REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ali Akbar*
Arkeologi adalah ilmu yang mempelajari kebudayaan masyarakat masa lalu melalui peninggalannya. Masa lalu mempunyai rentang waktu yang panjang yakni mulai dari jutaan tahun lalu sampai dengan seperjutaan detik lalu. Untuk memudahkan kajian dan berdasarkan metode utamanya, dibuatlah periodisasi yakni Arkeologi Prasejarah (Prehistoric) dan Arkeologi Sejarah (Historical Archaeology).
Arkeologi Prasejarah meliputi kurun waktu mulai dari jutaan tahun lalu dan berakhir sampai ketika manusia mengenal huruf atau tulisan atau aksara. Metode yang dipakai umumnya ekskavasi atau penggalian. Selain itu dilakukan uji pertanggalan absolut (absolute chronology) untuk mengetahui usia karena tidak ada sumber tertulis dan tidak ada pihak yang dapat ditanyakan mengenai kapan terjadinya suatu peristiwa.
Arkeologi Sejarah meliputi kurun waktu ketika manusia mengenal aksara. Batas antara periode Prasejarah dan Sejarah di tiap bangsa atau negara berbeda, misalnya Mesir sekitar 3000 Sebelum Masehi sedangkan Indonesia sekitar 400 Masehi. Metode yang digunakan sama dengan metode Arkeologi Prasejarah, tetapi dapat menggunakan data sumber tertulis dari zaman yang dikaji, misalnya prasasti, nisan, catatan atau berita perjalanan, naskah kuno atau manuskrip.
Arkeolog jaman now tentu tidak dapat menggunakan data sumber tertulis saat mengkaji periode prasejarah. Arkeolog jaman now dapat menggunakan data sumber tertulis saat mengkaji periode sejarah. Meskipun demikian, tidak semua orang mencatat atau menulis dan tidak semua kejadian dicatat. Umumnya juru tulis, tokoh besar, musafir atau penjelajah, kalangan religi, kaum bangsawan yang menulis kisah atau keputusan mereka.
Data tertulis tersebut sedikit banyak dapat digunakan untuk merekonstruksi kebudayaan masa lalu, namun umumnya menurut penguasa atau tokoh penting. Jumlah data berupa sumber tertulis dibandingkan jumlah manusia yang ada di bumi tentu menunjukkan sumber tertulis tetap terbilang langka.
Arkeolog jaman now meneliti realitas atau fakta kebudayaan yang terjadi di landasan (platform) yang disebut dunia atau bumi entah di bagian dasar laut, di dalam tanah, atau di permukaan bumi. Kebudayaan materi (material culture) berupa bangunan, monumen, atau struktur yang ditemukan oleh para arkeolog disebut fitur (feature) dan lokasinya disebut situs (site).
Salah satu buku teori dan metode arkeologi khususnya Arkeologi Prasejarah menyatakan arkeolog jangan bermimpi menemukan benda semacam kotak hitam (black box) yang ketika dibuka akan langsung bercerita mengenai kejadian di masa lalu secara utuh. Arkeolog hanya menemukan sisa benda atau artefak yang harus menggunakan teori dan metode tertentu agar benda itu dapat menghasilkan cuplikan peristiwa masa lalu. Namun dengan perkembangan teknologi ternyata dan memang sudah terjadi bahwa manusia berhasil membuat black box sehingga mampu merekam suatu periode tertentu katakanlah rekam jejak (track record) perjalanan pesawat selama beberapa jam.
Mungkin tidak pernah terbayang oleh arkeolog jaman now bahwa arkeolog zaman future akan meneliti hiperrealitas atau fakta yang terjadi di dunia maya. Landasan (platform) juga mencakup udara dan angkasa. Interaksi manusia di bumi diwakili oleh avatar atau representasi virtual yang berseliweran secara gaib atau kasat mata alias tidak terlihat di udara, tapi mampu direkam oleh alat untuk menangkap dan mentransmisikan itu semua. Sebutlah secara sederhana alat itu adalah gawai (smartphone) yang kita pegang yang saling terhubung (connected) dengan gawai orang lain serta terkumpul di satelit.
*Doktor Arkeologi lulusan Universitas Indonesia