Selasa 11 Apr 2017 13:28 WIB

Media Sosial dan Pengembangan Keuangan Syariah

Namira Samir
Foto: dok.Pribadi
Namira Samir

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Namira Samir *)

Penelitian oleh Experian, millennials menyimpulkan bahwa 57 persen orang lebih memilih untuk menggunakan aplikasi keuangan untuk mengelola keuangan dan mereka terbuka untuk alternatif atau layanan lain dari institusi keuangan lain yang berinovasi untuk lebih bisa memenuhi kebutuhannya.

Populasi muslim di Indonesia adalah lebih dari 85 persen dari total penduduk Indonesia. Hal itu membuat Indonesia menjadi pasar yang menjanjikan untuk Industri keuangan syariah seperti Perbankan Syariah, Lembaga Asuransi, Reksadana.

 

Terlepas dari hal tersebut, Indonesia masih terbilang lambat dibanding negara-negara lain dalam kaitannya dengan industri keuangan syariah. Berdasarkan data yang diperoleh dari 'State of the Global Islamic Economy Report 2016', Indonesia berada di posisi ke 10 dengan nilai aset sebesar 23 miliar dolar AS dari total 2.004 miliar dolar AS aset keuangan syariah dunia.

Sembilan negara yang lebih pesat perkembangannya dibanding Indonesia adalah Iran, dengan total aset terbesar yaitu $343.7 milyar, disusul oleh Saudi Arabia, Malaysia, UAE, Kuwait, Qatar, Bahrain, Turki, dan Bangladesh.

Tidak hanya rendah di segmen pasar, berdasarkan indikator pertumbuhan yang dirilis oleh 'State of the Global Islamic Economy Report 2016' dengan tujuan untuk mengevaluasi perkembangan ekosistem keuangan syariah, Indonesia tidak berada di posis yang lebih baik.

Peringkat dari indikator ini dikalkulasi dengan mengacu pada empat kriteria: Keuangan (besaran aset keuangan syariah dan jumlah institusi keuangan syariah), Pemerintahan  (regulasi keuangan syariah dan indeks disclosure), Kesadaran Masyarakat (jumlah artikel terkait keuangan syariah, institusi pendidikan keuangan syariah, penelitian, dan event-event keuangan syariah), dan Sosial (nilai Zakat dan sedekah serta index disclosure tanggung jawab sosial perusahaan).

Malaysia berada di peringkat teratas dengan peringkat indikator sebesar 189, disusul oleh UAE, Bahrain, Saudi Arabia, Oman, Kuwait, Pakistan, Qatar, meninggalkan Indonesia di posisi ke 9 dengan peringkat indikator sebesar 38.

Menariknya, dalam penelitian lain yang dilakukan oleh 'State of The Global Islamic Economy' terkait sentimen konsumen terkait keuangan syariah menggunakan penelitian berbasis sosial media. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah interaksi di sosial media terkait keuangan syariah berjumlah 157.100.

Berbeda dengan indikator-indikator sebelumnya, kali ini, Indonesia berada di posisi kedua setelah Malaysia, dengan jumlah interaksi sebanyak 37.500. Fenomena ini bisa diterjemahkan sebagai “Bagaimana konsumen Indonesia peduli tentang keuangan syariah”.

Terlepas dari pro-kontra akan sosial media, dampaknya terhadap kehidupan kita adalah lebih besar daripada yang bisa kita bayangkan. Indonesia dengan jumlah interaksi di sosial media terbesar kedua terkait keuangan syariah mencerminkan kesempatan yang besar untuk mengembangkan industri ini.

Platform sosial seperti Facebook, twitter, websites, bisa digunakan untuk mengembangkan serta meningkatkan pengetahuan keuangan syariah oleh masyarakat Indonesia.

Mayoritas dari konsumen di dunia punya satu kesamaan besar–mereka tidak tau banyak hal terkait keuangan personal mereka. Survei terkait literasi keuangan global yang dilakukan oleh “The Standard & Poor’s Ratings Services Global Financial Literacy Survey” menemukan bahwa hanya 33 persen dari orang dewasa di dunia yang melek finansial. Maka, sekitar 3.5 miliar orang dewasa secara global berada di bawah standar rata-rata terkait pemahaman konsep finansial. Hal itu membuat mereka tertantang ketika dihadapkan pada membuat pilihan terkait tabungan, investasi, pinjaman serta kredit.

Literasi Keuangan Konsumen adalah tingkat kesadaran dan pemahaman seseorang akan suatu konsep keuangan. Hal ini memainkan peran penting dalam membentuk kepercayaan serta perilaku konsumen yang pada akhirnya akan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam membeli suatu produk. Hal yang perlu digaris bawahi adalah bahwa literasi keuangan syariah di Indonesia mempengaruhi muslim dan non-muslim. Semakin tinggi tingkat literasi keuangan syariah, maka semakin tinggi kecenderungan untuk memilih institusi keuangan syariah dibanding konvensional.

Dalam hal keuangan syariah, rendahnya literasi keuangan dapat juga diartikan perbedaan interpreasi terkait syariah yang akan berdampak pada kurangnya harmonisasi dan pada akhirnya mempengaruhi kepercayaan masyarakat terkait industri keuangan syariah. Meskipun Indonesia sudah memiliki Dewan Syariah Nasional, Institusi keuangan syariah harus memulai untuk menyediakan program pendidikan keuangan syariah melalui platform media sosial dengan harapan dapat meningkatkan literasi keuangan syariah. Indonesia sudah menuju kearah ini.

Platform media sosial memudahkan konsumen di Indonsia untuk memperoleh edukasi keuangan syariah dari para pakarnya. Institusi keuangan syariah seperti perbankan syariah, bersama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus memulai untuk menawarkan edukasi interaktif kepada konsumen menggunakan seluruh platform media sosial yang tersedia.

Keuangan syariah masih menjadi pasar yang menjanjikan di Indonesia. Dengan memanfaatkan peluang emas dari platform media sosial, Indonesia bisa menjadi “The Next Leader” di Industri Keuangan Syariah.

*) Kandidat Master of Science in Islamic Finance and Management di Durham University, UK.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement