REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Satriwan Salim *)
Setiap tanggal 25 November, di pelbagai media, apalagi media sosial, ramai membuat ucapan selamat hari guru. Bahkan di twitter sudah menjadi trending topic teratas dengan hastag #SelamatHariGuru. Ingatan kolektif publik kembali muncul, bahwa ada sekelompok manusia yang menjatuhkan pilihan profesinya menjadi guru atau pendidik.
Data guru secara nasional 3.017.296 dengan pembagian sebanyak 1.483.265 juta adalah berstatus PNS dan 1.534.031 berstatus non PNS (Kemdikbud, 2017). Jumlah yang sangat besar. 3 juta guru inilah yang berperan sangat strategis menjalankan misi profetis kebangsaan, yakni untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa”.
Jumlah guru yang banyak itu juga melahirkan beragam cerita yang menarik, membanggakan sekaligus menyedihkan. Kumpulan cerita tersebut sudah bermula dari awal masuk perguruan tinggi, yang menyiapkan dan mencetak guru yang lazim disebut IKIP (Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan).
Namun mulai sekitar 1999, kampus-kampus IKIP ini ramai-ramai “mengganti bajunya” menjadi universitas. Sehingga IKIP Jakarta bertransformasi menjadi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), IKIP Padang menjadi UNP, IKIP Yogyakarta menjadi UNY, IKIP Makassar menjadi UNM, dan banyak lagi. Kampus eks IKIP ini juga dikenal dengan sebutan LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan)
Lulus dari S-1 pendidikan, berhak menyandang titel SPd (Sarjana Pendidikan). Mendapatkan ijazah Sarjana Pendidikan dan Akta IV. Berhak mengajar di sekolah manapun. Tapi semua itu adalah fakta-fakta para guru “zaman old”. Sebelum pemerintah membuat kebijakan tentang program Pendidikan Profesi Guru (PPG), yang tertuang dalam Permendikbud No. 87 Tahun 2013 tentang Program Pendidikan Profesi Guru Prajabatan.
Apa itu PPG? PPG adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan lulusan S1 Kependidikan dan S1/DIV non kependidikan yang memiliki bakat dan minat menjadi guru agar menguasai kompetensi guru secara utuh sesuai dengan standar nasional pendidikan sehingga dapat memperoleh sertifikat pendidik profesional pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (Pasal 1).
Para calon guru yang tadinya cukup lulus dari eks IKIP, bertitel S.Pd dan langsung menjadi guru, sekarang regulasinya tidak semudah itu lagi. Para calon guru mesti mengikuti Program PPG selama 1 tahun. Bagaimana praktik PPG tersebut? Yaitu perkuliahan sekitar 1 tahun, dengat mata kuliah yang memfokuskan kepada kependidikan dan pembelajaran. Dengan beban belajar mulai dari 18 SKS-40 SKS. Bergantung kepada latar belakang kesarjanaannya.
Siapa saja calon guru itu? Yaitu mereka yang bergelar S.Pd (kependidikan) dan bukan S.Pd (nonkependidikan). Siapapun dan apapun latar belakang pendidikannya berhak menjadi guru. Karena guru diyakini oleh pemerintah sebagai profesi terbuka (UU Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005).
Misalnya lulusan sarjana S-1 PGTK atau PAUD jika ingin menjadi guru PAUD atau TK, mesti kuliah kembali dengan beban 18 sks-20 sks. Seorang lulusan sarjana kependidikan (S.Pd) atau nonkependidikan (misalkan SH atau SE), jika ingin menjadi guru SMP/MTs/SMPLB atau SMA/MA/SMALB/SMK/MAK, mesti kuliah kembali dengan beban 36 sks-40 sks.
Selesai para SPd maupun SH/SE dll tadi mengikuti kuliah di program PPG, mereka semua berhak menyandang titel Gr (guru) yang ditempatkan di belakang namanya (Pasal 14 Permendikbud tentang Program PPG). Plus mendapatkan sertifikat pendidik. Alhasil, merekalah yang disebut sebagai guru bersertifikat profesional. Karena secara formal-administratif mereka sudah memiliki sertifikat profesi.