Jumat 24 Mar 2017 05:00 WIB

Menangkal Radikalisme dalam Keberagaman Identitas

Kepala BNPT Suhardi Alius
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Kepala BNPT Suhardi Alius

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Drs Suhardi Alius MH *)

Hak semua orang untuk memilih komunitas identitasnya dan mengidentikan dirinya ke dalam kelompok tertentu. Namun, di atas semua itu, ada kewajiban sebagai warga agar negara yang telah diperjuangkan ratusan tahun silam tetap utuh dan kokoh. Tanpa itu, maka negara akan terjerumus menjadi bagian dari negara-negara gagal.

Kita dapat menyaksikan bagaimana duka di negara-negara yang berada di Timur Tengah, seperti Irak, Yaman, Palestina, Suriah, Sudan, Libanon, akibat perang identitas kelompok yang tiada henti menuju negara gagal. Seakan kekerasan yang terkait dengan konflik identitas terjadi terus-menerus dan berulang.

Gerakan radikalisme hingga terorisme yang mengidentikkan diri dan kelompoknya sebagai pemilik kebenaran telah merusak tatanan harmonis kehidupan umat manusia. Klaim kelompok secara tunggal dan pasti dengan mempertentangkan dengan yang lain lebih memecah belah-belah ketimbang khazanah pengelompokan majemuk dan kaya ragam yang mewarnai dunia tempat kita hidup.

Negara kita tidak lepas dari ancaman tersebut. Ketentraman masyarakat terusik bukan saja pada akibat serangan fisik yang mengerikan seperti yang pernah terjadi dalam sejumlah aksi teror bom. Namun, serangan non-fisik yang secara masif menyasar pola pikir dan pandangan masyarakat melalui internet dan sosial media.

Pola yang digunakan oleh kelompok radikal dan teroris dari hari ke hari semakin canggih. Bahkan, pola-pola yang digunakan itu, sering berganti. Ketika pola melawan dirasa tidak efektif, mereka menggunakan cara merangkul. Mereka masuk dan bergabung ke masyarakat bahkan ke badan-badan pemerintah yang strategis.

Interaksi sosial dalam jejaring media sosial

Arus globalisasi dengan kemudahan akses informasi dan gaya hidup terus mengikis nilai-nilai sosial budaya yang lahir dari bangsa ini, mereduksi nasionalisme ke dalam bentuk pertentangan identitas-identitas kelompok. Generasi muda bangsa seolah kehilangan jati diri, di mana bangsa kita yang dulu begitu terkenal dengan keramahtamahan, sopan santun, penuh senyuman, kekeluargaan, dan kegotongroyongan. Berubah menjadi sangat sensitif, bahkan terkesan bahwa kekerasan adalah sebuah solusi. Berbagai perilaku ekslusif dan aksi intoleran terhadap kelompok yang lain telah membawa duka di berbagai daerah. Ribuan nyawa meregang hanya karena persoalan sepele, tapi mampu menggugah solidaritas identitasnya.

Seiring perkembangan tersebut, lompatan teknologi informasi telah berdampak pada pola komunikasi dan interaksi sosial saat ini. Kemudahan mem-viral-kan informasi telah mengaburkan info yang benar dan hoax dalam jejaring media sosial.

Tidak sedikit mereka yang terpapar terorisme mendapatkan pengetahuannya dari internet dan jejaring media sosial. Meskipun pihak pengelola media sosial telah menutup akun-akun radikalisme dan terorisme, tetap saja konten tersebut muncul di internet dan viral dalam media sosial, seperti FB, twitter, WA, Instagram, dan semacamnya.

Kelompok radikalisme aktif melakukan propaganda, provokasi serta penggalangan kekuatan termasuk di Indonesia untuk terlibat dalam kekuatan politik yang mereka sebut dengan 'khilafah dunia' telah menjadi ancaman.

Kontra radikalisasi

Dalam menangkal berbagai propaganda dan provokasi paham radikal, salah satu strategi BNPT adalah melakukan kontra radikalisasi. Misalnya, melalui kampanye anti-terorisme, kontra narasi melalui buku bacaan, booklet, serta menggalakkan berbagai kegiatan dialog dan pembekalan ke berbagai forum.

Strategi kontra radikalisasi yang ditujukan terhadap masyarakat agar tidak terpengaruh kepada kelompok-kelompok radikal yang cenderung berkembang. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan daya tangkal dan kewaspadaan masyarakat terhadap terorisme.

Kontra radikalisasi terus digalakkan. Meskipun terorisme terjadi di berbagai belahan dunia, bukan berarti cara-cara penyelesaiannya cocok untuk Indonesia. Persoalan terorisme di Indonesia hanya dapat ditanggulangi dengan cara bangsa kita sendiri.

Menguatkan jati diri nasionalisme

Jihad ekstrim yang dapat merenggut nyawa manusia, doktrin khilafah dan takfiri yang selalu digembor-gemborkan kelompok radikal menjadi tantangan bagi kita semua. Jika fenomena ini tidak segera ditangani, maka nasib bangsa kita ke depan akan sama dengan negara-negara yang sedang berkecamuk di Timur Tengah yang terus dilanda konflik.

Propaganda paham radikal terorisme tersebut membutuhkan perhatian serius dari semua pihak demi menyelamatkan generasi kita agar tidak tenggelam dalam paham radikal terorisme. Seluruh elemen masyarakat mengisi jagad raya dunia maya dan media sosial dengan tidak menebar kebencian (hate speech), hoax, mewaspadai propaganda radikalisme, serta menarasikan berbagai pesan-pesan yang mengandung pentingnya rasa nasionalisme dan persatuan Indonesia.

Sebagai negara majemuk dengan keberagaman identitas penduduknya, harus tetap menjadi modal mempersatukan bangsa. Rasa keterikatan terhadap kebangsaan Indonesia merupakan sumberdaya dan modal yang penting untuk mengikat keragaman komunitas/kelompok.

Satu nusa satu bangsa sebagai identitas keindonesiaan haruslah di atas identitas kelompok lainnya, baik didasarkan pada kesamaan suku/etnis, agama, golongan, partai politik, organisasi kepemudaan maupun dengan kelompok-kelompok sosial. Mari bertindak konstruktif dalam memperkokoh rasa persatuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa maupun bernegara.

*) Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement