Ahad 22 Oct 2017 09:16 WIB

Yang Panik Mendengar Kata Pribumi

Pribumi yang menjadi 'bedinde' (pembantu) di sebuah rumah tangga milik orang Belanda, pada tahun 1900.
Foto: Gahetna.nl
Pribumi yang menjadi 'bedinde' (pembantu) di sebuah rumah tangga milik orang Belanda, pada tahun 1900.

Oleh: Batara R. Hutagalung

Kata pribumi ini kelihatannya membuat gempar dan menimbulkan panik pada sejumlah orang yang tidak mau melihat konteksnya.

Konon puluhan ribu, bahkan mungkin ratusan ribu komentar di berbagai media sosial yang mengecam kata ’pribumi’ yang diucapkan oleh Anies Baswedan.

Bahkan ada yang langsung menuntut Anies Baswedan dengan tuduhan melanggar Instruksi Presiden Habibie Nomor 26 Tahun 1998. Meski  belum jelas apakah sebenarnya belum jelas apakah Inpres tersebut dikeluarkan setelah melalui kajian berbagai aspek,seperti kajian sejarah, budaya, sosial dan dari aspek kedaulatan bangsa dan negara.

Konon  Jusuf Hamka (Kepala Suku Muslim Tionghoa Indonesia) termasuk yang mengusulkan kepada Presiden Habibie tahun 1998 agar penggunaan  istilah  pribumi dan non pribumi  dilarang.

Menjelang Pilkada DKI, hari Minggu tanggal 9 April 2017 di rakyat merdeka online ((rmol) dimuat berita dengan judul: Surat Terbuka Tokoh Muslim Tionghoa: Bisa Dipahami Keinginan Lieus Dipanggil "Si Cina", di mana Jusuf Hamka sendiri beberapa kali menggunakan kata PRIBUMI.

Seolah tidak menghiraukan adanya Inpres Nr. 26 Tahun 1998, penggunaan kata PRIBUMI berlanjut terus. Selain dalam tulisan-tulisan, juga ada yang mendirikan GERAKAN PRIBUMI INDONESIA (GEPRINDO) yang terdaftar sebagai Badan Hukum.. Bahkan ada yang mendirikan PARTAI PRIBOEMI.

Pada 18  Januari 2017 Menteri KKP Susi Pujiastuti menyatakan akan membantu Pengusaha PRIBUMI melalui affirmative policy.

(Kutipan) Susi mengatakan, kebijakan ini didasarkan pada komitmen pemerintah untuk memperbaiki ketimpangan ekonomi yang terjadi di Indonesia.Susi menyebutkan, saat ini 53 persen tanah negara dikuasai oleh rasio 0,0003 penduduk Indonesia.Menurutnya, satu korporasi besar non pribumi bisa menguasai hingga 12-20 juta hektar tanah negara.

Yang terbaru, yaitu tanggal 27 September 2017 di Padang, Presiden RI ke 5 Megawati Sukarnoputri dalam orasinya dua kali menyebut kata PRIBUMI.

Artikel saya yang dimuat di sebuah media on line pun mengenai Tentara Nasional Indonesia berjudul TNI Lahir Dari Perjuangan PRIBUMI Mempertahankan Kemerdekaan.

Semua tulisan dan ucapan kata PRIBUMI tersebut tidak pernah ada yang mempermasalahkan, meributkan, apalagi menggugat ke pengadilan dengan tuduhan bahwa menyebut kata PRIBUMI telah melanggar Inpres Nr. 26 Tahun 1998.

Maka menjadi tandatanya besar, mengapa ketika Gubernur DKI Anies Baswedan, tiga pekan setelah ucapan mantan Presiden Megawati, mengatakan bahwa di zaman kolonialisme PRIBUMI ditindas, telah membuat gempar dan seperti timbul kepanikan pada sejumlah orang.

Kita telusuri sejarah kolonialisme Belanda, apakah benar ucapan Anies Baswedan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement