REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nana Sudiana *)
"Jadilah seperti kopi pagi. Walau sendiri, namun memberi ketenangan dan inspirasi tanpa henti" (Anonim).
Siapa tak kenal kopi? Siapa pula yang tak tahu betapa nikmatnya minum kopi?. Kopi kini bukan sekedar minuman semata, ia telah menjadi gaya hidup dan bahkan juga tradisi sebagian orang. Bukan hanya wartawan atau jurnalis yang membutuhkan kopi, ada juga penulis, pegiat aktivitas malam, bahkan juga para sufi dan ulama. Mereka telah terbiasa dengan tradisi minum kopi bersama. Dan lazimnya tradisi minum bersama, senikmat apapun, tetaplah terasa hampa bila dinikmati sendiri saja. Jadi, sempurnanya kenikmatan kopi justru adalah menikmatinya yang harus bersama-sama. Entah pagi, siang, atau malam yang menggulita sekalipun, kopi tetap enak untuk dinikmati bersama.
Dan soal minum kopi ini, ternyata banyak pegiat gerakan zakat juga yang menyukainya. Setiap waktu, seolah selalu pantas menikmati kebersamaan dengan kopi ditengah-tengahnya. Baik di acara formal, atau sekedar kongkow-kongkow para aktivis gerakan zakat ketika mereka memiliki jeda waktu untuk sekadar bertemu dan bersilaturrahim, walau mungkin tak lama waktunya. Di Yogyakarta kemarin pula, tradisi ngopi ini begitu kentara, walau acara berakhir hingga malam menuju puncaknya. Padahal, setiap jeda sesi ada kopi menemani sebagai pilihan bagi seluruh peserta yang ada. Dari kopi ke kopi, dari mulai pagi hingga malam menjelang pagi.
Kopi dan mimpi masa depan gerakan
Aktivis gerakan zakat, bukan mereka yang datang dan jatuh dari langit. Mereka bukan makhluk suci yang tiba-tiba hadir dan lalu masuk dan bergabung dalam organisasi-organisasi yang mengelola zakat. Mereka adalah anak-anak muda yang pada awalnya punya segudang idealisme ketika mereka kuliah dan lalu bergabung dengan gerakan zakat. Termasuk mereka yang kini mulai beranjak menua, sejatinya masih tersisa semangat mudanya yang tak pudar digerus perubahan jaman.
Anak-anak muda dan mereka yang masih menyisakan semangat muda ini ternyata punya mimpi yang hampir sama terhadap gerakan zakat Indonesia. Mimpi ini tak lain ingin melihat gerakan zakat bisa berbuat banyak bagi penciptaan kebaikan di negeri ini. Sebuah cita-cita yang memimpikan bahwa zakat bukan sekedar bagian kecil instrumen untuk memperbaiki kesejahteraan para dhuafa, namun lebih dari itu, zakat mampu mendudukan mereka pada kemuliaan selayaknya sebagaimana manusia dan menjadikan negeri ini juga adalah negeri yang mulia dengan curahan rahmat dan kebaikan tiada henti menaunginya. Menjadi negeri baldatun thoyyibatun warobbun ghofur.
Forum CEO FOZ kemarin, ternyata tak bisa juga lepas dari tradisi minum kopi. Sebuah tradisi yang bahkan telah pula merambah hingga pada pergaulan para ulama di zaman dahulu. Kopi yang bisa dinikmati kala manis atau pahit, terbukti pula mampu menolak rasa kantuk yang datang menghampiri. Dalam sebuah Tarikh Ibnu Toyyib dikatakan bahwa : "Kopi adalah penghilang kesusahan pemuda, senikmat-nikmatnya keinginan bagi engkau yang sedang mencari ilmu. Kopi adalah minuman orang yang dekat pada Allah, didalamnya ada kesembuhan bagi pencari hikmah diantara manusia. Kopi diharamkan bagi orang bodoh dan mengatakan keharamannya dengan keras kepala".
Seiring menikmati kopi secara bersama-sama, tak sedikit ilmu dan hikmah yang bisa pula dikupas dan didalami bersama. Sejumlah pembicara dengan kualiatas tak bisa dikatakan biasa menjadi langit ilmu bagi seluruh peserta. Mereka mereguknya setetes demi setetes bak penikmat minum kopi yang tak ingin sedetikpun terlewat rasa nikmatnya.
Moment CEO LAZ forum kemarin adalah moment istimewa, tepat ditengah suasana kuatnya semangat ukhuwah para aktivis gerakan zakat Indonesia. Sebagaimana kita ketahui, tahun ini gerakan zakat telah menemukan momentumnya. Seiring dengan naiknya penghimpunan zakat secara umum di seluruh lembaga amil zakat yang ada, ini menunjukan semakin dan menguatnya dukungan masyarakat terhadap lembaga amil zakat. Dibalik regulasi yang semakin tak mudah, Alhamdulillah semakin meningkat pula kepercayaan masyarakat, baik terhadap program yang dijalankan maupun terhadap program-program regular lainnya.
Seiring kondisi ini, justru pekerjaan rumah gerakan zakat semakin tak mudah. Semua lembaga zakat yang ada perlu mempersiapkan diri agar bisa lebih baik lagi. Semuanya harus menyadari bahwa tujuan utama gerakan zakat ini tak lain adalah terciptanya kontribusi yang besar untuk umat, dan tidak ada cara lain untuk memaksimalkan potensi itu, selain dengan peningkatan kapasitas dan sinergi.
Kapasitas diperlukan untuk terus menjaga kemampuan bagi pengelolaan terbaik amanah umat ini. Dan sinergi tentu diperlukan agar kebaikan yang dihasilkan gerakan zakat senantiasa ada dalam bingkai spirit kehidupan berjama'ah. Sebuah kehidupan yang miniaturnya selalu Allah hadirkan lewat shalat lima waktu selama ini. Dimana di sana ada mekanisme imam dan makmum yang masing-masingnya harus taat pada aturan yang telah digariskan.
Amil zakat sebagai bagian integral pengelolaan zakat memiliki peran yang sangat strategis karena ia hadir sebagai jembatan penting antara muzaki dan mustahik. Amil dalam bekerja senantiasa menjaga agar proses penerimaan dan penyaluran dana zakat pada masyarakat bisa terus dilakukan dengan sebaik-baiknya dan dengan cara yang seefisien mungkin. Sebab itu, peningkatan kapasitas dan standardisasi dalam melakukan peran-peran yang amil zakat lakukan adalah hal yang niscaya.
Berbicara mengenai peningkatan kapasitas amil zakat ini, sungguh bukan hal yang bisa ditawar-tawar lagi, karena hal tadi sudah menjadi kebutuhan mendesak yang harus dipenuhi. Persoalan lain yang tak kalah pentingnya adalah persoalan peningkatan kemampuan skill dan wawasan yang ternyata juga amat diperlukan. Peningkatan-peningkatan tadi selaras dengan adanya kebutuhan terkait kompetensi standarisasi amil. Ketika mulai terbentuk amil-amil zakat yang mulai tersertifikasi, maka nantinya amil zakat akan mudah bersinergi dengan amil zakat yang ada di lembaga-lembaga lainnya. Dengan demikian, akan mudah pula rencana jangka panjang gerakan zakat untuk melakukan sinergi program maupun kerjasama program.
Nah, momentum pertemuan CEO LAZ Forum dengan tema "Menguatkan Energi Gerakan Zakat" ini sangat sesuai dengan menguatnya semangat berkontribusi untuk umat. Semangat sinergi pengelolaan zakat yang muncul dan berkembang ini tiada lain untuk pengentasan kemiskinan dan profesionalisme dalam pengelolaan zakat yang lebih rill dan membumi. Semangat kuatnya solidaritas dan persatuan sebagai sesama pimpinan LAZ semakin kuat dan meningkat seiring mulai banyaknya forum-forum yang menjadi jembatan penghubung diantara LAZ ini.
Sambil belajar, minum kopi
Minum kopi akan semakin meriah ketika ditemani rebusan kacang tanah atau ketela. Bagi para pembelajar yang sekaligus juga CEO LAZ yang jadi pimpinan di berbagai lembaga zakat yang ada di Indonesia, tentu bukan sambil makan ketela rebus ketika mereka minum kopi. Para CEO sambil meminum kopi mereka belajar banyak hal, belajar dari sejumlah pakar dan ahli seperti dari Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kemenag RI, Badan Nasional Sertifikasi Profesi(BNSP), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), serta Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Awal forum mulai, materi CEO LAZ Forum langsung menukik. Isu di sesi pertama ini cukup krusial bagi peserta yang hadir, mengingat isu mengenai pengawasan OJK untuk lembaga zakat ini telah berulangkali disinggung oleh beberapa pihak dalam sejumlah kesempatan. Mengapa demikian, karena dalam sebuah rapat nasional yang berujung pada lahirnya sejumlah resolusi, ada sebuah klausul yang dengan terang berbunyi : "Baznas dan LAZ mempersiapkan diri untuk menjadi lembaga keuangan syariah di bawah pengawasan OJK".
Jadilah kemudian, sebagian besar peserta antusias untuk melakukan konfirmasi pada pejabat OJK yang hadir di forum ini. Pemateri dari OJK diwakili Ibu Syamsiah selaku Deputi Direktur Kelompok Pengawas Spesialis Departemen Perbankan Syariah. Ia yang awalnya menyampaikan materi terkait Good Corporate Governance tak bisa mengelak ketika sejumlah peserta langsung menyampaikan pertanyaan, apakah benar OJK memiliki kepentingan dan juga kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap LAZ.
Dengan lugas Bu Syamsiah mengatakan bahwa hal ini belum pernah dibahas oleh internal OJK. Untuk saat ini belum ada rencana memasukkan Organisasi Pengelola Zakat dalam ruang lingkup pengawasan OJK. Ditambah lagi belum ada UU atau aturan lainnya yang bisa dijadikan acuan hukum atas hal ini. Jika ke depan rencana tersebut akan dijalankan maka perlu kajian yang komprehensif dan mendalam dari seluruh stakeholder terkait. Atas jawaban ini, sejumlah peserta sebenarnya masih penasaran, apakah informasi ini bersifat official mewakili OJK dan bersifat final atau bagaimana?. Namun Bu Syamsiah memastikan sekali lagi, bahwa begitulah adanya, bahwa belum ada regulasi yang mengatur adanya pengawasan untuk LAZ dari OJK.
Materi berikutnya setelah penyampaian materi dari OJK semakin menarik, materi ini disampaikan oleh Bapak Muhammad Fuad Nasar, M.Sc, Plt. Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kementerian Agama Republik Indonesia. Beliau menyatakan bahwa tugas mengelola zakat adalah jauh lebih luas daripada sekedar mengumpulkan dan menyalurkan zakat kepada asnaf. Ada hal-hal strategis yang menjadi pekerjaan rumah gerakan zakat di Indonesia, yaitu penyegaran regulasi perzakatan yang lebih mendorong kebangkitan zakat, Pengembangan literasi zakat, fintech (financial technology) dalam pengelola dana zakat, serta standar kompetensi khusus amil dan akreditasi lembaga pengelola zakat.
Selain hal-hal tadi di atas, masih pula dibutuhkan pemenuhan sertifikasi amil, audit kepatuhan syariah lembaga zakat, dan perluasan basis kerjasama antar lembaga pengelola zakat. Ini tak bisa dihindari untuk mendorong semakin baiknya tata kelola perzakatan di Indonesia. Menurut Pak Fuad sendiri, saat ini perkembangan dunia zakat di Indonesia sangat dinamis. Dan ini memerlukan kesadaran dari semua pihak untuk ikut terlibat memperbaikinya.
Salah satu jembatan strategis yang diharapkan memberi kontribusi pada perbaikan tata kelola zakat dan peningkatan kualitas pengelolaan zakat diantaranya adalah penerbitan standar regulasi Zakat Core Principles. Hal ini malah semakin berkembang positif manakala principles yang asli milik Indonesia ini ternyata juga diadopsi di sejumlah negara (15 negara). Selain hal tadi ada pula diterbitkan Indeks Zakat Nasional (IZN) untuk mengukur performance atau kinerja lembaga pengelola zakat. Dengan demikian dari penerbitan-penerbitan tadi, akan berkontribusi pada semakin baiknya dunia perzakatan Indonesia.
Dari sisi apa yang sudah di lakukan FOZ, Pak Fuad juga mengapresiasi atas apa yang telah disusun oleh FOZ yaitu tekah selesainya Standar Kompetensi Khusus (SKK) Amil Zakat. SKK ini walau sementara ini berlaku di lingkungan FOZ, bukan tidak menutup kemungkinan bisa dikembangkan untuk lingkungan gerakan zakat yang lebih luas. Selain itu apresiasi ini juga ditujukan bagi FOZ atas suksesnya Sekolah Amil FOZ menyelenggarakan berbagai pelatihan untuk para amil pengelola zakat di berbagai daerah di Indonesia. Harapannya, semakin kualitas amil terus meningkat, maka semakin baik pula pengelolaan zakat di Indonesia.
Dalam kesempatan CEO LAZ Forum ini juga, Pak Fuad menyampaikan pula bahwa persoalan zakat pada dasarnya bukan hanya merupakan tanggungjawab pemerintah namun juga masyarakat. Sehingga iklim yang dibangun dalam tata kelola gerakan zakat ada baiknya fokus pada terciptanya sinergi secara harmoni dari semua elemen gerakan zakat agar semua institusi yang ada mampu bergerak bersama secara optimal dalam mencapai tujuan pengelolaan zakat. Pengelolaan zakat di Tanah Air sendiri masih banyak memerlukan penyatuan kemampuan dan daya jangkau dari para aktivisnya.
Dalam urusan zakat, masih kata Pak Fuad, negara sendiri hadir untuk membantu umat Islam dalam mengelola zakat karena negara berkepentingan menjadikan rakyat sejahtera dan terbebas dari kemiskinan. Dengan demikian, peranan pemerintah dan masyarakat bukan hanya saling berkaitan, namun justru harus menyatu dalam visi dan misi menguatkan energi gerakan Zakat.
Berpadunya semangat kebersamaan dan spirit sinergi antara negara dengan masyarakat dalam mengoptimalkan dana zakat, bermuara pada adanya tindaklanjut program bersama antara Kementrian Agama dengan FOZ. Sinergi program ini pada tahap awal akan ditindaklanjuti oleh kumpulan LAZ BUMN bersama Kementeriaan Agama dalam program Kampung Zakat yang berbasis di daerah perbatasan dan daerah katefori 3T di Indonesia. Program ini diharapkan menjadi pilot project bagi program kampung zakat berikutnya di Indonesia.
Semoga program ini juga bisa sukses dan akan menjadi percontohan terutama bagi pemerintah daerah dalam pengentasan kemiskinan di daerahnya. Kampung Zakat ini juga akan menjadi percontohan yang kuat tentang bagaimana sinergi antar Lembaga zakat dibangunn pada daerah–daerah tertentu. (Bagian Pertama)
Tulisan ini disusun ulang dan dirapikan di Ruang Tunggu Terminal Bandara Jogjakarta ketika menunggu pesawat yang lama tak datang, Ahad, 3 Desember 2017.
*) Ketua OC Munas FOZ ke-8 di Lombok 1-3 Februari 2018