Kamis 19 Oct 2017 18:18 WIB
Tanggapan Atas Adanya “Ketegangan” Antarelemen Umat Islam

Waspadai Upaya Adu Domba Terhadap Elemen Islam

Ustaz Bachtiar Nasir
Foto: Republika/Agung Supriyono
Ustaz Bachtiar Nasir

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh : Achmad Fathoni *)

Pembukaan Musabaqah Tilawatil Qur’an Tingkat Kota Cirebon akan digelar Kamis 19 Oktober 2017 yang dijadwalkan memberi taushiyah adalah Ustadz Bachtiar Nashir. Semua persiapan tampaknya telah panitia rampungkan dan telah beredar poster akan hadirnya Ustadz Bahtiar Nasir di Pembukaan MTQ Tingkat Kota Cirebon.

Namun, belakangan muncul penolakan yang datangnya dari PCNU Kota Cirebon dalam rilis surat yang ditujukan ke Kapolres Cirebon. Isi surat itu menyatakan penolakan terhadap Ustadz Bahtiar Nashir (UBN) dengan alasan UBN selalu memberikan taushiyah yang tidak meyejukkan bahkan cenderung melukai perasaan sebagian warga Indonesia dan menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat.

Dalam rilis tersebut juga disampaikan, jika tetap diizinkan UBN menyampaikan taushiyah di acara MTQ, maka akan ada gerakan massa penolakan yang membuat daerah tidak kondusif. Atas penolakan tersebut muncul surat dari Pemkot Kota Cirebon yang membatalkan agenda taushiyah UBN di acara MTQ Kota Cirebon (http://sangpencerah.id/2017/10/pcnu-menolak-ustadz-bahtiar-nashir-tausiyah-di-mtq-cirebon/).

   

Memang publik patut menyayangkan adanya “ketegangan” antara elemen umat Islam dengan salah satu tokoh Islam tersebut. Karena hal itu bisa menorehkan luka lama di tengah-tengah umat Islam. Yang selama ini mulai terpupus dengan adanya semangat mewujudkan ukhuwah Islamiyah di antara seluruh elemen umat Islam dalam merespons berbagai isu penting yang menyangkut kepentingan Islam dan kaum muslimin.

Semangat itu, tampak saat momen Aksi Bela Islam 1, 2, 3, dan 4 bahkan yang terakhir adanya Aksi 299 yang mengangkat isu “Tolak Kebangkitan PKI” dan “Tolak Perrpu Ormas”, yang tentu saja melibatkan ratusan ribu bahkan jutaan kaum muslimin dari berbagai elemen umat Islam. Seharusnya, semangat ukhuwah itulah yang harus dijaga oleh semua komponen umat Islam. Jangan sampai ukhuwah yang mulai tumbuh ini “dinodai” oleh kesalahpahaman yang seharusnya bisa diselesaikan secara arif dan bijaksaana. Menjauhkan sikap arogan dan menegasikan pihak lain yang sejatinya sesama elemen bangsa yang menginginkan persatuan dan perdamain serta kebaikan bagi kemajuan negeri ini.

   

Semua komponen umat Islam, para ulama, dan umara’ seharusnya meneladani sikap Ulama’ terkemuka kita, Hadharutusy Syaikh Hasyim Asy’ari, Sang Pendiri NU, saat merespons adanya benih-benih “ketegangan” di tengah-tengah elemen umat Islam di masa itu. Ketika muncul pertentangan sesama tokoh Islam akibat perbedaan pendapat tentang madzhab, beliau menulis surat terbuka bertajuk Al-Mawaizh yang dibacakan pada Muktamar NU ke XI di Banjarmasin tahun 1935, lalu disebarluaskan kepada seluruh ulama’ di Indonesia.

Isinya adalah anjuran untuk ishlah, meninggalkan fanatisme buta dan mengesampingkan perbedaan pendapat dalam hal-hal yang tidak prinsip guna menghindari perpecahan yang merugikan umat Islam sendiri. Menurut beliau, bila umat Islam pecah, maka yang diuntungkan adalah orang lain, terutama kaum penjajah, yang ingin menancapkan kukunya di bumi pertiwi.

Terkesan oleh isi surat tersebut, maka pada tahun 1959, Haji abdul Malik Karim Amrullah yang akrab disapa Buya Hamka, menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia untuk disebarluaskan melalui majalah Panji Masyarakat. Begitulah teladan dari para ulama pendahulu kita yang sangat arif dan bijaksana dalam menyikapi perbedaan di tengah-tengah kaum muslimin.

    

Oleh karena itu, umat Islam harus mawas diri dan waspada terhadap upaya para pendengki Islam untuk memecah belah kaum muslimin. Pada tahun 2003, lembaga think-tank (gudang pemikikr) Amerika Serikat, yakni Rand Corporation, mengeluarkan sebuah kajian teknis yang berjudul “Civil Democratic Islam”.

Secara terbuka mereka membagi umat Islam menjadi empat kelompok yaitu fundamentalis, tradisionalis, modernis, dan sekularis. Setelah dilakukan pengelompokan atas umat Islam, langkah berikutnya yang mereka lakukan adalah melakukan politik “belah bambu”, dengan mendukung satu pihak dan menjatuhkan serta membenturkan antar kelompok Islam.

Begitulah upaya para pendengki Islam yang dengan sungguh-sungguh siang dan malam tanpa henti senantiasa melakukan upaya “devide ad impera” terhadap umat Islam. Tujuannya jelas yaitu agar umat Islam lemah, seperti buih di lautan meski jumlahnya banyak, namun hanya sebagai objek kerakusan tanpa mempunyai kekuatan yang berarti di hadapan para pendengki Islam.

    

Solusi tuntas agar umat Islam terhindar dari perpecahan dan permusuhan internal umat Islam, antara lain. Pertama, dimulai dari meluruskan keyakinan dan memurnikan pemikiran dari berbagai unsur perusak, semisal keyakinan dan pemikiran jahiliyah yang mengunggulkan ikatan-ikatan lain di atas ikatan akidah Islamiyah.

Kedua, berpijak pada konsep asas keimanan. Dari asas yang jernih mengakar kokoh dalam jiwa seorang mukmin, akan tumbuh buah manis ukhuwah Islamiyah yang mendorong kepeduliannyaterhadap mukmin lainnya, jauh melampaui sekat-sekat ‘ashabiyah. Ukhuwah ini harus dipupuk dengan ilmu dan amal, mengikuti pembinaan Islam, dan riyadhah berdakwah untuk menumbuhkan kepedulian. Ketiga, mewujudkan kaum muslim di bawah satu panji kepemimpinanIslam, berpegang teguh di atas tali DinuLlah yang kokoh dengan menerapankan Islam kaffah dalam kehidupan, membentuk masyarakat Islam yang satu pemikiran satu perasaan, satu sistem hukum yakni Islam. Wallahu a’lam.

*)  Direktur el-Harokah Research Center

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement