Sabtu 29 Jul 2017 01:00 WIB

Menyambut Kehadiran KNKS

Presiden Joko Widodo memukul gong didampingi Presiden ke-3 RI BJ Habibie, Wapres Jusuf Kalla, dan Menko Perekonomian Darmin Nasution (dari kanan) saat peluncuran Komite Nasional keuangan Syariah (KNKS) dan Peresmian Pembukaan Silaknas IAEI di Istana Negara, Jakarta, Rabu (27/7).
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Presiden Joko Widodo memukul gong didampingi Presiden ke-3 RI BJ Habibie, Wapres Jusuf Kalla, dan Menko Perekonomian Darmin Nasution (dari kanan) saat peluncuran Komite Nasional keuangan Syariah (KNKS) dan Peresmian Pembukaan Silaknas IAEI di Istana Negara, Jakarta, Rabu (27/7).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Mukhlas Syarkun *)

Presiden Jokowi meluncurkan lembaga baru KNKS (Komite Nasional Keuangan Syariah), sebuah lembaga yang diharapkan mampu mengambil peluang pangsa pasar syariah yang masih terbuka lebar dan jika tidak diambil, maka negara lain yang akan mengambilnya, demikian pesan presiden.

Berbagai negara memang sangat agresif untuk mengambil potensi keuangan syariah khususnya ditingkat global.

Sementara hampir selama 5 tahun perkembangan industri syariah mengalami stagnan, sebab hanya tumbuh berada dikisaran 5 persen. Angka tersebut dinilai sangat kecil, mengingat Indonesia merupakan negara Muslim terbesar di dunia.

Namun, jika dikonversi dengan penguasaan ekonomi umat Islam, maka sesungguhnya angka 5 persen bukanlah angka kecil. Sebab umat Islam memang besar dari segi jumlahnya yaitu 83 persen, tetapi dalam penguasaan ekonomi umat Islam sangat rendah yaitu hanya mencapai 12 persen, maka 5 persen sesunguhnya telah mencapai angka ideal.

Ada beberapa rekomendasi yang perlu dilakukan oleh NKKS yaitu sebagai berikut: Pertama, selama ini, sektor keuangan syariah menggunakan pendekatan emosional, maka ia hanya dapat menyentuh pasar Muslim yang hanya pada kisaran 12 persen dari total potensi ekonomi nasional. Maka, ke depan KNKS harus dapat mendorong lembaga keuangan syariah mengubah pola pendekatan dari pendekatan emosional menuju pendekatan rasional, sehingga mampu menjangkau potensi pasar secara luas, baik ditingkat regional maupun global.

Kedua, dalam upaya menaikan penguasaan pasar keuangan syariah, maka KNKS harus mampu mendorong bahkan membuat kebijakan untuk memihak kepada umat Islam yang tak berdaya dalam menjangkau penguasa ekonomi nasional.

Oleh karena itu, kebijakan memihak pada umat Islam adalah sebuah keniscayaan. Hal ini pernah dilakukan oleh  Malaysia yang terkenal dengan DEB (dasar ekonomi baru), yaitu memberi alokasi khusus kepada Bumi Putra sebesar 30 persen.

Atau, pemerintah membuat kebijakan sebagaimana konsep Pak Chairul Tanjung. Beliau memberi solusi bahwa untuk meningkatkan ekonomi umat. Bisa dimulai oleh bank-bank BUMN dengan memberi porsi pinjaman kepada umat Islam sebanyak 50 persen, secara bertahap, maka akan berdampak positif terhadap bertambahnya pengusaan ekonomi umat Islam. Dampak selanjutnya adalah dapat meningkatkan market ekonomi keuangan syariah itu sendiri secara simultan.

Ketiga, Menurut KH Maruf Amin untuk meningkatkan market keuangan syariah, maka KNKS harus agresif melakukan sosialisasi secara massif untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran pentingnya keuangan syariah.

Kelima, Menurut Chairul Tanjung, bank syariah harus mambuat inovasi, dan kreasi. Sebab, selama ini, sektor keuangan syariah masih tertinggal jauh dalam melakukan inovasi, dan otomatis tidak dapat berkembang sebagaimana yang diharapkan.

Demikian hal yang sangat urgen, untuk dilakukan oleh KNKS dalam rangka meningkatkan perkembangan syariah  dan menjadi solusi perbaikan dan peningkatkan ekonomi.

*) Pengurus Pusat Ikatan Ahli Ekonomi Islam

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement