“Untung ada saya!’’ itulah guruan mendiang bintang panggung Srimulat, Gepeng (Fredy Aris), yang terngiang dari awal tahun 1980-an hingga sekarang. Saat itu, grup lawak ini rutin manggung di pojok kawasan Senayan, yang dikenal dengan sebutan Taman Ria.
Tempat manggung Srimulat itu persisnya berada tak jauh dari Restoran Pulau Dua. Penanda lainnya, sebagian kawasan itu kini tertutup pagar karena terjadi sengketa ketika pekarangan kosong itu akan dijadikan mal.
Karena aksi lawaknya yang memukau dengan memerankan seorang pembantu yang suka iseng, Gepeng pun kondang sebagai 'bintang' Senayan. Bahkan, karena saat itu para ‘penghuni asli’ Senayan (yakni para anggota parlemen) kerapkali diolok-olok hanya kerja ‘4 D’ (Datang, Duduk, Dengar, dan Duit), maka aksi Srimulat dengan Gepeng-nya dianggap lebih berguna dari pada kerja para legislatif yang sering mengklaim diri sebagai wakil rakyat.
Jejak sinisme kepada para penghuni Gedung Parlemen yang sezaman kegiatan manggung Srimulat itu terlacak dari lagu Iwan Fals: Wakil Rakyat. Iwan yang saat itu sangat kritis kepada kekuasaan mengoloknya seperti ini: ‘’Wakil rakyat seharusnya merakyat. Jangan tidur kalau sidang soal rakyat. Wakil rakyat bukan paduan suara. Jangan tahu nyanyian lagu setuju."
Harus diakui pada awal 1980-an, suasana kawasan Senayan memang hanya ramai ketika Srimulat atau pertunjukan musik dangdut yang manggung. Saat itu di sana tak ada aksi demonstrasi. Juga tak ada kerusuhan yang sampai membuat roboh pagar Gedung Parlemen. Siapa pun yang berani datang berdemonstrasi pasti akan ditangkap. Uniknya, sama dengan situasi sekarang bila mengoceh atau mengamuk tak keruan, maka akan segera diterungku ke penjara dengan tuduhan makar!
Nah, dengan Srimulat yang punya bos bernama Teguh dan punya super star lelaki bertubuh kerempeng, yakni Gepeng itu, pertunjukan yang digelar di kawasan Senayan menjadi tempat katarsis rakyat dari segala kesumpekan hidup. Apalagi lakon yang ditampilkan Srimulat ceritanya ‘seram, unik, bin aneh’ karena kerapkali mengeksploatasi kehidupan horor para hantu.
Maka munculah lakok-lakon, seperti Master of Frankenstein, Wonder Eyes of Dracula, Ambassador of Cleopatra, Perkawinan dengan Mayat, Pemburu Jejak Kuntilanak, Hostes Drakula, Roh Cleopatra, Mogok Sex, Relax in Love, Dracula Delapan Penjuru Angin, Janda of Navarone, Dracula Sakit Gigi, dan berbagai judul sejenis lainnya.
Dalam sebuah wawancara di media masa Ibu Kota, Toto Muryadi (nama asli dari Tarzan) mengatakan, Srimulat memang semakin terkenal ketika manggung di Taman Ria yang letaknya berada di pojok kawasan Senayan itu. Menurut dia Srimulat menghibur penggemarnya dengan menggunakan sebuah panggung yang didirikan di atas pulau kecil di tengah danau yang disebut orang Betawi sebagai ‘Rawa Senayan’.
“Kami manggung setiap hari sejak 1981 sampai 1990. Kami tampil dari pukul 20.00 sampai jam 22.00 malam. Siangnya ada pertunjukan dangdut," kata Tarzan.
Nah, selama tampil di kompleks Senayan itulah puncak kejayaan Srimulat. Meski begitu keterkenalan nama Taman Ria sebagai tempat hiburan favorit sebenarnya juga sudah lama tercium dan bahkan sudah diabadikan di penggalan bait lagu Oma Irama yang berjudul "Dangdut" atau yang akrab ditelinga publik sebagai lagu "Terajana". Melalui lagu yang direkam pada awal 1970-an itu, semakin meneguhkan pernyataan Tarsan bahwa di Senayan semenjak dahulu memang selalu ada tontonan atau keramaian.
"Pernah aku melihat, musik di Taman Ria, iramanya Melayu duhai sedap sekali. Terajana.. terajana..,’’ begitu penggalan lagu karya Oma Irama yang sangat kondang itu.
Maka, bila sekarang di kawasan Senayan itu kerapkali muncul keriuhan maka janganlah terlalu dibuat takjub atau keheranan. Sebab, dari dulu tabiat kawasan tersebut yang memang seperti itu. Cuma masalahnya kerapkali suasana hirup-pikuknya semakin hari semakin ‘tidak lucu’, bahkan mengenaskan. Ini juga pun harus dipahami karena tempat itu memang bukan tempat pertunjukan lawak Srimulat. Dan kalaupun suara dari arah Senayan yang kini tertangkap di indra pendengaran publik terasa sumbang, pahami saja suara-suara yang muncul itu memang tak bisa merdu karena bukan lagu dangdut "Terajana"-nya Oma Irama.
Lalu apa yang terasa? Yang terdengar hanyalah kebisingan sekolah taman kanak-kanak seperti yang dikatakan mendiang Presiden Abdurrahman Wahid!