REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nana Sudiana *)
Situasi dunia zakat senantiasa dinamis. Terus bergerak walau dipermukaan tampak diam tak ada gelombang berarti. Tak ramai juga dengan berbagai isu yang muncul dan berkembang, walaupun begitu, sebenarnya secara diam, hampir seluruh lembaga yang ada terus berkonsolidasi menuju perbaikan organisasi. Meminjam istilah populer yang kini viral di sosial media, yakni istilah "Kids Jaman Now", maka ada juga kesamaan situasi amil zakat yang ada barangkali dengan istilah tadi, sehingga selayaknya istilah tersebut menjadi "Amil Zakat Jaman Now".
Kalimat "Kids Jaman Now" awalnya muncul di akun palsu yang memakai nama Kak Seto, lalu viral dan akhirnya booming. Kalimat ini menunjukan bukan semata ada kesalahan dari penulisannya, yakni kata "zaman" yang ditulis secara salah menjadi "jaman". Di luar kesalahan tadi, ternyata kalimat ini pula secara instan mencampur bahasa Inggris dengan bahasa Indonesia.
Kekacauan tulisan tadi diyakini banyak pihak saat ini mencerminkan kekacauan berpikir dan berperilaku anak jaman sekarang. Anak-anak kecil pacaran, penyalahgunaan obat-obatan, serta pergaulan yang tanpa batas mencerminkan betapa ada yang "kebablasan" dengan generasi muda sekarang. Semua itu mewakili sebuah fenomena "Kids Jaman Now" yang berarti anak muda zaman sekarang alias anak muda kekinian.
Generasi anak muda yang termasuk "Kids Jaman Now" ini ternyata menurut perkiraan kependudukan akan mengisi komposisi jumlah penduduk yang signifikan pada kisaran tahun 2030-2035. Masa yang disebut sebagai momentum bonus kependudukan ini, akan banyak diisi dengan wajah-wajah generasi tadi yang juga disebut generasi millenials. Mau tidak mau, generasi inilah yang akan mencerminkan wajah penduduk Indonesia 15 hingga 20 tahun mendatang. Posisi-posisi kunci di pemerintahan, teknokrat, dunia bisnis dan apa saja posisi saat itu akan juga kemungkinan berasal dari generasi millenials ini.
Di balik segala kekurangan generasi millenials yang ada, Mereka tetap penting dan strategis bagi perjalanan bangsa ini. Kelemahan generasi ini memang tak sedikit, namun ada pula kelebihan dan keunggulan mereka. Generasi mereka ini, yang kebanyakan dibesarkan dengan mouse di tangan kanan dan smart-phone di tangan kiri adalah generasi kreatif. Mereka telah berubah dari generasi sebelumnya. Mereka juga ternyata memiliki pendekatan yang berbeda dalam menjalani kehidupan. Apalagi dalam pekerjaan, pergaulan serta cara berpendapat.
Lalu, bagaimana dengan dunia amil zakat saat ini. Apakah normal-normal saja atau terkena juga imbas perubahan zaman sehingga ikut-ikutan terdampak gelombang zaman yang kadang arahnya tak linear dan hanya melaju ke depan. Zaman terus berubah, dunia zakatpun tak bisa menghindar sepenuhnya dari situasi yang kadang tak serba pasti.
Selamat datang era disruption
Dunia zakat dalam perkembangannya terus mengalami dinamika. Dinamika ini selain dari faktor internal yang mendorongnya, juga timbul dari situasi eksternal yang ada di lingkungan dunia zakat berada. Selain situasi ekonomi masyarakat, sisi eksternal lainnya yang mempengaruhi dunia zakat adalah sisi consumer-nya sendiri. Tentu saja sisi consumer dunia zakat tak lain salah satunya adalah muzaki. Ia menjadi faktor penting yang ikut mempengaruhi kondisi pertumbuhan organisasi pengelola zakat.
Muzaki dunia zakat terus bertumbuh. Meningkat jumlahnya dan semakin beragam kondisinya. Kini, muzaki relatif semakin muda dari sisi umur dan semakin menyebar bukan hanya mereka yang berkategori sudah mapan saja secara ekonomi. Muzaki juga mulai dimasuki kalangan anak muda yang baru masuk ke dalam kelas menengah muslim Indonesia dan mereka saat yang sama bisa jadi lebih maju pemikirannya serta lebih gadget minded.
Generasi ini tumbuh semakin luas dan kini menjadi konsumer berbagai produk keislaman lainnya seperti perbankan, makanan halal, wisata halal, hotel halal dan tak lupa, mereka pun mulai taat berzakat. Mereka ini kini tumbuh bukan hanya di kota-kota besar Indonesia, namun juga sudah mulai merata ke kota-kota lebih kecil dan bahkan ke sejumlah desa.
Mereka umumnya lebih terbuka pemikirannya, dan cara mereka berzakat-pun tak melulu karena soal perintah agama atau kewajiban untuk menggugurkan perintah Allah. Cara mereka memilih lembaga atau badan pengelola zakat pun tak serumit para orangtuanya dahulu. Dan mereka tetap saja dalam perkembangangan pilihannya, selain meminta referensi orang-orang terdekatnya, tentu saja dengan modal penelusuran lewat gadget mereka. Entah googling via web pencari di internet atau bertanya lewat berbagai group sosial yang mereka miliki.