REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Suripto *)
Ketika kami mendatangi kamp pengungsian palestina dan kamp pengungsian suriah di kota A'zaz dan kota Ar-Ra'i di propinsi Aleppo Suriah pada 2 September 2017, kesan mendalam yang kami rasakan sangatlah memilukan hati. Di tengah kondisi perang mereka harus bertahan hidup meski ancaman keamanan terus mengintai setiap hari. Mereka harus memikul penderitaan sosial-ekonomi secara tidak manusiawi, sementara bantuan kebutuhan hidup semakin sulit didapatkan. Sebenarnya, masih ada beberapa kalangan masyarakat dunia yang peduli, namun di lapangan terkendala dalam penyaluran sehingga bantuan itu tidak bisa segera sampai ke kamp pengungsi.
Kedatangan kami ke Suriah adalah dalam rangka missi kemanusiaan untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada pengungsi Palestina yang ada di sana, khususnya dalam menyambut Hari Raya Idul Adha 1438/2017 dalam bentuk program Qurban Berkah untuk Palestina. Misi kemanusiaan yang digagas sejak lebih dari setahun ini memang menyasar para pengungsi Palestina yang sejak 1948 terusir dari negerinya dan tersebar berbagai negara termasuk di Suriah. Gelombang eksodus pengungsi Palestina itu terus mengalir saat Perang Enam Hari 1967, Pengusiran 1970, Perang Yom Kipur 1973, dan Pembantaian Sabra-Shatila 1982.
Kemudian sebagaimana kita ketahui bahwa akibat perang Suriah yang meletus sejak 2011 sebagian dari pengungsi Palestina tersebut terkepung dan terjebak di Kamp Yarmouk, di dekat Damaskus. Sebagian terpaksa harus mengungsi lagi dan tersebar di dalam dan di luar wilayah Suriah. Perang Suriah sendiri telah berlangsung hampir 7 tahun dan memakan korban lebih darri 400 ribu orang tewas, lebih dari 6 juta pengungsi di dalam negeri dan hampir 5 juta pengungsi di luar negeri.
Beruntung sekali kami berhasil menemukan sebagian pengungsi Palestina itu di kamp kota A'zaz di Propinsi Aleppo. Salah seorang pengungsi yang mengaku berasal dari kota Haifa Palestina mengaku sudah berada di kamp tersebut selama 2 tahun.
Aleppo yang disebut sebagai Halep dalam bahasa Turki atau Halab dalam bahasa Arab adalah sebuah propinsi atau muhafazah di Suriah. Sebagian besar masih rawan keamanan dan masih dikuasai kelompok-kelompok yang saling bertikai.
Di tempat ini, kami melaksanakan pemotongan hewan qurban, menyalurkan daging qurban, menghibur anak-anak, dan membagikan mainan. Memang pada saat itu terlihat wajah anak-anak itu sangat gembira dan ceria. Sangat kontras dengan kondisi pengungsian yang dipenuhi dengan tenda-tenda kumal di antara pohon-pohon zaitun di tengah bau udara yang menyengat hidung akibat buruknya sanitasi. Mereka sejenak lupa bahwa sebentar lagi harus menyongsong malam yang datang, tanpa listrik. Mereka sejenak lupa dengan pertanyaan kapan nasib buruk yang menimpa mereka itu akan berakhir.
Jalan panjang bantuan kemanusiaan
Persoalan bantuan kemanusiaan di suriah sangat erat hubungannya dengan masalah keamanan yang merupakan masalah paling mendasar di tengah berkecamuknya perang saudara, konflik bersenjata, penculikan, aksi teror, dan pertikaian berlatar belakang kesukuan. Selama masalah keamanan tersebut belum dapat diatasi maka penderitaan dan kesengsaraan itu akan terus dialami bangsa suriah. Selama itu pula masalah kemanusiaan akan tetap menjadi pusat perhatian masyarakat dunia.
Kita menyadari bahwa masalah keamanan ini juga menjadi pusat perhatian para politisi dan diplomat. Karena itu penyelesaian masalah keamanan itu idealnya harus mencakup atau satu paket dengan bidang politik, diplomasi dan kemanusiaan. Jadi masalah kemanusiaan, khususnya bantuan kemanusiaan, boleh dikatakan sangat ditentukan dari hasil-hasil yang dapat dicapai di bidang politik dan diplomasi.
Situasi keamanan di Suriah hingga saat ini masih suram dan kelam, terutama kalau kita cermati hasil-hasil perundingan di forum-forum Dewan Keamana PBB, Perundingan Jenewa, Perundingan Astana dan sebagainya. Di situ belum terlihat tanda-tanda menuju gencatan senjata, apalagi menghentikan pengiriman senjata, perlucutan senjata hingga penarikan diri kepentingan-kepentingan asing yang ada di Suriah. Sehingga dapat dikatakan bahwa bantuan kemanusiaan untuk Suriah masih harus menempuh jalan yang panjang.
Tinggal apakah negara-negara dan bangsa-bangsa yang ada di dunia masih mau peduli terjun menyalurkan bantuannya, sekalipun mereka juga boleh jadi sedang disibukkan dengan berbagai persoalan serius di dalam negeri atau kawasan masing-masing, seperti bencana alam, penindasan minoritas, krisis ekonomi, demokratisasi, ketegangan diplomasi, terorisme dan lain-lain.
Indonesia dan masalah Palestina
Kita menyampaikan salut dan apresiasi atas upaya yang ditempuh oleh Retno Marsudi Menteri Luar Negeri RI di berbagai forum regional dan internasional dalam menyuarakan kepedulian dan keberpihakannya terhadap berbagai persoalan Palestina, termasuk soal masjid Al Aqsho yang beberapa waktu lalu sempat memanas. Perlu dijelaskaan bahwa persoalan Palestina tidak hanya terkait dengan persoalan di wilayah pendudukan saja tetapi termasuk masalah pengungsi yang berada di berbagai negara, termasuk di Suriah.
Data 2011 sebelum maraknya Arab Spring menunjukkan angka 500 ribu jumlah pengungsi Palestina di Suriah. Kini di tahun ketujuh konflik Suriah ternyata tidak mudah mendapatkan data jumlah pengungsi Palestina, baik yang tersebar di dalam maupun di luar Suriah.
Menurut informasi yang kami terima, jumlah pengungsi Palestina di propinsi Aleppo pada bulan September 2017 berkisar 40 ribu orang, belum termasuk yang masih tersebar di wilayah-wilayah yang sulit ditembus karena masih dikuasai rezim pemerintah, Al Qaeda dan Pejuang Kurdi. Data pengungsi Palestina di sekitar Damaskus (Kamp Yarmouk) tidak diketahui dengan pasti karena juga sulit ditembus.
Masih banyak wilayah yang rawan terjadinya kontak senjata antara tentara pemerintah dengan kelompok-kelompok bersenjata ataupun sesama kelompok-kelompok bersenjata seperti ISIS, Al Qaeda, Kurdi, FSA (Free Syrian Army) dan lain-lain. Itulah kendala terbesar dalam mendapatkan data yang akurat mengenai pengungsi Palestina di Suriah.
Kami juga mengapresiasi LSM Indonesia yang telah peduli menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada pengungsi Palestina di manapun mereka berada. Terakhir kami menghimbau agar KBRI di Damaskus mempermudah aktifitas LSM-LSM kemanusiaan yang peduli terhadap pengungsi Palestina di Suriah dalam menunaikan tugas-tugas kemanusiaan.
*) Ketua Komite Nasional untuk Rakyat Palestina (KNRP)