REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Sunarsip
Pekan lalu, pemerintah merampungkan proses pembentukan induk perusahaan (holding company, HC) BUMN baru di sektor pertambangan. Proses selesainya pembentukan HC BUMN tambang ini ditandai dengan penandatanganan akta peralihan saham seri B milik negara ke PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) oleh Menteri BUMN Rini Soemarno.
Sebagaimana diketahui, pemerintah memiliki saham seri B di tiga BUMN tambang, yakni di PT Aneka Tambang (Antam) Tbk sebesar 65 persen, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) sebesar 65,02 persen, dan PT Timah Tbk 65 persen. Pemerintah juga memiliki saham minoritas 9,36 persen di PT Freeport Indonesia.
Dengan penandatanganan akta peralihan saham seri B tersebut, maka pengelolaan kepemilikan saham pemerintah di keempat perusahaan tambang itu beralih dari pemerintah ke Inalum. Kontrol pemerintah terhadap pengelolaan pada ketiga BUMN tambang kini bisa menjadi lebih terfokus ke Inalum yang kepemilikannya 100 persen dimiliki pemerintah.
Dengan dibentuknya HC BUMN tambang tersebut, kini aset Inalum diperkirakan menjadi sekitar Rp 83,4 triliun. Total aset Inalum sebagai HC tersebut dibentuk dari aset Antam sebesar Rp 30,7 triliun (per September 2017), PTBA sebesar Rp 19,5 triliun (per September 2017), Timah sebesar Rp 11,64 triliun (per September 2017), dan Inalum sendiri sebelum penggabungan sebesar Rp 21,6 triliun (per Desember 2016).
Proses pembentukan HC BUMN tambang ini sebenarnya telah dimulai sejak lama. Inisiasi awal dimulai dari masterplan BUMN di era menteri BUMN pertama (Tanri Abeng, tahun 1999) lalu direvitalisasi oleh Menteri BUMN Sugiharto (Kabinet Indonesia Bersatu jilid pertama) melalui masterplan BUMN 2005-2009.
Namun, situasi dan proses politik yang rumit di samping karena kurangnya komitmen pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya saat itu, akhirnya proses tersebut sulit dieksekusi.
Pada periode pemerintahan saat ini, komitmen pemerintah untuk mengeksekusi konsolidasi BUMN ini terlihat cukup kuat sehingga meski dukungan dari DPR masih terbelah, pembentukan HC BUMN tambang ini dapat dieksekusi.
Mungkin banyak yang bertanya: apa sebenarnya rasionalitas pembentukan HC BUMN tambang? Pertama, perlu diketahui bahwa meski BUMN-BUMN tambang kita merupakan salah satu pemain utama di dalam negeri, bila dibandingkan dengan perusahaan sejenis di tingkat internasional maka pangsa pasar tiap-tiap BUMN tambang kita relatif kecil.
Keadaan ini mengakibatkan biaya pendanaan yang relatif lebih tinggi dan nilai pasar yang lebih rendah. Akibatnya, kemampuan BUMN pertambangan dalam melakukan investasi besar di sektor ini menjadi terbatas.