REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Dr Irfan Syauqi Beik *)
Hingga tulisan ini dibuat, pemerintahan Jokowi JK telah mengeluarkan enam belas paket kebijakan ekonomi, yang tujuannya adalah untuk meningkatkan kinerja perekonomian nasional yang berujung pada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, secara umum paket kebijakan yang ada belum secara spesifik terkait dengan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, dengan pengecualian adalah paket kebijakan kelima yang menyinggung soal deregulasi perbankan syariah. Karena itu, keberadaan paket kebijakan yang khusus membahas pengembangan ekonomi dan keuangan syariah menjadi sangat penting. Paket kebijakan industri halal bisa menjadi pintu masuknya.
Pentingnya pengembangan industri halal dalam konteks perekonomian nasional ini didasarkan pada beberapa argumentasi, sehingga layak memiliki paket kebijakan tersendiri. Pertama, potensi industri halal yang sangat besar, dengan pertumbuhan rata-rata yang berada di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi secara umum. Sebagai contoh, pertumbuhan industri makanan halal mencapai angka 10-12 per tahun, atau dua kali lipat pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan volume industri yang mencapai angka lebih dari satu triliun dollar AS. Artinya, ini adalah peluang bisnis yang harus dimanfaatkan.
Kedua, dalam Global Islamic Economy Indicator 2017, terungkap bahwa Indonesia masuk ke dalam 10 besar negara konsumen industri halal terbesar di dunia. Artinya, dari sisi belanja atau expenditure, negara kita memiliki daya beli dan permintaan yang sangat besar. Mislanya, untuk belanja makanan halal, kita nomor satu di dunia, yang artinya Indonesia adalah pasar konsumen terbesar. Untuk pariwisata halal dan fashion Islami kita nomor lima di dunia. Sementara untuk obat-obatan dan kosmetika halal serta keuangan syariah, Indonesia menempati peringkat keenam dan kesepuluh di dunia.
Namun demikian, dari produsen atau pelaku utama industri halal, kita belum bisa masuk kedalam kelompok 10 produsen terbesar dunia, kecuali obat-obatan dan kosmetika halal (peringkat 8) dan keuangan syariah (peringkat 10). Ini menunjukkan bahwa posisi Indonesia masih lebih sebagai pasar dibandingkan sebagai produsen. Tentu perlu ada upaya sungguh-sungguh dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, untuk mengusahakan agar kue industri halal ini juga bisa dinikmati oleh bangsa Indonesia.
Ketiga, fokus selama ini ketika berbicara mengenai ekonomi syariah adalah pada sektor perbankan dan keuangan syariah. Fakta menunjukkan bahwa posisi aset perbankan syariah baru mencapai angka 5,3 persen dan posisi aset ini relatif stagnan di kisaran 5-6 persen. Untuk itu perlu dilakukan upaya lain, yaitu antara lain penguatan dari sisi demand terhadap produk keuangan syariah.
Di sinilah, pentingnya memperkuat industri halal sebagai ujung tombak penguatan permintaan terhadap produk keuangan syariah, dengan syarat ada proses penguatan industri halal sekaligus integrasi yang kokoh dengan perbankan syariah, sehingga perkembangan industri halal dapat menstimulasi perkembangan perbankan syariah. Kehadiran paket kebijakan ekonomi yang khusus terkait ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi yang efektif.
Berdasarkan tiga argumentasi di atas, maka keberadaan paket khusus pengembangan industri halal menjadi sangat urgen dan mendesak. Inilah bentuk political will pemerintah yang menjadi bukti nyata keberpihakan negara terhadap ekonomi syariah. Sekaligus menunjukkan bahwa ekonomi syariah adalah bagian dari kepentingan nasional yang layak untuk diperjuangkan dan diimplementasikan secara tepat dan efektif. Apalagi kita pun juga telah memiliki KNKS (Komite Nasional Keuangan Syariah) yang diharapkan dapat berperan aktif dalam memperkuat ekonomi dan keuangan syariah di negeri tercinta.
Jangan sampai kita ketinggalan langkah dari negara-negara lain, yang begitu serius menggarap industri halal ini. Dengan potensi besar yang kita miliki, maka sudah saatnya pengembangan industri halal ini menjadi prioritas negara. Paling tidak, dari sisi industri makanan halal dan pariwisata halal kita bisa memulai paket kebijakan ekonomi ini. Potensi kedua sektor ini sangat luar biasa. Dengan penanganan yang tepat, maka keduanya diharapkan dapat memberikan efek multiplier yang sangat besar bagi perekonomian bangsa.
Selain itu, edukasi publik juga perlu untuk terus dilakukan. Tujuannya agar kesadaran untuk mengembangkan industri halal bisa semakin kuat sehingga ini akan mengakselerasi pembangunan industri halal di tanah air. Karena itu penulis berharap agar pemerintah dapat memanfaatkan momentum booming-nya industri halal dunia melalui peluncuran paket-paket kebijakan ekonomi yang dapat memfasilitasi dan mengakselerasi industri halal, minimal agar kita menjadi tuan rumah di negeri sendiri, masuk 10 besar konsumen halal terbesar sekaligus juga masuk menjadi 10 besar produsen halal dunia. Wallaahu a’lam.
*) Kepala Pusat Studi Bisnis dan Ekonomi Syariah (CIBEST) IPB