REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nana Sudiana *)
"Kalian hanyalah mendapat pertolongan dan rezeki dengan sebab adanya orang-orang lemah dari kalangan kalian" (HR. Bukhari no. 2896).
Mengelola zakat zaman sekarang lebih tidak mudah dibanding saat-saat sebelum ini. Bukan soal regulasi dan aturan tata kelola semata yang kian ketat dan mengikat, namun juga telah demikian kuatnya tuntutan publik akan transparansi pengelolaan zakat oleh OPZ. Publik kini seakan punya mata dan telinga atas setiap kegiatan OPZ.
Publik selalu ingin tahu bagaimana zakat dikelola, berapa besarnya yang terhimpun dan terkelola serta kemana hasil kelolaan didistribusikan. Dengan demikian tak bisa lagi OPZ mengelola dan menyalurkan dana zakat yang ia himpun secara diam-diam, apalagi penuh rahasia dan tertutup. Dalam menyalurkannya juga, tak bisa lagi OPZ memberlakukan cara-cara lama yang kurang santun dan kurang menghargai mustahik.
OPZ kini, harus memiliki kesadaran bersama untuk tidak melakukan pendistribusian dan pendayagunaan zakat dengan cara-cara lama yang umumnya dibagikan secara massal, dan seringkali menimbulkan kericuhan saat pelaksanaanya. Beberapa kali kejadian seperti ini justru memakan korban hingga luka-luka atau meninggal dunia.
Memudahkan, memuliakan
Zaman sudah berubah, saatnya mustahik dipermudah dan dimuliakan ketika dibantu. Tak perlu mustahik antri berjam-jam hanya untuk mengambil haknya mereka di OPZ atau muzaki yang akan membagikan hartanya. Kalau perlu, mulailah OPZ mewujudkan kemudahan itu sekarang juga.
Kemudahan mendistribusikan zakat bisa dimulai mudahnya persyaratan pengajuan, pelayanan yang baik dan ramah ketika mustahik datang mengajukan bantuan serta dapat dipastikannya mustahik atas jawaban kapan ia akan dipenuhi atau tidak pengajuannya. Setelah itu, OPZ juga sudah seharusnya menyiapkan tim khusus untuk mengantarkan dan mendistribusikan bantuan yang sudah diberikan persetujuan untuk dibantu.
Tim yang datang ke mustahik ini, selain memberikan bantuan sesuai yang diminta, bisa jadi sekaligus survey langsung ke rumah-rumah mustahik yang meminta untuk mengecek bantuan apa lagi yang sesungguhnya diperlukan oleh mereka. Ketika mengajukan, bisa saja mereka khawatir tidak diterima atau malah sungkan karena banyak atau besarnya bantuan yang sesungguhnya ingin mereka minta, namun mereka tak kuasa menyampaikannya.
Hal lain yang juga dapat memudahkan mustahik bisa jadi dengan model pemberian voucher untuk mustahik bisa berbelanja. Voucher ini bisa jadi bentuknya voucher belanja atau pembuatan akun rekening mustahik dengan kerjasama dengan pihak perbankan. Nantinya mustahik akan mengambil dana yang ditransfer di akun rekening mereka sesuai dengan jumlah bantuan yang diberikan. Mereka tak perlu mengantri, apalagi harus datang jauh-jauh dari berbagai pelosok. Cukup mereka mencari ATM terdekat mengambilnya lalu membelanjakan sesuai kebutuhan prioritas mereka.
Aktivitas-aktivitas tadi, intinya merupakan bagian dari cara-cara OPZ dalam kerangka memudahkan mustahik sekaligus menghargai dan memuliakan mereka. Sebenarnya masih cukup banyak cara lain yang bisa dilakukan, namun intinya tetap mengarah pada cita-cita besar gerakan zakat untuk memuliakan mustahik.
Jika melihat trends zakat yang penghimpunannya terus naik jumlahnya, dapat dipastikan saat yang sama berarti jumlah mustahik yang dibantu juga mestinya meningkat. Baik bertambah jumlahnya yang dibantu maupun meningkatnya kualitas bantuan yang diberikan.
Sejumlah bantuan-bantuan dari dana zakat yang didistribusikan kepada mustahik sebaiknya bisa langsung diterima mustahik sehingga bantuan tadi benar-benar bisa ikut membantu permasalahan yang dialami para mustahik.
Adapun bantuan lain yang tidak langsung menjadi milik mustahik atau berupa program yang dikelola oleh OPZ untuk mustahik sebaiknya diarahkan agar berupa layanan untuk memudahkan mustahik dan masyarakat secara umum yang memerlukan.
Program-program ini bisa berupa layanan dhuafa, santunan yatim dan janda kurang mampu, layanan-layanan lainnya berupa rumah singgah pasien juga berbagai program pendidikan, kesehatan serta program ekonomi produktif. Program ekonomi produktif yang berupa program pemberdayaan ekonomi sampai kini masih cukup diperlukan mengingat sejak awal tahun ini daya beli masyarakat menurun, bahkan cukup banyak karyawan atau buruh yang mengalami masalah dalam pekerjaan mereka.
Sebagian mulai d irumahkan dan sisanya bahkan diberhentikan atau dipecat dengan berbagai alasan. Salah satunya alasan yang cukup banyak dikemukakan oleh sejumlah perusahaan adalah menurunnya daya beli terhadap barang mereka, atau bergantinya kebiasaan masyarakat dalam berbelanja.
Bersungguh-sungguh memudahkan
Zakat sebagaimana kita tahu diberikan kepada mustahik. Dan mustahik yang berhak menerima zakat terdiri dari delapan golongan yaitu : faqir, miskin, amil, mu’allaf, riqaab, ghaarim, fii sabilillah, dan ibnu sabil. Dalam konteks implementasinya, zakat juga disebut memiliki fungsi social intermediary yang pelaksanaannya dimulai dari muzaki, dikelola oleh amil dan diperuntukkan bagi mustahik. Pada praktiknya di lapangan, kadang masih kita jumpai beberapa muzaki mengumpulkan mustahik layaknya pengantri BBM bersubsidi, mereka harus pasrah mengantre berjam-jam hanya demi mendapatkan bagian dari zakatnya muzaki yang seharusnya menjadi hak mereka.
Sejumlah muzaki yang berzakat lalu ingin melihat langsung mustahik yang menerima, bahkan ingin langsung menyerahkan sendiri hartanya kepada mustahik yang menerima pada dasarnya tak menyalahi aturan. Menjadi masalah justru ketika mekanismenya yang malah menjadikan secara teknis mustahik mengalami kesulitan.
Mereka harus datang ke lokasi acara atau rumah muzaki, harus rela antri yang bisa saja tak sebentar, lalu ketika banyak mustahik yang juga mengetahui dan ingin juga mendapatkan bagian akhirnya mereka harus rela berdesakan. Bayangkan kalau yang datang ini cukup jauh tempatnya, belum lagi mungkin ada diantara mereka orang-orang tua dan sebagiannya bisa jadi pula bukan mereka yang cukup kuat berdiri lama.
Besarnya semangat memberi kebaikan dari muzaki untuk mustahik, pada dasarnya sangat baik. Namun dalam pelaksanaannya diperlukan kesungguh-sungguhan konsep teknis pemberiannya agar benar-benar mampu memudahkan mustahik. Syukur bukan sekedar memudahkan, namun memuliakan mereka dalam teknisnya. Semangat memuliakan ini idealnya bukan hanya ada pada amil zakat sebagai pelaksana pendistribusian dan pendayagunaan zakat, namun juga harus pula dimiliki muzaki, sebagai pihak yang diberikan oleh Allah kelalangan rezeki sehingga ia mampu berzakat.
Muzaki harus memiliki semangat yang sama karena ia pula harus menyadari sepenuhnya bahwa zakat yang dikeluarkan dari hartanya sejatinya bukanlah harta yang ia miliki melainkan hak dari mustahik yang ada dalam harta itu dan wajib dipenuhi penunaiannya. Artinya proses zakat itu sebenarnya justru membersihkan hartanya dari segala kekotoran nafsu dan juga spirit kebahilan atas rezeki yang Allah limpahkan.
Dengan begitu, menjadi muzaki juga selain harus rela mengeluarkan harta zakatnya, ia juga harus menjaga keikhlasan ini pada dirinya. Artinya bagi seorang muzaki, insya Allah akan lebih mudah menjaga hati dan dirinya dari keikhlasan manakala ia tak bersinggungan dengan mustahik secara langsung. Di sinilah peran amil zakat dalam menjembatani proses dari muzaki ke mustahik berfungsi.
Menjaga muzakinya agar sepenuhnya bisa ikhlas dan saat yang sama juga amil berperan untuk menjaga perasaan mustahik untuk tetap memiliki kehormatan dan harga diri. Mustahik tak perlu tahu siapa muzakinya, yang penting ia bisa sungguh-sungguh mendo'akan muzaki yang membantunya dengan ikhlas.
Untuk menjaga keselarasan dalam pengelolaan zakat, tentu saja amil zakat yang paling banyak harus bekerja keras dan subgguh-sungguh. Ia bukan hanya bekerja untuk para muzaki agar mereka semakin percaya dan yakin bahwa harta zakat mereka bisa sampai pada mustahik yang berhak secara cepat dan sesuai syariat zakat, namun ia juga harus memastikan bahwa mustahik yang menerima zakat ini adalah orang-orang prioritas dari mustahik lainnya dan ia juga mendo'akan muzaki sepenuhnya agar harta dan keluarganya diberikan keberkahan. Muzaki sejatinya tak menginginkan ucapan terima kasih, apalagi laporan fisik dari lapangan, muzaki yang baik justru meminta apakah ia sudah sungguh-sungguh dido'akan para mustahik.
Sejumlah bentuk fisik laporan dan turunannya, pada dasarnya hanya alat bantu untuk memberi keyakinan muzaki. Ditambah lagi hanya bagian administratif untuk pelengkap pelaporan lembaga. Namun substansi dari proses mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sendiri bukan pada dibuatnya laporan yang tebal, apalagi harus mahal.
Laporan yang terbaik justru adalah laporan atas membaiknya kesadaran mustahik untuk sungguh-sungguh memperbaiki hidupnya dan semakin termotivasi untuk secepatnya tak lagi berada di zona mustahik. Ia harus didorong untuk memiliki kesanggupan agar hidupnya bisa lebih baik, mandiri secara ekonomi dan meningkat keimanannya.
Amil zakat dengan demikian harus bekerja lebih sistematis guna menjadikan para mustahik ini bisa mandiri hidupnya, bisa sejahtera ekonominya serta meningkat religiusitasnya. Bila semua ini terjadi, maka zakat dalam makna berkembang, tumbuh dan meningkat akan menjadi sebuah kenyataan. Ia menjadi monumen-monumen kehidupan yang walau tak tampak fisik monumen-nya namun akan jauh tertanam di relung hati banyak orang. Muzaki akan senang, harta zakatnya ia rasakan mampu membantu dan meningkatkan kehidupan sesama, sementara para amil juga senang, usaha dan kerja kerasnya bersambut baik dan mampu mendorong multi flyer effect bagi kebaikan baru yang diharapkan akan semakin luas.
Dan tentu saja mustahik juga akan senang pastinya. Karena selain ia merasa didukunf dan dipercaya amil dan muzaki, ia juga punya kesempatan membuktikan bahwa ia layak dipercaya dan diyakini kemampuannya untuk bisa lebih baik dalam merencanakan dan mengelola kehidupannya. Ia juga merasa tak kehilangan muka dihadapan orang-orang yang memberinya dukungan dan kesempatan.
Toh yang selama ini bertemu dan kemudian melakukan support sepenuhnya pada mereka sejatinya mustahik juga sama seperti mereka, namun berbeda posisi, yakni amil. Lain halnya bila ia harus bertemu muzaki langsung, ia tentu merasa ada gap yang jauh bahkan ia pastilah tak nyaman berlama-lama dihadapan muzaki.
Dengan demikian amil zakat dalam posisi ini bertugas bukan sebagai mekanisme pendorong perbaikan kehidupan mustahik, namun juga ia layaknya katalisator, ia penyerta kesuksesan baru yang diraih mustahik dalam hidupnya. Dan layaknya katalisator, tentu saja ia harus terus ada guna mendorong lebih banyak lagi material baru yang akan bertumbuh dan berkembang.
Mustahik yang sukses dan meningkat hidupnya mungkin tak banyak, untuk itulah semakin hari fungsi katalisator ini harus terus diperbaiki dan ditingkatkan kemampuannya, termasuk size dan kualitasnya. Ia harus terus ada agar para mustahik tak sendirian melalui hari-hari mereka yang mungkin tak indah.
Amil sebagai katalisator ini juga harus terus berkiprah, karena justru "alumni mustahik" yang telah purna dalam proses internalisasinya diharapkan akan menjadi muzaki baru. Dalam kenyataannya, bisa jadi ia tak sekedar jadi muzaki baru, namun bersama amil ikut mendorong skala "mesin katalisator" ini semakin besar dan kuat. Dengan begitu, tentu saja sebagai muzaki baru, ia merasa punya kontribusi yang langsung bisa menolong banyak teman lamanya atau bahkan generasi dibawahnya yang sedang berproses menuju titik keluar dari lingkaran masalah kemiskinan yang dialaminya.
Untuk seluruh sahabat amil, muzaki, dan para mustahik...
Mari kita bergandengan tangan, sambil terus bertekad dan berusaha saling memuliakan. Tak ada sejatinya yang lebih mulia kedudukannya dihadapan Allah kecuali mereka yang paling beriman dan bersungguh-sungguh dengan keimanannya. Ada kesempatan yang sama sebenarnya untuk bisa saling membantu dan memuliakan. Semoga zakat yang mengalir dari muzaki ke amil lalu ke mustahik dapat membuat siapapun lebih bersemangat lagi dalam menjalani kehidupan.
Semoga zakat yang dikelola ini juga menjadi wasilah dari dihapuskannya dosa dan kesalahan kita semua dan juga jadi pemberat timbangan amal di yaumul akhir nanti. Semoga kita semua dapat kembali pada-Nya dengan pemberat amal sholeh yang cukup sehingga Allah dengan kasih sayang-Nya menjauhkan kita dari panasnya api neraka. Amiin.
Ditulis dalam perjalanan Halim Perdanakusuma, Jakarta-Jogjakarta, Jum'at, 24 November 2017.
*) Direktur Pendayagunaan IZI & Ketua 1 FOZ Pusat