REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Yusuf Maulana *)
Khawarij. Betapa kuat amalan ibadah mereka. Baginda Nabi pun tetapkan ini. Tapi seturut itu, pemahaman minda (pengetahun, red) mereka begitu memilukan. Amalan mereka kita pun belum tentu sanggup turuti, tapi sayang kualitasnya “seperti anak panah yang terlepas dari busur”. Antara kuantitas dan kualitas, terlebih bila dikaitkan dengan adab, amatlah merentang jauh. Betapa tidak, dari pemahaman tersebut lahir keberingasan yang memudahkan penumpahan darah sesama muslimin. Berbeda sedikit dengan modal data harfiah, dipenggal sesiapa yang didakwa zalim. Zalim, melawan hukum, dalam tafsiran mereka.
Dalam pusara kekuasaan berwatak Dajjal, corak minda setipe Khawarij akan jadi tumpuan. Aparat keamanan dan birokrasi busuk model Khawarij akan hadirkan kebenaran versi dirinya sekaligus mengancam tanpa ampun pihak lain. Tak peduli yang diancam rakyat kecil. Semua dibolak-balik kebenaran yang ada. Hitam jadi putih; putih jadi hitam.
Dajjal dan Khawarij. Dua khazanah dalam agama kita ini, seakan tak asing aura dan aromanya. Bukan diterapkan sesama kita. Ini tentang mekanisme dan kepribadian yang dipraktikkan oleh kekuasaan. Tak mustahil di tengah kita saat ini. Orang-orang yang berusaha diperiksa sebagai seakan penjahat. Orang-orang yang berupaya mengungkap kebenaran, segera ditahan. Mereka yang meluruskan kesilapan penguasa, segera saja dipersekusi (diperlaukan buruk, red) tanpa ampun. Sementara di atas sana, panggung kekuasaan diisi khutbah dan ceramah penuh puja-puji pada keragaman dan negara hukum atas nama ideologi bangsa.
Inilah zaman mulkan azhan hadir. Lahiriah dipuja sebagai bersahaja, nasionalis, dan taat hukum, namun di sebaliknya adalah mesin Dajjal dan kepribadian Khawarij yang bekerja. Main vonis dan eksekusi pada anak bangsa lugu dan jujur semata dianggap mengancam kepentingan dan tafsiran hukum versinya.
Menerima kenyataan zaman adalah kemestian untuk mengubah. Bukan pasrah menerima untuk ditindas. Bukan pula bernegosiasi membagi kekuasaan ataupun merebut kekuasaan dalam pertarungan politik. Tidak, ini hanya solusi jangka pendek. Mekanisme Dajjal dan kepribadian Khawarij adalah sistem berpikir (worlview) yang ia dirobohkan tidak dengan satu kontestasi politik belaka. Ia akan hadir seiring kemaruknya nafsu manusia. Dan ini sudah bagian dari kemestian zaman guna menguji kadar keimanan kita.
Semua ikhtiar mencegah terus tegaknya sistem rusak itu tetap penting. Hanyasanya, yang perlu dan berjangka panjang adalah menghadirkan antitesis sistem itu. Dari kronik sejarah kita tahu ada sosok seperti Ibn al-Abbas yang mampu hadapi seorang diri ribuan Khawarij. Berhujjah mematahkan logika kelompok ini dan membawa sekurangnya 2000 anggotanya untuk berinsyaf dan kembali ke pemahaman fitrah sesuai manhaj kenabian.
Narasi Ibn al-Abbas adalah tentang keberanian yang dikemas dengan kedalaman-keluasan ilmu. Tentang strategi yang tidak instan inilah yang mesti jadi perhatian kita. Karena, kita tak tahu kadar kita masih di bawah Ibn al-Abbas. Sehingga, mau tak mau, menghadirkan tipe serupa beliau suatu keniscayaan. Agar mekanisme Dajjal dan kepribadian Khawarij tak lagi bersemayam. Bersemayam kini, esok, dan seterusnya, hingga pergiliran zaman mengharuskan kita mengakhirinya.
*) *) Kurator Pustaka Lawas Perpustakaan Samben Yogyakarta