REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Rudi Agung *)
Menjelang 9 Mei 2016, beredar rumor akan ada perayaan HUT PKI ke-102, dengan membagikan ratusan ribu kaos bersimbol komunis. Rumor itu menyebar dari broadcast, sosial media sampai media massa.
Momentum 9 Mei 2016, yang disebut-sebut HUT PKI ke-102, entah Komunis Marxist atau Komunis Sosialis Demokrat, lalu tenggelam lantaran beriringan dengan kasus Panama Papers.
Kasus kejahatan finansial itu melibatkan ribuan nama pejabat, pengusaha dan warga Indonesia lainnya. Seperti Luhut, Fify Lefti atau adik ketiga Ahok, dan segambreng nama lain.
Walau nama-nama beken itu membantah dengan pelbagai alasan masing-masing, di negara lain pihak terkait justru gencar memproses kasus tersebut. Bahkan PM Islandia mengundurkan diri lantaran namanya masuk dalam badai Panama Papers.
Begitulah kasus-kasus di Indonesia. Tidak ada, meledak, lalu tenggelam begitu saja. Atau sengaja ditenggalamkan? Poin kedua sepertinya lebih pas.
Semisal BLBI, Century, Hambalang, rekening gendut polisi. Ada pula Sumber Waras, reklamasi, TransJakarta, Taman BMW, dan segambreng kasus dugaan korupsi yang banyak menyeret nama Ahok.
Tapi, KPK tak mampu mencari niat jahat, selamat lah Ahok. Lantas dikonstruksikan sebagai orang bersih. Behhh.
30 September 2016, saya pernah membuat oretan di media ini, bertajuk: "Kemana Ahok Setelah Keok?" Dalam oretan itu ada dua opsi. Setelah keok di Pilkada DKI, Ahok akan dipenjara atau malah diangkat jadi menteri.
6 Oktober, Buni Yani, mengunggah video penistaan agama yang dilakukan Ahok di Kepulauan Seribu. Dari sinilah, energi bangsa dihabiskan berlipat-lipat. Dari sini pula, mata publik makin terbuka bagaimana proses hukum begitu jelas menyudutkan Islam.
Mulai kriminalisasi ulama, tudingan makar, sampai pembubaran ormas Islam. Ketika Arswendo melakukan kasus serupa, penistaan agama tak perlu waktu lama langsung diproses.
Tak butuh jutaan orang menuntut keadilan. Tak perlu ribuan polisi menjaga massa yang entah total biayanya berapa untuk menjaga massa yang berdzikir, bertakbir, dan berdoa.
Tak perlu jatuh korban luka dan nyawa seperti massa Aksi 411, yang wafat saat polisi berbuat represif. Padahal massa hanya menuntut keadilan: dipenjarakannya Ahok, seperti pelaku penista agama lainnya.
Lamban dan kentalnya keberpihakan aparat hukum, menyebabkan munculnya Ahok-ahok baru. Penistaan terhadap Islam dan Ulama makin menggurita.
Makin banyak non-Muslim ikut campur terhadap ajaran Islam. Makin marak orang keturunan menghina dina pribumi.
Muncul orang-orang seperti Iwan Bopeng yang berani menghina TNI. Pun kasus Steven yang mencaci Gubernur NTB. Proses hukum mereka pun, tiada kabarnya. Kalau pun ada, lebih banyak alasannya dibanding tuntutan hukumannya.
Kalau kasus yang menimpa Arswendo begitu cepat dan diproses lima tahun penjara, tidak begitu dengan Ahok. Padahal kasus yang melibatkan pejabat selaiknya lebih berat dari sipil.
Bahkan, proses hukum terhadap Ahok sempat ditunda. Lantas sidang putusan pun jatuh pada 9 Mei, persis di HUT PKI. Kebetulan atau sengaja?
Vonisnya pun jauh dari rasa keadilan: dua tahun. Walau lebih berat dari tuntutan JPU, yang sempat ditunda dengan alasan super menggelikan. Namun vonis dua tahun jauh lebih ringan dari kasus serupa lainnya. Itu pun masih banding. Keren kan?
Saat dibawa ke Rutan Cipinang, mata publik lagi-lagi terbuka terhadap aparat penegak hukum. Massa pro Ahok yang melakukan aksi anarkis, melempar, membakar, melebihi batas jam aksi, tidak dibubarkan polisi.
Massa baru bubar jam 22.30 WIB. Bahkan, sampai pukul 00.30 WIB, masih ada yang bertahan. Dan tidak dibubarkan polisi. Asyyik kan?
Terima kasih massa pendukung Ahok. Kalian telah membuka mata bangsa ini ihwal keberpihakan aparat dan proses aksi di luar jam yang ditentukan.
Dari aksi bunga, balon, tangis-tangisan, sampai bakar-bakaran. Tapi kemana ketika Ahok mengumbar kata-kata kotor di layar kaca, ketika menggusur warga. Ketika kasus dugaan korupsinya mengemuka. Ah, sudahlah...
Terima kasih pendukung Ahok, mata bangsa ini makin terbuka dengan sendirinya. Aksi kalian, makin membuktikan begitu sabar, damai, santun, dan taatnya kaum Muslim pada hukum. Bahkan ketika agama dan Kitab Sucinya dihina pujaan kalian.
Terima kasih, ya. Aksi kalian ikut membuka mata bangsa ini bagaimana potret aparat penegak hukum yang dibayar dari keringat rakyat.
Terima kasih pendukung Ahok. Mudah-mudahan dengan sengkarut APBN, setrum tarif listrik yang makin menyengat, aneka pajak yang kian mencekik rakyat, kenaikan harga yang meroket, bisa ikut menaikan taraf ekonomi kalian.
Apa kabar rekening 502? Apa kabar kejahatan finansial? Makin tersudut dengan gencarnya audit finansial global? Mudah-mudahan tak terjadi shutdown government. APBN sehat?
Shalaallahu alaa Muhammad...
*) Pemerhati masalah sosial