Oleh: Djoko Edhi Abdurrahman^
Beberapa malam lalu, saya diundang TV One untuk dialog film G30S/PKI. Sebelum masuk waktu on air, seorang gadis berusia 22 tahun yang bekerja di studio Galery One, TV One di Epiwalk, bertanya ke saya. "Pak, benar tidak sih G30S/ PKI itu?".
Saya tercengang. Ada pertanyaan seperti itu.Paras gadis itu cantik, berkulit terang, saya pandangi. Honesty, pertanyaan yang jujur.
Saya jawab, "Ya. Benar".
Tiba-tiba saya pun sudah memperoleh kalimat opening dialog dengan Tysa Novendi. Yaitu pertanyaan gadis 22 tahun tadi.
Saya pun lalu paham makna pernyataan Panglima TNI Gatot Nurmantio, sehari sebelumnya, ditanya Karni Ilyas di ILC tentang kebenaran film G30S /PKI, "Emang Gue Pikiri", jawab Gatot.
Berapa banyak prajurit yang seusia gadis itu? Berapa juta orang muda yang seusia gadis itu? Saya mengambil kesimpulan sementara, upaya kubu pro PKI succesful menghapus jejak Gestapu PKI. Setidaknya di segmen usia 22 tahun.
Soal rencana merevisi film "G30S PKI" besutan Arifin C Noor itu, saya kemukakan tak bisa! Sebab, sejarah tidak bisa diubah. Kalau mau bikin, bikin baru saja. Misalnya, ayah saya ditukar dengan ayah lain. Tak bisa kan? Sejarah tak boleh diubah. Bahkan, film Arifin C Noor itu, juga telah menjadi bagian sejarah itu sendiri.
JJ Rizal narasumber, berpendapay diametral dengan saya, melihat film “G 30 S /PKI” besutan Arifin C Noor itu sebagai propaganda politik Presiden Soeharto yang kental muatan politiknya.
Saya tak setuju pendapat sejarawan Rizal. Mau dilihat dari mana flim itu? Politik, Sejarah atau Cinematografi. Minimal itu. Tak ada eksaminasi tesis sejarah, baru pendapat personal toh?