Selasa 25 Apr 2017 12:06 WIB

Rejeki Amil Saleh

Nana Sudiana
Foto: dok. Humas PKPU
Nana Sudiana

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nana Sudiana *)

"Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya." ( QS ath-Thalaq (65): 2-3).

Rezeki adalah urusan Allah. Manusia sesungguhnya hanyalah berusaha sesuai kemampuannya untuk meraihnya. Kata "rezeki" sendiri bila kita lacak artinya menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti "pendapatan" dalam versi yang luas. Bisa juga bermakna "kesempatan, raihan, keuntungan, anugerah, dan sebagainya".

Rezeki tak hanya identik dengan harta dan uang. Rezeki atau "ar-rizqu" menurut al-Manzhur rahimahullah dalam kitabnya Lisan al ‘Arab adalah sebuah kata yang sudah dimengerti maknanya, dan terdiri dari dua macam. Pertama, yang bersifat zhahirah (tampak terlihat), semisal bahan makanan pokok. Kedua, yang bersifat batinah bagi hati dan jiwa, berbentuk pengetahuan dan ilmu-ilmu.

Dari gambaran yang disampaikan Ibnu al Manzhur tadi, maka kita dapat mengetahui bahwa hakikat rizki tidak hanya berwujud harta atau materi saja, seperti asumsi kebanyakan orang, namun ia bersifat lebih luas dari itu. Semua kebaikan dan maslahat yang dinikmati seorang hamba terhitung sebagai rejeki. Hal-hal yang dialami dan dirasakan seperti misalnya hilangnya kepenatan pikiran, selamat dari kecelakaan lalu-lintas, atau bebas dari terjangkiti penyakit berat, semua ini merupakan contoh kongkret dari rezeki.

Rezeki tadi, memang tidak terlihat jumlahnya, namun pasti dirasakan dampaknya. Coba saja bayangkan apabila kejadian terkena musibah atau terkena penyakit berat itu Allah berikan kepada kita, bisa jadi kita akan mengalami kesulitan. Bukan hanya akan berakibat pada sakit atau derita yang akan dialami, tapi bisa juga akan berdampak pada berkurang atau hilangnya pundi-pundi uang untuk mengurus hal tadi. Dalam sejumlah kejadian, bukan tak mungkin akibat sakit berat yang diderita tabungan dan kepemilikan harta seseorang malah akhirnya habis karena digunakan untuk mendapatkan kesembuhan.

Menurut sebuah hadis, rezeki juga bermakna, "Segala sesuatu yang bermanfaat yang Allah halalkan untukmu, entah berupa pakaian, makanan, sampai pada istri. Itu semua termasuk rezeki. Begitu pula anak laki-laki atau anak perempuan termasuk rezeki. Termasuk pula dalam hal ini adalah kesehatan, pendengaran dan penglihatan. Dan Sedekah adalah cara yang baik untuk mensyukurinya. Sesungguhnya tidak akan berkurang harta yang disedekahkan, kecuali bertambah dan bertambah.” (HR Tirmidzi).

Rezeki amil

Salah satu definisi amil dijelaskan oleh Imam Syafi’i. Ia mendefinisikan amil sebagai orang yang bekerja mengurusi zakat, sedang dia tidak mendapat upah selain dari zakat tersebut. Menurut mazhab ini amil sebagai berikut : “Amil zakat yaitu orang-orang yang dipekerjakan oleh Imam (pemerintah) untuk mengurus zakat. Mereka adalah para karyawan yang bertugas mengumpulkan zakat, menulis (mendatanya) dan memberikan kepada yang berhak menerimanya”.

Dalam hal kenapa amil  dimasukkan sebagai Asnaf menunjukkan bahwa Zakat dalam Islam bukanlah suatu tugas yang hanya diberikan kepada seseorang (individual), tapi merupakan tugas jamaah (bahkan menjadi tugas negara). Menurut Imam Syafi'i, seharusnya dalam mengelola zakat, negara punya anggaran khusus yang dikeluarkan untuk gaji para pelaksananya.

Dalam praktiknya, ternyata tak semua amil mendapat upah. Yang mendapatkan upahpun tak semua memadai jumlahnya. Hal ini tentu belum ideal, karena sejatinya sejumlah organisasi pengelola zakat (OPZ) berharap bisa memberikan gaji sesuai standar dan kelayakan untuk hidup para amilnya. Walaupun sejumlah amil belum memperoleh gaji yang memadai, mereka tak kalah semangat. Mereka tetap berdedikasi tinggi dalam melayani muzaki dan mustahik.

Dibalik belum idealnya pendapatan amil, ternyata hal ini tak mengurangi semangat mereka dalam bekerja. Para amil juga menyadari bahwa sebagai amil tentu rezeki mereka bukan hanya dari OPZ. Rezeki yang pada hakikatnya dari Allah mereka terima sebagiannya melalui OPZ tempat mereka bekerja. Ada rezeki lain juga yang mereka yakini yang akan mereka dapatkan dari Allah. Rezeki dalam makna yang luas tadi, juga dalam makna pendapatan atau sejumlah nilai rupiah juga.

Rezeki dalam makna yang luas bagi para amil bisa saja Allah anugerahkan dalam bentuk sesuatu yang halal yang tetap bermanfaat misalnya pakaian, makanan, sampai pada pasangan hidup yang shalih/shalihah serta anak-anak yang sehat, cerdas dan salih/salihah. Itu semua sesungguhnya rezeki yang tak ternilai harganya. Coba saja mana ada di dunia ini yang tak bahagia begitu dirinya serta keluarganya Allah limpahkan kesehatan, pendengaran dan penglihatan yang baik.

Rezeki lain sebagai amil adalah diberikan kesempatan oleh Allah untuk memiliki spirit berbagi. Sebagai amil tentu tak hanya pandai meminta orang lain bersedekah atau berzakat. Ia juga harus memastikan semangat sedekah dan zakatnya tak kalah dengan para muzaki. Kenapa soal sedekah ini penting, tak lain karena sebagai amil ia dengan sepenuh hati meyakini bahwa Allah pasti akan membalas setiap sedekah/kebaikan yang dilakukan hamba-hambanya dalam keadaan lapang maupun sempit.

Sedekah bisa jadi juga jalan untuk mengetuk pintu langit dan meminta Pemilik langit dan bumi untuk memberikan kemudahan dalam menempuh hidup dan mengabulkan setiap do'a dan keinginan yang dimiliki. Sedekah dan zakat juga sarana pembuktian bahwa untuk berbagi sekaligus taat pada ajaran Allah itu tak perlu menunggu kaya dan berkecukupan. Dengan rezeki yang ada, walau mungkin jumlahnya tak banyak ini akan menjadi bukti seberapa cinta ia pada Rabbnya.

Rezeki amil sholeh. Barangkali ini yang harus diyakini, sehingga ketika bekerja sebagai amil, dengan upah berapapun ia harus tetap menerima dengan ikhlas dan terus berhusnuzan pada Allah SWT. Jangan pernah merasa terpaksa melayani muzaki atau mustahik, karena dari mereka juga kita dapat belajar terus untuk semakin ikhlas dan mampu berbuat baik. Karena melayani mereka semua dengan baik selain akan mendapatkan kepercayaan pada OPZ kita, juga tentu saja akan mendatangkan pahala kebaikan bagi kita sebagai individu amil.

Saat bertugas dan melayani muzaki atau mustahik, kita harus pastikan hal ini harus yang terbaik yang bisa kita lakukan walau kadang karena sesuatu hal mungkin ada perasaan terpaksa atau kurang ikhlas. Setiap saat kita juga harus terus belajar memperbaiki diri dan terus mendidik hati untuk bisa ikhlas. Karena saat berbuat baik, ini adalah kesempatan untuk mendapatkan pahala-Nya juga kesempatan diberikan rezeki-rezeki lainnya oleh Allah Yang Maha Kaya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement