REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Bambang Sunarto *)
Pusat Unggulan Iptek (PUI) adalah lembaga litbang (lemlit) yang ditetapkan oleh Kemenristekdikti untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas (1) kelembagaan, (2) sumber daya, dan (3) jaringan iptek di bidang prioritas spesifik. Penetapan itu diarahkan agar terjadi peningkatan relevansi dan produktivitas serta pendayagunaan iptek dari kinerja lemlit dalam sektor produksi, sehingga dapat diharapkan untuk menumbuhkan perekonomian nasional. Penetapan dan kinerja itu juga diharapkan dapat berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Sebuah lemlit agar dapat ditetapkan menjadi PUI memang tidak mudah. Sebab, PUI harus menunjukkan key performance indicator yang tidak sekedar bagus, tetapi harus sangat bagus. Misalnya, menerima undangan menjadi pembicara dan pemakalah pada konferensi international, melaksanakan publikasi dalam jurnal nasional terakreditasi dan jurnal international, serta menghasilkan lulusan S3 sesuai fokus riset unggulan. Masing-masing indikator ada jumlah minimal yang telah ditentukan.
Berdasarkan key performance indicator berbagai lemlit, di tahun ini telah ditetapkan 68 lemlit sebagai PUI. Penetapan itu dilakukan karena mereka dipandang mampu menghasilkan hasil riset yang inovatif, sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat luas. Lemlit yang telah ditetapkan sebagai PUI terdiri dari 19 lemlit di Lembaga Pemerintah Kementerian (LPK), 23 lemlit di Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), 6 lemlit di bawah Badan Usaha, dan 20 lemlit di Perguruan Tinggi (PT).
Berdasarkan afiliasinya, corak dan karakter PUI berbeda satu sama lain. Artinya PUI di Kementerian berbeda dengan di LPNK. PUI di LPNK berbeda dengan PUI di bawah badan Usaha. PUI di bawah Badan Usaha berbeda dengan PUI di PT. Namun, secara umum dapat dijelaskan bahwa PUI di manapun ia berafiliasi harus mampu menghasilkan produk iptek maupun produk inovasi yang berbasis demand driven. Kemampuan itu diperlukan dalam rangka mendukung peningkatan daya saing pengguna teknologi pada dunia usaha, Industri Kecil dan Menengah (IKM), pemerintah, dan masyarakat, sesuai potensi ekonomi daerah dan isu strategis dalam pembangunan iptek.
PUI-PT
Kemristekdikti menyadari bahwa PT memiliki corak, ragam dan kapasitas sumber daya keilmuan yang beragam. Artinya, PT di Indonesia tidak homogin, tidak tunggal, tetapi mengelola berbagai corak dan ragam ilmu sesuai dengan kapasitas masing-masing. Ada PT yang mengelola semua rumpun ilmu, baik ilmu alam, ilmu sosial, ilmu humaniora, ilmu formal, ilmu agama, maupun ilmu seni. Ada PT yang mengelola beberapa rumpun ilmu saja. Ada PT yang hanya mengelola satu rumpun ilmu saja. Ada pula PT yang mengelola sebagian dari salah satu rumpun ilmu. Oleh karena itu, mendorong PT untuk merintis PUI harus disesuaikan dengan corak, ragam dan kapasitas keilmuan masing-masing PT.
Menyadari akan hal itu, Direktorat Jenderal Kelembagaan telah merumuskan PUI-PT dengan ruang lingkup (definisi, kriteria, tema riset, dan instrumen kebijakan) yang berbeda dengan PUI di LPK, LPNK, dan Badan Usaha. Di PT dimungkinkan pengembangan lemlit akademik maupun lemlit inovasi. Kedua lemlit itu dapat berorientasi dalam dua arah, yaitu (1) berorientasi pada produk, dan/atau (2) berorientasi pada science, baik science dalam agama, humaniora, sosial, alam, formal, dan terapan. Muara akhir dari kinerja lemlit adalah lahirnya Science Tekno Park (STP) di PT Kelahiran STP di berbagai kampus akan PT dengan spesifikasi masing-masing, misalnya ada PT dengan hightech campus, automotive campus dan lain-lain. Intinya, PUI diharapkan memiliki out put berupa science dan teknologi yang ditransfer ke dalam STP.
PUI di PT Seni
PT Seni berdasarkan kelahirannya memiliki karakter dasar yang berbeda dengan PT lainnya. Jadi PT Seni adalah institusi yang bersifat spesifik. Ilmu yang dikelola dan dikembangkan adalah seni, yang dapat berafiliasi ke dalam rumpun ilmu humaniora, ilmu sosial maupun ilmu terapan bahkan ilmu formal sekalipun. Namun, meski termasuk dalam berbagai rumpun ilmu, seni berbeda dengan teknologi. Untuk itu, kriteria PUI untuk PT Seni seyogyanya tidak digeneralisir sebagaimana PUI-PT pada umumnya.
Salah satu kriteria dalam PUI-PT adalah standar pengembangan. Untuk hal ini hanya digunakan dua standar, yaitu Technology Readiness Level (TRL) dan Scientific Readiness Level (SRL). TRL digunakan untuk mengukur PUI-PT dengan orientasi produk, dan SRL digunakan untuk PUI-PT dengan orientasi saintifik. Apakah produk PUI-PT Seni harus berupa teknologi, sehingga setiap orientasi produk pada PUI-PT Seni harus dilihat TRL-nya? Apakah PUI-PT Seni tidak diijinkan menghasilkan produk berupa karya artistik? Apakah karya artistik memang tidak ada maknanya? Apakah karya artistik dianggap sektor produksi yang tidak dapat diharapkan untuk menumbuhkan perekonomian sebagaimana tujuan PUI pada umumnya?
Pertanyaan-pertanyaan itu dapat mengantarkan pada kedalaman epistemologis dan ontologis mengenai penelitian dan inovasi seni. Tentu, ruang yang terbatas ini tidak mungkin menuntaskan ihwal penting yang bermakna ini. Tibalah saatnya untuk menyatakan bahwa secara filosofis penelitian dan inovasi seni memiliki principle of individuation sebagai criterion of identity. Untuk itu, perlu ada rumusan standar yang diperuntukan bagi produk dari PUI-PT Seni.
Akan bijaksana bila PUI-PT Seni yang berorientasi produk disediakan standar alternatif. Standar itu sebagai wujud pengakuan atas kebermaknaan inovasi seni. Standar alternatif itu adalah Artistic Readiness Level. Dengan standar demikian, pembinaan PT Seni untuk mengembangkan kapasitasnya dalam sourcing capacity, research and development capacity, dan disseminating capacity dapat menemukan pijakan yang tepat. Pijakan itu akan jadi pendorong PT Seni berprestasi seperti the Juilliard School di New York dan the Royal College of Arts di London, yang selalu ranking pertama dalam QS World University Ranking by Subject.
*) Koordinator Konsorsium Keilmuan Forum Wakil Rektor Bidang Kerja Sama