Selasa 28 Feb 2017 08:39 WIB

Lukisan Digital, Agama Cinta: Ada Apa dengan Rumi di Amerika?

Red: Muhammad Subarkah
Jalaluddin ar-Rumi (ilustrasi).
Foto: quantummethod.org
Jalaluddin ar-Rumi (ilustrasi).

Oleh: DR Denny JA

Mengapa Jalaluddin Rumi menjadi penyair paling populer di Amerika Serikat (AS) saat ini? Padahal Ia sudah wafat lebih dari 800 tahun lalu. Ia juga berasal dari komunitas Muslim. Sementara Islam kini menjadi agama paling tidak populer di AS, dibandingkan agama besar lain.

BBC Culture Oktober 2014 mencoba mengulasnya, walau hanya sepintas. Buku puisi Rumi terjual jutaan kopi di  AS, melampaui penyair kontemporer paling hebat dunia barat sekalipun. Puisinya dibacakan bukan saja di mesjid, tapi juga di gereja, sinagog, dan universitas.

Yang membaca puisi Rumi bukan hanya komunitas sastra serius. Para selebriti dunia ikut membacanya, seperti Madona, Demi Moore, Depak Chopra.

Ada apa dengan Rumi? Namun yang lebih penting lagi, ada apa dengan kita yang tetap menyukai penyair dari abad pertengahan itu?

Andrew Harvey seorang akademisi agama yang banyak menulis soal Jalaluddin Rumi. Ujarnya, Rumi mengkombinasikan tiga hal sekaligus. Ia mempunyai visi spiritual yang mendalam sekelas Budha atau Jesus. Ia juga memiliki renungan intelektual yang luas seperti Plato. Dan Ia juga mahir dalam menemukan kata-kata indah seperti Shakespeare.

Gabungan ketiganya membuat Rumi bukan saja relevan bagi dunia modern. Namun kedalaman visi spiritualnya, keluasan daya jangkau intelektualnya, dan keindahan puisinya tetap sulit terlampaui oleh penyair lain.

Rumi lahir di tahun 1207, di kota Balkh, yang sekarang ini menjadi wilayah Afganistan. Di usia 37 tahun, ia berjumpa dengan Shams Tabrizi, seorang mistikus. Selama tiga tahun mereka intens sekali berhubungan. Setelah itu, Shams menghilang tanpa jejak dan berita.

Aneka analisa dibuat untuk menjelaskan hubungan Rumi dan Shams Tabrizi. Sebagian menyatakan Shams adalah guru spiritual yang sangat dikasihi Rumi. Kepadanya Rumi banyak sekali belajar. Perjumpaan keduanya sering dikisahkan dengan aneka hal gaib.

Satu versi menyatakan Shams datang ketika Rumi sedang membaca buku. Shams bertanya  apa yang anda baca. Dengan tak peduli Rumi menjawab,  "Anda tak akan mengerti." Lalu oleh Shams buku itu ia buang ke Sungai. Terburu Rumi menyelamatkan buku itu yang terendam di sungai. Ia kaget bukan kepalang. Ternyata buku itu sama sekali tidak basah.

Rumi balik bertanya kepada Shams: "Mengapa buku ini tidak basah? Padahal buku ini kau ceburkan ke sungai?"

Shams menjawab seperti jawaban Rumi sebelumnya: "Anda tak akan mengerti"

Hubungan Rumi dan Shams begitu intens dan mesra. Hubungan Rumi dan Shams begitu intens dan mesra. Sebagian menyatakan Shams adalah kekasih homoseksnya. Hilangnya Shams bahkan digosipkan karena ia dibunuh oleh orang dekatnya Rumi akibat kisah cinta homoseksual itu. Tapi tak pernah ada kepastian kebenaran soal homoseks tersebut.

Perjumpaan dengan Sham dan hilangnya sang guru secara misterius menjadi api dan bara dua buku penting Rumi: Divans- e Shams dan Masnavi. Dua buku puisi ini buah perjalanan batin Rumi hampir 30 tahun, dari saat ia berusia 37 tahun, saat pertama berjumpa dengan Shams, sampai kematiannya di usia  66 tahun.

Divans-e Shams  buku cinta Rumi kepada Sang Guru. Kadang Sang Guru di sini  berbentuk Shams Tabrizi. Kadang Sang Guru itu kiasan dari Tuhan. Buku ini terdiri dari 3,229 puisi dengan jumlah kalimat sebanyak lebih dari 40 ribu.

Sementara Masnavi puncak dari karya Rumi tentang perjalanan spiritual yang lebih umum. Masnavi dikerjakan Rumi lebih dari 15 tahun. Ia terdiri dari enam buku. Buku keenam tak kunjung selesai ketika Rumi wafat. Total buku Masnavi terdiri lebih dari 50 ribu baris.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement