRD ataupun pejabat lain di tingkatnya. Kalau dijadikan satu mungkin penuh juga itu penjara. Luar biasa.

Pada akhirnya kekuasan memiliki dua sisi mata uang. Ia bisa begitu bermanfaat dan dalam waktu yang sama ia bisa mengubah orang baik menjadi buruk. Abraham Lincoln mengatakan, "Nearly all men can stand adversity, but if you want to test a man's character, give him power."

Ironi

Dalam setiap peristiwa selalu muncul ironi. Dan ironisnya, beberapa tokoh ada yang tersesat. Padahal, pada awalnya mereka adalah seorang yang penuh prestasi. Inilah sebuah siklus hidup yang tragis. Bermula dari orang biasa, berjuang untuk mendapatkan kejayaan, dan terguling oleh kejayaan yang tadinya dibela.

Mereka yang saat ini mendekam di penjara KPK adalah contoh siklus tragis itu. Maka konsep khusnul khatimah, berakhir baik, adalah lebih penting daripada berawal baik namun berakhir buruk. Akhir hidup yang semua orang inginkan, termasuk Patrialis Akbar dan Emirsyah Satar.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement