REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Badrul Munir, Dokter/Dosen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang/Penulis Buku-Buku Neuroreligi
Setiap masa ada tokohnya dan setiap tokoh ada masanya, rasanya kalimat ini cocok untuk ustaz Abdul Somad (UAS). Pada usia 40 tahun, dai asal Riau ini menjadi dai terkenal dan banyak pengikut jamaah di Indonesia, fenomena ini mengingatkan kita dengan kemunculan almarhum KH Zainuddin MZ pada awal 1990-an.
Namun, ada yang berbeda dengan UAS ini, UAS muncul pada "zaman now" dan berdakwah lebih banyak menggunakan dunia maya, sementara KH Zainuddin yang kala itu memikat masyarakat dengan kepiawaiannya mengolah kata di podium banyak disaksikan lewat radio dan televisi.
Satu hal yang menarik adalah adanya penolakan dari sebagian kecil elemen bangsa yang merasa tidak pas dengan ceramah dai ini, penolakan dan persekusi di Bali serta terakhir ceramah di Hongkong oleh pihak otoritas di sana.
Penolakan UAS berceramah justru menjadi media untuk melambungkan nama beliau. Terbukti jutaan simpati mengalir baik dari masyarakat, bahkan kedatangan UAS dalam setiap ceramahnya di beberapa daerah sangat ditunggu oleh jutaan jamaahnya.
Dominasi otak
Menarik untuk memetakan kerja otak UAS ini, psikolog dunia peraih Nobel tahun 1981, Roger W Sperry, memetakan otak berdasarkan fungsinya menjadi otak kanan dan kiri. Kerja otak kiri menjadikan seseorang berpikir, mengingat, menganalisis, berhitung, dan memutuskan sesuatu. Hasil kerja otak kiri menjadikan seseorang sebagai ilmuwan yang cerdas.
Sedangkan kerja otak kanan lebih banyak pada hal menalar, memahami, intuisi, merasakan, simpati yang menjadikan seseorang mengembangkan diri di sisi seni dan humanisme. Sebenarnya, teori otak kanan dan kiri ini sudah banyak ditentang oleh ahli neurosains "zaman now, yang mengatakan bahwa kerja otak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Pembagian otak kanan dan kiri sudah tidak relevan lagi berdasarkan temuan kedokteran saat ini.
Namun, masih banyak orang yang mempercayai bahwa untuk kesuksesan harus mendominasikan kerja otak kanan. Hal ini bisa kita lihat dari banyaknya pelatihan atau buku yang isinya mengaktifkan otak kanan agar sukses dalam hidupnya.
Teori otak kanan dan kiri ini sangat menarik bila diaplikasikan untuk UAS ini. Bila kita mengikuti ceramah dan membaca perjalanan hidup beliau tampak sekali kecerdasan beliau dalam menghafal dasar-dasar hukum akidah, fikih, dan muamalah.
Bukan hanya menghafal dari Alquran dan hadis, melainkan menukil pendapat beberapa ulama secara perinci dan lengkap, yang dirangkai dan disandingkan dengan bahasa sederhana untuk diketahui oleh masyarakat, sehingga masyarakat jadi sangat paham dan tidak menyalahkan perbedaan dalam hal agama yang sering dipertentangkan di masyarakat awam. Poin ini menjadi salah satu kelebihan UAS dibandingkan dai lainnya.
Keluasan dan kedalaman ilmu agama ini bisa dimaklumi mengingat UAS adalah alumnus Universitas Al Azhar dan Maroko yang sangat terkenal itu. Untuk bisa kuliah di sana, UAS harus mengalahkan 900 calon mahasiswa lainnya dengan seleksi yang sangat ketat, tentunya dibutuhkan otak cerdas yang didominasi otak kiri.