Rabu 29 Mar 2017 07:00 WIB
Pendidikan Karakter Minus Keteladanan

Ujian Sekolah Bocor Nasional (USBN)

Husain Yatmono
Foto: dok.Pribadi
Husain Yatmono

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh: Husain Yatmono *)

Anekdot ini muncul seiring dengan pelaksanaan Ujian Sekolah Berstandar Nasional yang ditenggarai ada kebocoran di sejumlah daerah. Untuk menindaklanjuti berita ini, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy segera membentuk tim untuk mengusut tuntas kebocoran ini. “Kami telah menurunkan tim untuk menginvestigasi kebocoran soal di sejumlah daerah,” ujar Muhadjir di Jakarta sebagaimana diberitakan tempo.co, Selasa 21 Maret 2017.

Menurut penulis, langkah yang diambil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini sangat tepat dan harus didukung semua pihak, yang salah harus ditindak. Dalam kasus kebocoran soal USBN ini, ada beberapa hal yang menarik untuk dicermati.

Pertama, Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) ini dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara.....bahwa ujian bagi sekolah adalah penting karena ini untuk mengukur seberapa jauh capaian kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kalau kita ikuti riwayat lahirnya ujian sekolah ini, tidak lepas dari perdebatan antara Menteri Pendidikan dengan Wakil Presiden. Menteri Pendidikan menginginkan ujian nasional dimotarorium.

Sedangkan Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan, pemerintah tidak menyetujui rencana moratorium ujian nasional (UN) yang digagas Mendikbud Muhadjir Effendy. Usulan moratorium UN diminta dikaji ulang. Pemerintah, untuk saat ini, masih menilai UN dapat mendorong peningkatan mutu pendidikan dan evaluasinya.

"Tanpa ujian nasional bagaimna bisa mendorong bahwa kita pada tingkat berapa, dan apa acuannya untuk mengetahui bahwa dari ini kemudian nanti tanpa ujian nasional," kata JK.

Kedua, soal USBN ini sekarang yang membuat guru sendiri yang tergabung dalam Musryawaran Guru Mata Pelajaran (MGMP), mengapa bisa bocor? Apa tidak percaya dengan kemampuan siswanya hingga perlu dibocorkan. Sungguh sangat disayangkan.

Ketiga, perlu tindakan hukum bagi pelakunya sehingga muncul efek jera. Siapa pun pembocor USBN ini, baik soal maupun kunci jawabannya, harus ada tindakan atau sanksi. Terlebih, jika mereka sebagai pegawai negeri sipil (PNS), yang berarti telah melakukan ketidak disiplinan. Bentuk sanksinya dikembalikan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai lembaga yang menaungi guru dan kepala sekolah. Tanpa ada sanksi, maka tindakan seperti ini akan terus terjadi.

 

Keempat, Pendidikan karakter minus keteladanan. Pendidikan di sekolah merupakan proses untuk menyiapkan generasi masa depan peradaban suatu bangsa. Melalui lembaga pendidikan formal di sekolah, diharapkan negara akan memiliki kader-kader terbaik yang siap memimpin negeri. Tidak hanya mahir dalam ilmu pengetahuan, namun juga tercipta generasi yang memiliki karakter sebagaimana diharapkan. Karena itu disusunlah kurikulum pendidikan karakter atau kurikulum budi pekerti, agar cita-cita itu terwujud.

Namun sangat disayangkan, tidak adanya keteladanan dari orang-orang yang dalam kacamata anak didik adalah oran-orang yang terhormat, yang memang harus dihormati. Pejabat negara adalah orang-orang terhormat, namun sejumlah oknum sikap dan perilaku mereka tidak terhormat. Pendidikan karakter itu perlu adanya keteladanan dari semua pihak. Pendidikan karakter, pendidikan kejujuran yang dilaksanakan di sekolah bagi anak didik perlu keteladanan, khususnya dari civitas akademika di sekolah.

Anak didik sudah terlanjur percaya kepada guru-guru mereka. Guru mereka di sekolah adalah idola bagi anak didik. Apa yang dikatakan guru selalu menjadi perhatian bagi anak didik. Terkadang, anak didik lebih percaya apa yang disampaikan oleh gurunya di sekolah, daripada nasehat yang disampaikan orangtua di rumah. Hal ini karena intensitas anak didik bertemu dengan guru lebih banyak dari pada orangtua, khususnya mereka yang sibuk kerja.

Karenanya, insan pendidik di sekolah harus memberikan keteladanan dalam perilaku maupun sikap kepada anak didik mereka. Setiap hari secara sadar maupun tidak apa yang dikerjakan guru di sekolah ditiru oleh anak didik. Dengan pengaturan disipilin di lingkungan sekolah yang baik, anak akan terkondisi berperilaku baik.

Jadi, sangat disayangkan jika seandainya kasus kebocoran USBN ini berasal dari oknum pendidik, karena beliaulah yang mengajarkan kedisipilinan dan kejujuran kepada anak didik. Kabar yang beredar, kebocaran jawaban itu untuk mata pelajaran PPKN dan pendidikan agama Islam, yang notabene untuk membentuk karakter siswa. Sudah jatuh tertimpa tangga pula.

Cukuplah kasus kebocoran USBN SMA/SMK ini menjadi yang pertama dan yang terakhir. Tidak akan ada lagi kebocoran SBN untuk tingkat SD maupun SMP. Janganlah kita mewariskan ketidakjujuran kepada para generasi muda, karena sudah cukup banyak pejabat yang korup. Insan pendidik harus bisa memutus mata rantai sikap ketidakjujuran ini pada anak didik sejak dari bangku sekolah. Jika anak didik diajarkan kejujuran sejak di bangku sekolah, dan mendapatkan keteladanan dari guru-guru mereka, setidaknya jika mereka nanti berkuasa akan ingat pesan gurunya. Jika tidak berarti mereka telah menjadi anak yang durhaka. Anak didik bisa membohongi guru mereka, tetapi Tuhan tidak akan pernah lewat dalam mencatat apa yang dikerjakan oleh anak didik.

Saatnya Indonesia Move Up...

*) Pemerhati Pendidikan dan Sosial Politik

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement