REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Edi Setiawan *)
Persoalan umat yang paling mendesak terlihat dari kesenjangan ditandai dengan tingkat rasio gini yang masih cukup tinggi yaitu di angka 0,39 persen, angka ini menunjukan akan ketidakberdayaan negara dalam memangkas kesenjangan sosial. Angka ini menurun 0,02 persen dibandingkan posisi Maret 2015 yang sebesar 0,41, tapi pertumbuhan yang condong lebih memberikan manfaat kepada kelompok menengah ke atas.
Kesenjangan sosial menjadi entitas dari rapuhkan ekonomi umat. Apalagi selepas krisis ekonomi 1998 dan keruntuhan Orde Baru, kekuatan ekonomi umat Islam semakin lemah hingga tindak mampu menguasai pusa-pusat perdagangan. Saat ini Indonesia berada pada titik darurat ketimpangan. Fakta lain bahwa umat Islam Indonesia itu jumlahnya 87 persen total penduduk Indonesia. Tapi hanya menguasai 12 persen total ekonomi Indonesia. Data yang mengejutkan yang mengatakan bahwa umat Muslim Indonesia yang mayoritas dalam jumlah, ternyata hanya menguasai 12 persen ekonomi.
Umat Muslim masih menganggap urusan ekonomi dan bisnis bukan yang utama. Hal ini menyebabkan ketertinggalan di bidang ekonomi dibanding umat agama lain. Salah satu indikator dalam bidang ekonomi tentang keterpurukan umat Islam adalah data tentang kepemilikan aset nasional. Penguasaan aset nasional umat Muslim didapat sebagin besar bukan hasil pembelian melainkan penguasaan itu kebanyakan karena pemberian negara. Hanya satu persen rakyat Indonesia menguasai 50 persen aset nasional. Sudah menjadi rahasia umum bahwa di antara satu persen itu mayoritas mutlak bukanlah warga negara Indonesia yang beragama Islam.
Di sisi lain, penguasaan sumber daya alam masih lemah hal ini diakibatkan dari tingkat pendidikan dan penguasaan IPTEK umat Muslim rendah. Pada gilirannya ini membuat inovasi dan entrepreneurship juga rendah. Faktor lainnya, keberpihakan regulasi pemerintah dan kekuatan modal global kurang berpihak kepada umat Islam. Faktanya bisa dilihat akses ke sumber dana di perbankan, teknologi, infrastruktur, dan informasi pembangunan serta bisnis usaha, umat muslim belum tersentuh.
Salah satu solusinya, umat Islam mau tidak mau harus meningkatkan iman taqwa kepada Allah. Hal Ini dibarengi dengan peningkatan tingkat pendidikan, IPTEK, kreativitas, inovasi, dan entrepreneurship. Sayangnya keberpihakan akan ekonomi umat hanya isapan jempol belaka. Kalangan pengusaha Muslim tak mampu menjadi bagian dari bagian dari solusi (problem solving) melainkan bagian dari masalah (part problem).
Kesenjangan antara pelaku usaha di Indonesia masih terlalu besar. Pelaku UKM yang merupakan mayoritas, hanya menguasai aset yang begitu kecil. Sebaliknya, usaha besar yang minoritas, justru menguasai hampir seluruh aset swasta nasional. Perlu penataaan kembali atau redistribusi aset untuk memperkecil kesenjangan ini. Di sinilah perlu adanya koperasi dan UKM incorpirated, artinya harus ditangani bersama dalam satu koordinasi, agar hasilnya bisa maksimal. Apalagi di era sekarang ini, dimana pelaku usaha dituntut harus lari ke pasar secara digital.
Pemerintah telah memberikan paket kebijakan ekonomi sampai jilid XIV yang memberikan kemudahan berusaha. Pemerintah perlu memberikan asupan gizi akan peran koperasi dan UMKM dalam postur ekonom nasional. mendorong tumbuh kembangnya Koperasi dan UKM di Tanah Air. Sektor usaha ini dianggap sebagai salah satu solusi untuk mengatasi kesenjangan ekonomi masyarakat. Salah satu teladan koperasi syariah (BMT) UGT Sidogiri Pasuruan Jawa Timur yang membukukan aset sebesar Rp 1,8 triliun tahun lalu wajib jadi teladan bagi koperasi syariah lainnya.
Peningkatan koperasi syariah berperan penting penumbuhan dan kemandirian UMKM di Indonesia sebagai soko guru ekonomi nasional. Salah satu caranya dengan berperan aktif dalam penguatan fasilitas permodalan dan jaringan lembaga keuangan mikro syariah melalui kerja sama perbankan dan keuangan syariah dunia Islam.
Dengan hadirnya BMT dan koperasi syariah di Indonesia menjadi telaga akan keberlangsungan pengusaha baru Muslim handal sehingga mampu bersinergi dengan pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan kesenjangan ekonomi. Tidak hanya itu, mampu membangun jejaring yang saling menguntungkan antara kelompok-kelompok ekonomi mikro, kecil, maupun menengah dengan kelompok ekonomi yang besar.
Sehingga seluruh elemen bangsa bisa menggerakan ekonomi umat yang mampu membangun networking atau jejaring sinergis yang saling menguntungkan antara elemen-elemen bangsa di kelompok-kelompok ekonomi umat. Pentingnya kesejajaran antar eleman usaha kecil dan besar. Perlunya saling mengayuh usaha kecil kepada usaha besar. Keberadaan umat Islam di Indonesia harus didorong pada penguatan kapasitas kemapanan ekonomi.
Karenanya, umat Islam sebagai bagian terbesar dari bangsa ini memiliki tanggung jawab yang besar pula untuk memperbaiki ekonomi nasional. Bagi umat Islam seharusnya paham dan sadar, bahwa sebetulnya ajaran Islam sangat concern dalam pengentasan kemiskinan, karena dalam Islam ada asas pemerataan dan prinsip pemberdayaan dengan zakat, infaq, dan shadaqah. Islam memberikan solusi agar terjadi keseimbangan, meminimalisasi diskriminasi dan ketimpangan sosial.
*) Ekonom Muhammadiyah dan Dosen FEB UHAMKA