REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh Sunarsip
Akhir pekan lalu (19 Mei 2017), lembaga pemeringkat S and P akhirnya menaikkan peringkat surat utang jangka panjang (long-term sovereign credit ratings) yang diterbitkan Pemerintah Indonesia ke level layak investasi (BBB-, investment grade).
Dengan kenaikan peringkat itu, berarti kini seluruh lembaga pemeringkat internasional telah menempatkan surat utang Pemerintah Indonesia ke dalam peringkat layak investasi. Sebagai informasi, lembaga pemeringkat seperti Fitch dan Moody's sejak awal 2012 telah memberikan peringkat layak investasi bagi surat utang jangka panjang yang diterbitkan Pemerintah Indonesia.
Sikap S and P yang baru saat ini memberikan peringkat investasi sebenarnya telah lama menjadi pertanyaan. Ini mengingat perekonomian Indonesia memiliki kinerja pertumbuhan yang stabil dalam 10 tahun terakhir.
Salah satu catatan yang menjadi penghalang bagi S and P untuk menaikkan peringkat utang Indonesia adalah terkait dengan aspek fiskal kita. Kemampuan kita dalam menarik penerimaan negara (terutama perpajakan) dinilai masih rendah.
Rasio penerimaan negara terhadap produk domestik bruto (PDB) kita merupakan yang terendah kedua di antara negara-negara yang telah memperoleh predikat layak investasi. Di sisi lain, kita dinilai masih lemah dalam menjalankan reformasi di sisi belanja, khususnya yang terkait dengan subsidi energi.
S and P menyebutkan bahwa keputusan untuk menaikkan peringkat utang Indonesia itu didasarkan pada berkurangnya risiko fiskal seiring kebijakan anggaran pemerintah yang lebih realistis sehingga membatasi kemungkinan pemburukan defisit ke depan secara signifikan. Langkah ini juga dinilai dapat mengurangi risiko peningkatan rasio utang pemerintah terhadap PDB dan beban pembayaran bunga.
S and P juga memproyeksikan perbaikan penerimaan negara sebagai dampak lanjutan dari perolehan data program tax amnesty serta pengelolaan pengeluaran fiskal yang lebih terkendali. Selain itu, Indonesia dinilai telah menunjukkan perumusan kebijakan yang efektif untuk mendukung keuangan pemerintah yang berkesinambungan dan pertumbuhan ekonomi yang berimbang.
Kabar kenaikan peringkat utang Indonesia dari S and P ini tentunya memberikan angin segar bagi kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia ke depan, terutama pengaruhnya terhadap sektor keuangan kita. Salah satu pengaruh positif penting pascapengumuman S and P tersebut adalah masuknya aliran modal ke Indonesia yang diperkirakan dapat lebih atraktif.
Saat ini, sebenarnya perkembangan pasar keuangan kita tampak terlihat lebih bergairah. Sebagai contoh, pasar keuangan kita mengalami net-inflow terutama ke pasar surat berharga negara (SBN) dan saham.
Hingga Maret 2017, aliran dana melalui SBN telah mencapai Rp 80 triliun (secara year to date) atau naik dibanding periode sama tahun lalu yang mencapai Rp 66,4 triliun. Adapun net-inflow melalui pasar saham telah mencapai Rp 20,8 triliun (ytd) atau naik dibanding periode sama tahun lalu yang mencapai Rp 4,8 triliun.
Seiring dengan tingginya dana asing masuk ke pasar modal, kegiatan investasi perusahaan yang dibiayai melalui pendanaan dari nonbank juga meningkat. Hingga Maret 2017, pembiayaan nonbank telah mencapai Rp 39,4 triliun (ytd), lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 24,2 triliun.
Angka ini merupakan capaian tertinggi dalam enam tahun terakhir. Sebagian besar pembiayaan nonbank tersebut dilakukan melalui penerbitan obligasi yang mencapai Rp 25,3 triliun.
Tidak hanya pasar modal, sektor perbankan juga mulai mengalami pertumbuhan positif dalam struktur pendanaan mereka yang berasal dari valuta asing (valas). Hingga Februari 2017, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) valas tumbuh positif sebesar 3,2 persen. Padahal, selama 2016 pertumbuhan DPK valas perbankan memperlihatkan pertumbuhan yang negatif (kontraktif).
Seiring dengan membaiknya perdagangan luar negeri dan peningkatan cadangan devisa (per Mei) mencapai 123,2 miliar dolar AS atau meningkat 11,8 miliar dolar AS dalam lima bulan terakhir, nilai tukar rupiah berpotensi akan menguat. Pengumuman S and P ini tentu akan menjadi legitimasi bagi aliran masuk modal asing dan penguatan nilai tukar rupiah.
Perlu digarisbawahi bahwa perbaikan peringkat utang tersebut tidak serta merta akan berdampak pada perbaikan di sektor riil. Seperti disebut di awal, dua lembaga pemeringkat internasional (Moody's dan Fitch) telah memberikan peringkat layak investasi sejak 2012.
Pascakenaikan peringkat itu, pasar keuangan kita juga dibanjiri dana-dana asing meskipun penyerap terbesar dana asing masih pemerintah. Namun demikian, sektor keuangan kita juga beberapa kali didera capital outflow yang terimbas oleh faktor eksternal.
Di sisi lain, korporasi kita tidak banyak yang memanfaatkan aliran dana asing tersebut sebagai sumber pembiayaan. Hasilnya, pertumbuhan ekonomi kita bergerak naik turun meski relatif stabil di level sekitar lima persen.
Hal yang sama juga berpotensi terjadi pascakenaikan peringkat utang oleh S and P ini. Kenaikan peringkat utang ini memang berpotensi mendorong aliran modal asing masuk. Namun, kalau kita tidak mampu memanfaatkannya sebagai sumber pembiayaan bagi ekspansi korporasi, diperkirakan dana-dana asing itu hanya berputar sebagai investasi portofolio di pasar sekunder (secondary market).
Dana-dana tersebut akan tetap berperilaku sebagai uang panas (hot money) yang suatu saat akan keluar (capital outflow) bila pasar keuangan kita sudah jenuh dan terdapat sentimen positif di luar negeri. Salah satu tantangan terbesar pascakenaikan peringkat utang ke level layak investasi adalah bagaimana agar dana-dana asing yang masuk tersebut mayoritas tidak diserap oleh pemerintah melalui penerbitan SBN melainkan oleh korporasi.
Sebagai informasi, saat ini pangsa pasar SBN mencapai sekitar 38 persen dan obligasi korporasi hanya sekitar tujuh persen. Sektor korporasi perlu didorong agar lebih aktif melakukan pembiayaan di pasar modal.
Hanya memang, tidak seluruh korporasi dapat didorong menerbitkan saham atau obligasi baru. Sebab, penerbitan saham atau obligasi baru yang tidak diimbangi oleh proyeksi pendapatan (revenue) yang menjanjikan juga akan menyebabkan pembiayaan tersebut gagal.
Oleh karenanya, sektor-sektor yang memiliki proyeksi pendapatan bagus perlu didorong untuk menerbitkan surat berharga di pasar modal. Saya menilai setidaknya terdapat dua kelompok korporasi yang memiliki prospek bagus sehingga memiliki peluang untuk didorong melakukan kegiatan fund raising di pasar modal.
Pertama, korporasi yang bergerak di sektor infrastruktur terutama transportasi (jalan tol, kereta api, pelabuhan, dan bandara) serta energi. Sektor ini sudah sangat membutuhkan penambahan kapasitas karena permintaannya yang tinggi seiring dengan bertambahnya penduduk serta perputaran barang dan jasa.
Kedua, korporasi yang bergerak di sektor pariwisata. Potensi pariwisata cukup besar seiring dengan rencana pemerintah yang mendorong percepatan pembangunan destinasi pariwisata nasional. Demand-nya juga luas karena wisata Indonesia tidak hanya berpotensi mendatangkan wisatawan lokal, tetapi juga asing. Dampak turunan dari sektor pariwisata juga sangat besar.