Senin 27 Nov 2017 11:47 WIB

Optimasi Belanja Daerah

Salah satu jalan rusak di Lampung menjadi prioritas APBD
Foto: antara
Salah satu jalan rusak di Lampung menjadi prioritas APBD

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ronny P Sasmita, Direktur Eksekutif Economic Action Indonesia/ EconAct

Tahun lalu, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) menemukan ada sekitar 400 daerah yang dalam penyusunan program dan pelaksanaan kegiatan kerja sepanjang 2016 terbilang amburadul yang kemudian berujung pada pemborosan anggaran. Tidak efektifnya penggunaan anggaran tersebut juga tercermin dari banyaknya kabupaten/kota yang porsi anggaran untuk belanja pegawai lebih dari separuh total belanja daerah.

Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, ada 131 kabupaten/kota yang porsi belanja pegawainya melebihi 50 persen total APBD. Bahkan malah ada yang mendekati 70 persen anggaran belanja habis hanya untuk belanja pegawai. Dengan kata lain, anggaran untuk membangun daerah terus tergencet dan mengecil. Tentu kenyataan yang seperti ini menjadi sesuatu yang ironis. APBD yang seharusnya dijadikan jangkar ekonomi daerah malah didorong untuk pengeluaran rutin pegawai pemerintah.

Fungsi APBD sebagai stimulan yang diharapkan akan menggerakkan ekonomi daerah ternyata tak berjalan efektif. Jadi, jangan heran kalau di berbagai daerah, pembangunan terbengkalai, atau infrastruktur dibiarkan rusak alih-alih diperbaiki. Karena memang faktanya bujet belanja nonpegawai sangatlah kecil. Jadi, saya kira, jika daerah ingin terus bergerak maju membangkitkan potensi-potensi yang ada, celah besar semacam ini harus segera ditambal dan dicarikan solusinya. Tak boleh dibiarkan.

Harus ada disinsentif yang tegas dan keras bagi daerah yang boros membelanjakan anggaran untuk keperluan rutin. Jangan sampai dana transfer ke daerah yang saban tahun membesar justru akhirnya mubazir dan tak membekas di daerah. Apalagi, dari data mutakhir terlihat bahwa APBD lebih cenderung diendapkan di bank daerah ketimbang dicarikan celah untuk dibelanjakan agar bisa menjadi stimulan perekonomian lokal.

Buruknya pengelolaan APBD tersebut tercermin dari besarnya dana APBD yang mengendap di bank pembangunan daerah (BPD). Lihat saja, per September 2017, dana APBD di BPD mencapai Rp 227 triliun, naik 9,6 persen dibandingkan periode sama 2016 sebesar Rp 206,75 triliun atau meningkat 7,3 persen dari Agustus 2017 senilai Rp 211,3 triliun.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement