REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hariqo Wibawa Satria *)
1. Keluarga jurnalis, sastrawan, dan pejuang kemerdekaan.
Lafran Pane lahir 5 Februari 1922, di Kampung Pangurabaan, Sipirok, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Ayahnya, Sutan Pangurabaan Pane adalah seorang jurnalis, sastrawan, kepala sekolah di HIS, pendiri Muhammadiyah di Sipirok, sangat komplit. Sutan Pangurabaan adalah pendiri dan pemimpin Surat Kabar Sipirok-Pardomuan (terbit 1927), berbahasa Angkola, yang terus menyuarakan kemerdekaan Indonesia, usahanya di bidang penerbitan dan percetakan. Sahat P Siburian menyebut Sutan Pangurabaan sebagai juragan media cetak pada masa Kolonial. Dua kakak kandung Lafran Pane adalah Sanusi Pane (L: 1905), Armijn Pane (L: 1908), keduanya adalah sastrawan, budayawan yang sangat-sangat produktif (jika anda penggemar sastra, cek saja di internet tentang profil Sanusi Pane dan Armijn Pane, luar biasa). Lafran justru kurang produktif menulis, ia tipikal konsolidator, bidang studi Lafran juga terbilang serius, yaitu tata negara.
2. Sederhana. Bahkan orang yang yang menurut saya sudah sangat sederhana hidupnya seperti Prof Dr Dochak Latief mengatakan: Lafran Pane itu sederhana sekali hidupnya. Soal kesederhanaan Lafran Pane ini sudah melegenda. Sepertinya, faktor didikan keluarga, faktor Yogya, dan lain-lain. Lafran tak punya rumah sampai meninggal. Saya sudah ke rumahnya, ke rumah teman dan murid-muridnya, ke ruang kerjanya di UNY, ke rumah anaknya di Bintaro dan ke kampungnya di Sipirok, semua jawabannya sama, Lafran sederhana sekali orangnya. Lafran tak punya ambisi politik mau jadi ini dan itu, padahal kesempatan ada dan tawaran tak pernah berhenti.
3. Lafran Pane berhasil menanamkan semangat bela negara, rasa cinta Tanah Air, semangat persatuan, kepada salah satu kelompok strategis di masyarakat, yaitu mahasiswa. Itu terlihat dari dua tujuan HMI yang didirikannya: Pertama, mempertahankan Negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia. Kedua, menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam. Jadi kepentingan nasional diatas kepentingan lainnya. Di tahun 45 hingga 50-an, dua tujuan tersebut punya dampak sangat besar, dan saya kira sampai sekarang sangat relevan. Pada Kamis, 13 Agustus 1970, Lafran Pane diundang ke Pengangsaan Timur 56 Jakarta dalam acara pertemuan pemrakarsa proklamasi Indonesia.
4. Lafran Pane sebagai individu dan maupun HMI sebagai organisasi yang didirikannya mengambil posisi tidak terlibat dalam berbagai polarisasi ideologi yang berkembang setelah kemerdekaan. Lafran Pane dan HMI independen dari berbagai kepentingan kelompok. Kelompok yang dimaksud adalah kelompok yang menginginkan Indonesia menjadi negara Islam, kelompok yang menginginkan Indonesia menjadi negara sosialis, serta kelompok menginginkan Indonesia menjadi negara komunis. Lafran Pane hingga akhir hayatnya adalah dosen, tidak pernah jadi anggota partai politik manapun.
5. Kehadiran HMI dengan independensinya telah dapat meminimalisasi polarisasi antara kelompok nasionalis, sosialis, komunis dan Islam di kalangan mahasiswa pascaproklamasi 1945. HMI menjadi wadah baru bagi mahasiswa untuk dapat memupuk rasa kebangsaan sekaligus mempelajari agama Islam. Lafran Pane telah menunjukkan bahwa antara Keislaman dan Keindonesiaan tidaklah bertentangan, akan tetapi merupakan dua hal yang dapat bergandengan tangan untuk mengangkat harkat dan derajat seluruh rakyat Indonesia.
6. Apakah HMI dekat dengan tentara? Iya, Panglima Besar Jenderal Sudirman bahkan pernah bilang “HMI itu Harapan Masyarakat Indonesia” pada HUT Pertama HMI, 5 Februari 1948 di Yogya. Achmad Tirtosudiro, Dahlan Ranuwihardjo itu tentara, tapi sepanjang hidupnya mengurusi perkaderan HMI. HMI itu jiwanya sama dengan tentara; NKRI harga mati, rela mati demi mengusir penjajah, antikomunis, mudah tersinggung jika harga diri bangsa diusik. Hanya basisnya HMI di kampus, karena itu perjuangannya lewat berbagai kegiatan ilmiah, bakti sosial, demonstrasi di lapangan, dan lain-lain.
7. Sepanjang 1947 – 1960, HMI menjadi rumah besar bagi seluruh mahasiswa beragama Islam. Islam yang mana? Seluruhnya tanpa ada seleksi; anak NU, Muhammadiyah, Islam A, B, C, D, E semuanya masuk di HMI. Syarat masuk HMI itu cuma dua: MAHASISWA DAN ISLAM. Kenapa mahasiwa? Karena walaupun jumlahnya sedikit, namun ia kelompok strategis, terpelajar dan pemilik masa depan. Kenapa Islam?. Karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Jadi, HMI yang didirikan Lafran Pane ini mengkader yang sedikit (mahasiswa) dari yang banyak (Muslim). Tahun 60-an diperkiran lebih dari sepertiga dari total seluruh mahasiswa Indonesia adalah anggota HMI. Pada 70-an, 80-an, 90-an hingga sekarang mereka mewarnai berbagai lini kehidupan. Terlalu banyak nama-nama jika disebutkan. Alumnus HMI pasti nasionalis religius. Di HMI keislaman-keindonesian adalah sebuah kesatuan.
8. Jejaring HMI luas sekali, semua organisasi mahasiswa islam pasti ada alumnus HMI atau kader HMI-nya. Misalnya, di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII, berdiri 17 April 1960) yang kelahirannya dimotori anak-anak muda Nahdlatul Ulama. Ketua Umum pertama PMII justru mantan Pengurus HMI, yaitu Mahbub Junaidi. Mahbub Junaidi bahkan menjadi Ketua Umum PMII selama tiga periode berturut-turut (1960–1961, 1961-1963, 1963-1967). Jutaan anak-anak NU dan Muhammadiyah yang dikader di HMI. Menariknya HMI itu sendiri bukan NU dan bukan Muhammadiyah. HMI itu independen.
9. Berdirinya HMI juga mendorong pendidikan agama Islam. Berdirinya masjid dan hadirnya kajian-kajian keislaman di kampus-kampus. HMI mengubah citra Islam yang “jadul, kolot, tertinggal”. Karena basis utamanya kampus tidak terhitung jumlah alumnus HMI yang pernah menjadi rektor, dekan, dosen dan lain-lain. Dan karena HMI adalah organisasi luar kampus yang selalu terlibat berbagai isu kemasyarakatan, maka hampir semua partai politik, organisasi kemasyarakatan pernah dipimpin alumnus HMI.
Beji, Depok, 9 November 2017
*) Penulis Buku Lafran Pane; Jejak Hayat dan Pemikirannya