REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Nana Sudiana *)
"Dan Katakanlah : “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan". (QS. At-Taubah [9]: 105).
Dalam kehidupan, tak semua makna terlihat nyata. Apa yang tampak, belum tentu sesuatu yang sepenuhnya nyata dan sebaliknya, apa yang tak tampak belum mesti ia tiada. Begitulah kehidupan mengajarkan kesejatian makna. Jangan pernah terpesona oleh apa yang hanya terlihat mata, karena apa yang tampak nyata, bisa saja nisbi dan tak sebenar-benarnya ada.
Begitulah cara kita dalam memandang kehidupan ini. Pahami, baca lalu renungkanlah atas setiap makna yang ada. Pahami dengan seluruh makna dan kesejatiannya yang mungkin tak terlihat nyata.
Bila suatu ketika kita lihat pohon kurma, sebuah pohon yang tampak kuat ditengah padang pasir yang panas. Bahkan ia juga sanggup bertahan dari hempasan badai dan timbunan pasir yang berat. Begitu kita lihat batang pohonnya, dengan daun-daun yang kehijauan menghias bagian atasnya kita langsung berdecak kagum. Kok bisa ya, ada pohon sehebat itu. Mampu tumbuh, bahkan menghasilkan buah yang manis, walau tak tampak ada air atau hujan yang menyiraminya. Ia tetap hijau, menjadi naungan orang-orang hingga binatang yang ada dibawahnya ketika matahari seakan memanggang bumi.
Kita kagum pada pohonnya, dan kadang kita lupa akan kehebatan akar dari pohon kurma ini. Sebagaimana kita tahu, akar pohon kurma begitu dalam dan mengunjam bumi. Akar ini bisa tertanam dan tumbuh hingga puluhan bahkan ratusan meter ke dalam tanah hingga menemukan sumber air.
Menanam kurma di gurun pasir memang unik. Biji kurma yang akan ditanam sengaja dibenamkan ke dalam tanah hingga dua sampai tiga meter. Lalu timbunan tanah ini ditutup dengan bebatuan. Tunas pohon kurma memang tak sebentar tumbuhnya, bahkan bisa berbulan-bulan. Ia seolah diam tak bergerak. Seakan senyap, tak ada tanda-tanda kehidupan atau harapan baru dari tanaman baru yang akan lahir di bumi.
Benarkah demikian? Benarkah biji kurma yang ditimbun dikedalaman pasir lalu ditumpuk dengan batu-batu akan kehilangan energinya untuk hidup?. Ternyata jawabannya sama sekali tidak. Biji pohon kurma yang tampak lemah ketika dibenamkan di kedalaman tanah ternyata hidup dan terus berjuang merintis takdirnya. Ia tak segera tergoda menembus bumi dan mengatasi rintangan batu-batu yang menimbunnya. Ia justru tahu darimana ia harus mulai bergerak dan melangkah pasti.
Perlahan biji kurma ini mengeluarkan akarnya. Hari demi hari ia akan terus tingkatkan tanpa kenal lelah. Akar yang awalnya kecil dan seolah lemah ini terus berproses menghunjam ke kedalaman tanah, mencari sumber air walau seberapapun dalamnya. Ketika belum menemukan sumber air, maka akar ini akan terus bergerak pasti. Menembus lapis demi lapis tanah yang kadang berbeda kepadatannya. Tak peduli berapa lama ia akan terus mencari, maka ia akan terus menjelajahi kedalaman bumi. Makanya, setiap biji kurma yang sama-sama ditanam tak akan sama muncul tunasnya, karena memang prosesnya berbeda-beda.
Nah, begitu si akar kurma ini menemukan sumber air di dalam tanah, maka mulailah biji kurma melakukan strategi kedua. Ia secara perlahan mulai menumbuhkan tunasnya. Awalnya kecil dan mungkin tak berarti. Namun, seiring waktu, tunas ini akan terus tumbuh perlaham. Lapisan demi lapisan rintangan tanah dan pasir yang menutupinya akan ia tembus perlahan. Bahkan batu pun ia terjang dan ia terobos. Ada begitu besar energi yang dimiliki tunas kurma baru ini untuk tumbuh dan menjadi bagian permukaan bumi.
Tunas kurma tak takut apapun, ia berjuang menuju kehidupan sebenarnya di alam permukaan. Panas yang bisa menggosongkan, pasir yang akan menimbun serta ancaman angin yang sewaktu-waktu bisa membadai dan meluluhlantakan apapun yang ada dipermukaan tak menyurutkan sedikitpun harapan dan cita-cita tunas kurma yang baru ini. Ia bergerak ke atas tak banyak tujuannya, ia hanya perlu hidup dan menuntaskan takdirnya sebagai pohon kurma yang akan menggenapi elemen alam yang Allah takdirkan.
Bertumbuh dan bergeraklah
Pohon Kurma yang tumbuh di tengah gurun sejatinya menandakan adanya sebuah kehidupan. Pun ia memberikan sebuah pertanda bahwa di bawahnya ada air. Bagi mereka yang tersesat di gurun pasir, pohon kurma ini juga adalah pohon harapan. Artinya, bagi mereka yang tersesat masih ada harapan hidup untuk melanjutkan perjalanan hingga ke tempat tujuan. Harapan hidup ketika melihat pohon kurma ini tak lain bahwa dengan adanya pohon kurma, berarti ada kemungkinan tersedianya makanan dan minuman, seperti buah kurma dan air.
Dalam kesejatian hidup, kita tak cukup hanya bisa bertumbuh. Karena ternyata untuk sekedar tumbuh, binatang dan pohon-pohon pun bisa melakukannya, bahkan pohon kurma mampu tumbuh dengan segala kehebatannya. Kita sebagai manusia, harus bisa bertumbuh dan bergerak. Bergerak untuk apa?. Tiada lain bergerak untuk kebaikan. Apapun bentuknya dan seberapapun kecilnya, semua manusia yang baik harus bertumbuh dan bergerak menebarkan kebaikan di bagian-bagian bumi yang ia datangi.
Bila kita lihat arti kata "bergerak", ternyata dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), definisi "bergerak" adalah : (1). Berpindah dari tempat atau kedudukan (tidak diam saja) dan ; (2) (Mulai) melakukan suatu usaha; mengadakan aksi; berusaha giat (dalam lapangan politik, sosial).
Dari penjelasan tadi berarti setiap orang yang ingin dirinya punya kontribusi kebaikan, maka ia harus berjuang menembus berbagai keterbatasan dan rintangan untuk berpindah tempat atau kedudukan dalam rangka menebar kebaikan di bumi. Tak peduli seberapapun lama dan susahnya ia menghasilkan kebaikan, ia harus menjadi bagian semesta gerakan kebaikan.
Memaknai sebuah pergerakan memang pada awalnya terlihat abstrak, seakan tak nyata dan tak terhubung satu sama lain. Namun faktanya, setiap gerakan atau aktivitas kebaikan, biasanya bermula dari sebuah kebaikan sebelumnya. Kebaikan laksana lingkaran, berputar dari satu titik ke titik lain yang seolah terpisah, namun ternyata semuanya terhubung pada bagian ujungnya. Kebaikan akan berbuah kebaikan. Ia seakan virus, akan menular pada mereka yang sungguh-sungguh berbuat baik, dengan atau tanpa dilihat manusia lainnya.
Saat yang sama, ternyata di luar lingkaran kebaikan yang terjadi, ada pula gerakan sebaliknya, sebuah gerakan yang merusak kebaikan, bahkan mampu secara perlahan menciptakan kerusakan-kerusakan sendi-ssndi kebaikan yang sebelumnya tersemai massif di tengah kehidupan. Gerakan ketidakbaikan yang merusak ini juga hadir memenuhi sudut-sudut bumi dan terus memperbesarnya dengan mengajak semakin banyak pihak menjadi bagiannya. Bila kita tak secara kasat mata menemukan mereka, sungguh itu tak berarti mereka tak ada. Mereka terus bergerak seolah angin menjelajah malam, mengisi ruang-ruang yang ada dengan nilai-nilai kerusakan.
Jangan pernah remehkan gerakan ketidakbaikan. Ia jauh lebih masaif, sistemik dan didukung dengan sumberdaya manusia yang luar biasa. Belum lagi adanya bantuan dari prajurit setan dan jin yang sukanya menggoda manusia dan berusaha terus membelokan arah kebaikan yang Allah SWT telah gariskan dalam Alquran dan hadis Nabi SAW.
Untuk bisa terus bergerak dalam lansekap kebaikan, kita semua butuh kesabaran yang terus dijaga dan ditingkatkan, disamping tentu saja ilmu dan keterampilan yang memadai. Untuk apa semua ini?. Tak lain agar setiap gerakan kebaikan yang kita lakukan bisa sesuai dengan cara dan jaman-nya serta efisien dalam menuju hasilnya. Setiap orang yang mengaku bagian gerakan kebaikan harus rela pula menempati posisi apapun dalam gerakan kebaikan ini. Tak boleh ada egoisme atau kesombongan dalam penataan gerakan kebaikan. Soliditas gerakan menjadi salah satu kunci keberhasilan gerakan kebaikan dalam menata aktivitasnya menuju cita-citanya yang mulia.
Dalam terus bergerak menjadi bagian dinamika kebaikan di negeri ini, setidaknya kita perlu menjaga lima hal dalam diri kita agar terus kuat dan tak terlempar keluar lingkaran kebaikan. Kelimanya secara singkat begini penjelasannya :
Pertama, Iltizam. Iltizam ini artinya konsekuen. Konsekuen dalam menjalankan kebaikan. Maksudnya, seseorang yang dengan sadar memilih jalan kebaikan, ia harus terus menjalaninya dan tidak putus di tengah jalan. Sikap iltizam ini lebih dicintai oleh Allah SWT daripada yang beramal namun sesekali saja. Iltizam juga menjadi bagian penting dimana seseorang akan berdiri di tengah gerakan. Ia bukan hanya akan berdiri sebagai pilar terdepan kebaikan, namun juga tak sulit sama sekali untuk berkorban apapun demi pilihan yang ia pegang dan yakini.
Terkait Iltizam ini, disebutkan dalam hadits dari Aisyah Radhiyallahu ’Anha, beliau mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda : "Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit". Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya.
Masih dalam kaitan iltizam, Imam An Nawawi rahimahullah mengatakan : "Ketahuilah bahwa amalan yang sedikit namun konsekuen dilakukan, itu lebih baik dari amalan yang banyak namun cuma sesekali saja dilakukan. Ingatlah bahwa amalan sedikit yang rutin dilakukan akan melanggengkan amalan ketaatan, dzikir, pendekatan diri pada Allah, niat dan keikhlasan dalam beramal, juga akan membuat amalan tersebut diterima oleh Sang Kholiq Subhanahu wa Ta’ala. Amalan sedikit namun konsekuen dilakukan akan memberikan ganjaran yang besar dan berlipat dibandingkan dengan amalan yang sedikit namun sesekali saja dilakukan".
Kedua, Istiqamah. Istiqomah ini merupakan bagian penting ketika kita ingin terus langgeng dalam gerakan kebaikan. Tanpa kekuatan istiqomah, seseorang akan mudah goyah dan terombang-ambing dalam sejumlah keraguan, baik ketika melangkah maupun ketika ia harus melakukan sesuatu yang strategis bagi umat dan bangsa.
Betapa berbahaya bila para pemimpin atau orang-orang penting di gerakan kebaikan justru tak punya ketetapan hati dan berjiwa kecil atau pengecut. Gerakan kebaikan butuh orang-orang yang teguh dalam keyakinan dan kuat dalam memegang keyakinannya tadi. Tak mudah gentar, apalagi takut dengan bayang-bayang yang tak jelas adanya.
Istiqomah ini telah menjadi sesuatu yang prinsip dalam gerakan kebaikan yang akan dilakukan dalam kehidupan di dunia. Dalam sebuah hadis diriwayatkan bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alahi Wasallam, “Apakah pegangan hidup yang tidak akan dilepaskannya dan dia tidak perlu bertanya lagi?” Beliau menjawab : "Katakanlah : Aku beriman kepada Allah kemudian tetap teguhlah pada pendirian itu" (H.R. Ahmad).
Ternyata salah satu pilar keistiqomahan ini berangkat dari sisi keimanan. Semakin baik imannya, semakin bersih pemahaman hidupnya dalam soal menuju masa depannya, maka Insya Allah semakin istiqamah ia di jalan kebaikan. Ia tak segan menjadi bagian apapun dalam gerakan kebaikan. Orang-orang yang memiliki keistiqomahan yang kuat juga, akan terbiasa bekerja keras, bersungguh-sungguh dalam merealisasikan sesuatu dan berjuang dengan segenap tenaga dalam rangka menjalankan kebaikan yang dicita-citakan.
Lalu, apakah istiqomah itu mudah?, ternyata jawabnya tak mudah. Istiqamah di jalan kebaikan tidaklah ringan untuk dijalani. Dan begitu seseorang masuk ke jalan menuju keistiqomahan, ternyata di dalamnya terdapat sejumlah cobaan yang akan menguji kesungguhan tekad yang telah digelorakan.
Untuk terus istiqomah dalam gerakan kebaikan di kehidupan ini, harus ada kesiapan dalam melangkah. Rintangan dan godaan untuk melepas keistiqomahan cukup banyak menghadang. Belum lagi Cobaan yang berupa rayuan hawa nafsu. Agar terjaga kekuatan istiqomah ini dalam diri seseorang ia bahkan harus rela mengalirkan keringat, air mata bahkan darah.
Ketiga, meningkatkan keyakinan akan adanya akhirat dan balasannya. Ini soal yang abstrak. Karena keyakinan tak bisa dilihat dan diraba, walau sesungguhnya ia ada dan bersemayam dalam jiwa. Untuk bisa memiliki keteguhan akan keyakinan adanya akhirat dan balasannya, maka kita harus mempercayai bahwa setiap amal kebaikan kita pasti memiliki balasan tersendiri sebagaimana yang Allah janjikan di berbagai ayat dan hadis-hadis Nabi-Nya.
Keyakinan ini bila terus ditumbuhkan, akan mengalahkan godaan untuk mundur dari jalan kebaikan. Keyakinan ini juga akan menguatkan kita, ketika begitu hebat tekanan dan hambatan datang menghadang langkah. Godaan untuk mulai futur dan ingin kembali ke masa lalu yang tak sepenuhnya baik mungkin sesekali timbul.
Namun ia akan hilang dengan sendirinya begitu kita mengingat akhirat dan balasannya. Ingat pula bagaimana bila kita masih menyisakan kemaksiatan dalam langkah kehidupan saat ini, tentu akan mendatangkan balasan keburukan yang akan kita terima nanti di akhirat. Apabila itu terlalu menakutkan, maka cukuplah ingat bahwa Allah akan memberikan balasan besar bagi orang-orang yang mau meninggalkan kemaksiatan karena Allah SWT.
Keempat, mari senantiasa memberikan kemanfaatan. Kebaikan tak cukup sebatas kata-kata. Ia harus mewujud dalam amal yang nyata di tengah kehidupan manusia. Menjasi baik juga ternyata tak hanya untuk dinikmati sendiri. Ia juga harus dengan bermanfaat bagi orang di sekitar kita. Bila fokus baik kita hanya untuk diri sendiri, itu namanya egois. Mementingkan diri dan tak peduli orang lainnya yang ada di sekitar kita.
Sikap mendiamkan lingkungan sekitar kita berkubang dalam ketidakbaikan, seakan kita membiarkan kegelapan melingkupi masyarakat. Bila itu yang kita pilih, maka sama artinya kita membiarkan saudara seiman kita berada dalam kesulitan, baik dunia maupun akhirat.
Jadi cara mensyukuri kebaikan yang Allah anugerahkan pada diri kita adalah justru dengan membaginya pada semakin banyak orang yang juga memerlukannya. Kebaikan, sedikit atau banyak harus terus dilakukan, agar juga menggerakan masyarakat untuk membangun iklim yang juga bernuansa kebaikan.
Jangan karena alasan ketidakmampuan atau adanya keterbatasan lantas kita menyerah kalah dan menjadi penonton dilingkungan sekitar tanpa berbuat apapun. Kita punya akal, punya tangan dan juga kaki, ada kata dan juga tenaga yang bisa diberikan menjadi bagian pengubah masyarakat agar bisa lebih baik.
Bila saat ini kita belum jadi cahaya yang memandu arah kebaikan, cukuplah kita memilih bukan menjadi kegelapan, yang menjauhkan orang-orang dari kebenaran dan kejayaan. Bila saat ini kita belum punya kekuatan besar menggerakan sebuah kebaikan, maka jadilah noktah putih yang menghalangi noda kegelapan.
Noktah putih mungkin tak popular ditengah begitu luas kebaikan yang akan dilukiskan, namun percayalah, setiap peran akan ada kemanfaatannya masing-masing. Noktah putih, walau mungkin tak dikenal di tengah kanvas kehidupan, ia terus hidup menjaga titik hitam yak muncul dan menjadi jelaga. Sekecil apapun kebaikan, ia akan tetap berguna bagi alam dan masa depan.
Ingat teori 'butterfly effect'-nya Edward Norton Lorenz, ia dilukiskan dengan sebuah kepakan kecil kupu-kupu di hutan belantara Brazil, ternyata secara teori dapat menghasilkan tornado di Texas beberapa bulan kemudian. Jelas ini menunjukan betapa sesuatu yang sekakan kecil dan tak berharga, tapi kadang bisa menyebabkan sesuatu yang dahsyat dan serius bagi kehidupan manusia di masa depan.
Kelima, bergaul dengan orang-orang shalih. Orang-orang shalih adalah inspirasi dan juga sumber energi dari gerakan kebaikan. Ia bukan hanya akan memicu kebaikan hingga maksimal, namun juga mampu melipatgandakan kebaikan itu hingga jauh dan bahkan melewati batas waktu dan peradaban.
Dalam konteks ini, Allah SWT menyatakan dalam Alquran bahwa salah satu sebab utama yang membantu untuk saling menguatkan seseorang dalam menjalani kebaikan demi kebaikan secara terus menerus adalah adanya sahabat-sahabat atau kawan yang termasuk orang-orang shalih.
Bergaul dan menjadi bagian aktivitas orang-orang shalih akan menguatkan tekad untuk senantiasa baik dan menjaga kebaikan diri. Bersama orang-orang baik dan shalih juga akan mendatangkan kebaikan, karena mereka tak segan menasehati dan memberikan perhatian terus menerus untuk manjaga diri senantiasa dalam kebaikan.
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar(jujur) (QS. At Taubah (9) : 119).
Wallahu'alam bishowwab.
Ditulis menjelang Maghrib pada Jum'at, 6 Oktober 2017 di Ruang Tunggu Terminal 2F, Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.
*) Direktur Kemitraan Pos Keadilan Peduli Ummat (PKPU)