Kamis 16 Nov 2017 11:00 WIB
Viral Video Main Hakim Sendiri di Cikupa

Kejahatan Pornografi Ternyata Masih Belum Dipahami

Azimah Subagijo
Azimah Subagijo

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Azimah Subagijo *)

Materi pornografi kembali viral. Tapi kali ini kejadiannya sungguh tidak beradab. Sekelompok orang yang di dalamnya disinyalir melibatkan Ketua Rukun Tetangga (RT) dan juga Rukun Warga (RW), telah berbuat sewenang-wenang. Mereka memaksa dengan kekerasan sepasang muda-mudi untuk melepaskan busananya, bahkan diarak untuk dipertunjukan di muka umum, hingga di dokumentasikan dalam bentuk video yang kemudian viral di dunia maya.

Dalam video yang berdurasi sekitar 30 detik itu, tampak seorang wanita yang menangis serta seorang laki-laki yang terlihat ditelanjangi dan dipukuli. Sementara itu, sang wanita hanya mengenakan kaos dan celana dalam. Meski polisi bertindak cepat dengan mengamankan 6 orang sebagai tersangka pelaku perbuatan main hakim sendiri di Cikupa, Tangerang tersebut, namun sangat disayangkan materi pornografi dalam rekaman video ini sudah terlanjur tersebar luas (http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/17/11/14/oze564-pasangan-diduga-berbuat-mesum-diarak-polisi-amankan-6-orang).

Apalagi ternyata, aparat penegak hukum justru mengetahui kejadian ini dan melakukan penyelidikan berdasarkan video yang viral di sosial media. Mengingat kejadian penelanjangan itu sebenarnya telah terjadi pada Sabtu (11/11), namun rekaman video yang viral inilah yang akhirnya mendorong polisi turun tangan mengusut beredarnya video tersebut hingga mendatangi lokasi kejadian untuk mengetahui peristiwa sebenarnya (https://news.detik.com/berita/3725750/sejam-mencekam-pasangan-di-tangerang-ditelanjangi-dan-diarak).

Melihat peristiwa ini, sungguh sangat memprihatinkan, bahwa ternyata di masyarakat kita rentan untuk melakukan tindakan main hakim sendiri. Kali ini bahkan bukan hanya kekerasan fisik, tetapi juga mempermalukan korban secara melanggar norma susila dan pornografi. Padahal undang-undang dan peraturan positif berlaku, begitu juga aparat penegak hukum mudah untuk dihubungi. Namun ternyata main hakim sendiri, yang kejinya dengan ditambahkan aksi membuat video yang memuat pornografi hingga tersebar di dunia maya oleh sekelompok warga masyarakat ini, malah menjadi pilihan.

Kondisi ini sekaligus menunjukan bahwa masih banyak elemen di masyarakat kita yang belum memahami tindak pidana pornografi. Alih-alih menuduh orang lain berbuat mesum, justru keenam tersangka ini malah mempraktekan tindakan asusila di muka umum yang potensial melanggar Undang-Undang Pornografi.

Menurut penulis, setidaknya ada beberapa pasal dalam Undang-Undang Pornografi yang sekaligus dilanggar oleh keenam tersangka tersebut dan mungkin akan bertambah tersangka lainnya, yaitu: Pasal 4 ayat (1) poin d: Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat: d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan.

Pasal 9: Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi. Pasal 10: Setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan, atau yang bermuatan pornografi lainnya.

Ketiga Pasal yang memuat batasan tindak pidana Pornografi ini, oleh Undang-Undang Pornografi juga sudah diatur sanksinya secara tegas dan tidak main-main, yaitu: Pasal 29 : Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimport, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 6.000.000.000 (enam miliar rupiah).

Pasal 35: Setiap orang yang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 6.000.000.000 (enam miliar rupiah).

Pasal 36: Setiap orang yang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan, eksploitasi seksual, persenggamaan atau yang bermuatan pornografi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak RP 5.000.000.000 (lima miliar rupiah).

Melihat tingginya konsekuensi atau ancaman sanksi hukum dari perbuatan tindak pidana pornografi atas perilaku asusila main hakim sendiri dengan disertai pemaksaan untuk bugil di depan umum, tentu jika ketentuan ini tersosialisasi dengan baik pada masyarakat luas, besar kemungkinan perilaku seperti di Cikupa tidak akan pernah terjadi. Masyarakat akan semakin sadar hukum dan lebih berhati-hati Terutama jika aparat hukum selain aktif mensosialisasikan, juga menegakan Undang-Undang Pornografi ini pada setiap pelanggaran pornografi.

 

Hal ini karena tindak pemaksaan pada orang lain supaya melakukan sesuatu dengan memakai kekerasan atau dengan ancaman kekerasan, memang bisa dianggap melanggar Pasal 335 KUHP. Begitu juga perilaku kekerasan secara bersama-sama terhadap orang atau barang, juga potensial memenuhi unsur Pasal 170 KUHP.

Akan tetapi, ketika tindak pidana dengan kekerasan secara berkelompok dan dilakukan di muka umum serta memuat unsur pornografi bahkan hingga disebarkan ke dunia maya, tentu bukan hanya KUHP atau Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) saja yang dipertimbangkan, namun delik dalam Undang-Undang Pornografi sudah sepantasnya juga menjadi rujukan apparat penegak hukum. Terutama agar dapat membuat para pelaku jera, dan korban memperoleh keadilan, serta dapat menjadi pelajaran berharga untuk masyarakat luas.

Terakhir, belajar dari kasus ini, penulis berharap, untuk ke depannya semoga pemerintah dapat bersama-sama masyarakat membuat gerakan pencegahan bahaya pornografi dan sosialisasi Undang-Undang Pornografi secara massif ke seluruh pelosok negeri. Tentunya dengan strategi komunikasi yang efektif dan komprehensif. Sehingga mampu membuat semakin banyak masyarakat yang memahami kejahatan pornografi, semakin banyak masyarakat yang memahami sanksi hukum pelanggaran pornografi, agar pornografi dapat dicegah dampaknya di masyarakat. Dan yang terpenting juga adalah agar cukup satu kali ini saja tindakan tidak beradab ini terjadi, dan jangan sampai ada korban berikutnya. Semoga!!!.

* Ketua Umum Perhimpunan Masyarakat Tolak Pornografi, Praktisi Literasi Media, dan Penyadaran Bahaya Pornografi

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement