REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Hadi Saputra
John Blanford berdiri tegak dari bangku di Stasiun Kereta Api sambil melihat ke arah jarum jam, pukul 6 kurang 6 menit. John sedang menunggu seorang gadis yang dekat dalam hatinya tetapi tidak mengenal wajahnya, seorang gadis dengan setangkai bunga mawar.
Lebih dari setahun yang lalu John membaca buku yang dipinjam dari perpustakaan. Rasa ingin tahunya terpancing saat ia melihat coretan tangan halus di buku tersebut. Pemilik terdahulu buku tersebut adalah seorang gadis bernama Hollis Molleon.
Hollis tinggal di New York dan John di Florida. John mencoba menghubungi sang gadis dan mengajaknya untuk saling bersurat. Beberapa hari kemudian, John dikirim ke medan perang, Perang Dunia II. Mereka terus saling menyurati selama hampir satu tahun. Setiap surat seperti layaknya bibit yang jatuh di tanah yang subur dalam hati masing-masing dan jalinan cinta merekapun tumbuh.
John berkali-kali meminta agar Hollis mengirimkan sebuah foto. Tetapi sang gadis selalu menolak. Kata sang gadis ”kalau perasaan cintamu tulus John, bagaimanapun rupaku tidak akan mengubah perasaan itu, kalau saya cantik, selama hidup saya akan bertanya-tanya apakah mungkin perasaanmu itu hanya karena saya cantik saja. Kalau saya biasa-biasa atau cenderung jelek, saya takut kamu akan terus menulis hanya karena kesepian dan tidak ada orang lain lagi dimana kamu bisa mengadu. Jadi sebaiknya kamu tidak usah tahu bagaimana rupa saya. Sekembalinya kamu ke New York nanti kita akan bertemu muka. Pada saat itu kita akan bebas untuk menentukan apa yang akan kita lakukan.”
Mereka berdua membuat janji ketemu di Stasiun pusat di New York pukul 6 sore setelah perang usai. "Kamu akan mengenali saya.. John, karena saya akan menyematkan setangkai bunga mawar merah pada kerah bajuku," kata Nona Hollis.
Pukul 6 kurang 1 menit sang Perwira muda semakin gelisah, tiba-tiba jantungnya hampir copot, dilihatnya seorang gadis yang sangat cantik berbaju hijau lewat di depannya, tubuhnya ramping, rambutnya pirang bergelombang, matanya biru seperti langit, luar biasa cantiknya. Sang Perwira mulai menyusul sang gadis, dia bahkan tidak menghiraukan kenyataan bahwa sang gadis tidak mengenakan bunga mawar seperti yang telah disepakati.
Hanya tinggal satu langkah lagi kemudian John melihat seorang wanita berusia 40 tahun mengenakan sekuntum mawar merah dikerahnya. ”Oo.. itu Hollis!”. Rambutnya sudah mulai beruban dan agak gemuk. Gadis berbaju hijau hampir menghilang. Perasaan sang Perwira mulai terbagi dua. Ingin lari mengejar sang gadis cantik tetapi sisi lain tidak ingin mengkhianati Hollis yang lembut dan telah setia menemaninya selama perang.
Tanpa berpikir panjang, John berjalan menghampiri wanita yang berusia setengah baya itu dan menyapanya. "Nama saya John Blanford, anda tentu saja Nona Hollis, bahagia sekali bisa bertemu dengan anda, maukah anda makan malam bersama saya?".
Sang wanita tersenyum ramah dan berkata, "Anak muda, saya tidak tahu apa artinya semua ini. Tetapi seorang gadis yang berbaju hijau yang baru saja lewat memaksa saya untuk mengenakan bunga mawar ini dan dia mengatakan kalau anda mengajak saya makan, maka saya diminta untuk memberitahu anda bahwa dia menunggu anda di restoran di ujung jalan ini. Katanya semua ini hanya ingin menguji anda.”
Pembaca yang kreatif, kisah ini saya dapatkan ketika saya diminta memberikan testimoni oleh seorang kepala perwakilan salah satu media cetak nasional yang saya kenal cukup lama. Beliau membawakan satu bendel tulisan yang akan dicetak menjadi sebuah buku yang disusun oleh Deassy M. Destiani yang diberi judul ”Bukan Untuk Dibaca!”.
Sungguh saya menghargai kesempatan itu dan langsung memberikan komentar yang positif terhadap isinya. ”Kebahagiaan, kebijaksanaan, dan senyum bergabung menjadi satu di dalamnya. Anda akan mendapatkan banyak makna dan hikmah dari kisah-kisah yang menginspirasi. Buku ini memang bukan sekedar untuk dibaca”. Bisa saja besok anda menemukannya di toko buku.
Pembaca yang kreatif, dari kisah John Blanford dan Hollis Molleon kita mendapatkan pelajaran bahwa janji yang kita sampaikan kepada orang lain ternyata membutuhkan kemantapan hati untuk menepatinya walaupun terkadang godaan atau pengalihannya akan membuat kita bimbang. Belajar melakukannya dengan kesungguhan ternyata membuat kita mendapatkan sesuatu yang tidak terduga yang bisa membahagiakan kita. Sehat dan sukses selalu.