REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh: Mas Achmad Daniri, Ketua Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG)
Perbankan syariah merupakan cerminan langsung dari perekonomian karena terkaitan langsung antara sektor perbankan dan sektor riil. Keadaan perekonomian, baik global maupun domestik masih belum menggembirakan.
Pertumbuhan lambat diperkirakan masih akan berlanjut pada tahun mendatang. Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih mengandalkan pada konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah, sebagai akibat dari stimulus fiskal dan pelonggaran kebijakan moneter. Hal ini pula yang tecermin pada perbankan syariah yang mengandalkan pertumbuhan pada nasabah konsumen.
Hal yang sama juga terjadi pada salah satu pelopor bank syariah di Indonesia, yang menghadapi ujian terberat dalam perjalanan bisnis perusahaan belakangan ini. Awalnya, diduga masalah yang membelit bank tersebut adalah masalah likuiditas, tetapi nyatanya terletak pada minimnya modal untuk melakukan pengembangan, khususnya digitalisasi perbankan.
Setidaknya terdapat dua faktor utama yang ditengarai menjadi penyebab kondisi bisnis syariah saat ini. Faktor pertama adalah sumber daya manusia (SDM). SDM yang ada tidak secara menyeluruh menjalankan prinsip bisnis pada umumnya yang sejatinya mengutamakan prinsip kehati-hatian. Kelalaian baik yang disengaja maupun tidak disengaja merupakan peluang terjadinya fraud.
Faktor kedua adalah sistem, dalam hal ini manajemen risiko dan internal control. Ditengarai adanya kegagalan penerapan manajemen risiko yang dilakukan oleh manajemen bank sehingga menyebabkan terjadinya pengucuran dana untuk kredit fiktif. Hal ini menjadi bukti tidak diterapkannya manajemen risiko dan internal kontrol secara efektif.
Namun, di sisi lain terdapat bank syariah yang secara konsisten telah menerapkan governance yang baik. Hal ini dibuktikan dengan diperolehnya penghargaan GCG selama enam tahun berturut-turut dari salah satu organisasi penggiat GCG.
Pencapaian ini tidak terlepas dari upaya berkesinambungan perusahaan dalam penguatan infrastruktur, restrukturisasi internal yang mengarah kepada praktik terbaik, penyesuaian, dan pembaruan sistem dan prosedur yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan GCG yang efektif.
Dari perspektif governance, secara prinsip kedudukan manusia dalam bisnis syariah secara kodrat tidak terlepas dari kecenderungan untuk berperilaku baik dan buruk, terlebih lagi manusia yang beraktivitas di dunia bisnis. Pelaku bisnis dapat melakukan aktivitas bisnisnya dengan cara yang tidak baik untuk mencapai tujuannya, tapi di sisi lain tidak menutup kemungkinan adanya pelaku bisnis yang tetap taat asas mengikuti akhlaqul karimah sehingga mampu mempertahankan perilaku baiknya dalam bisnis.
Bisnis yang dipandu oleh spiritualitas dan etika akan menciptakan iklim usaha yang sehat dan berkesinambungan, dengan terwujudnya disiplin pasar yang lahir dari budaya governance bisnis yang baik. Untuk itu, perlu adanya pedoman sebagai panduan untuk menjalankan bisnis syariah sesuai dengan prinsip governance.
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) pada tahun 2011 telah menerbitkan Pedoman Umum Good Governance Bisnis Syariah (GGBS). Dalam Pedoman tersebut disebutkan bahwa pijakan dasar spiritual yang mendasari bisnis syariah ada dua, yaitu Halal dan Tayib. Tayib mencakup segala nilai-nilai kebaikan yang menjadi nilai tambah dari hal-hal yang halal dalam rangka pencapaian tujuan syariah.
Adapun pijakan dasar operasional terdiri atas dua kategori. Kategori pertama adalah ShiFAT dan perilaku nabi dan rasul dalam beraktivitas termasuk dalam berbisnis, yaitu shidiq, fathonah, amanah, dan tabligh. Kategori kedua adalah asas yang dipakai dalam dunia usaha pada umumnya, yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, serta kewajaran dan kesetaraan.
Setiap kegiatan bisnis syariah harus memilliki empat fungsi sehingga dapat tercipta amar ma’ruf nahi mungkar atau dalam bahasa bisnis diartikan sebagai check and balance. Empat fungsi tersebut meliputi kepemilikan, pelaksanaan bisnis secara operasional, pengawasan dan nasihat, dan pengawasan aspek syariah.
Bisnis syariah dalam Islam harus dijalankan dengan governance yang baik, karena dipandang sebagai salah satu manifestasi ibadah atau amal shalih yang berasaskan ketakwaan, sehingga diperlukan ketaatan pada asas spiritual dan operasional. Hal ini dimaksudkan untuk memungkinkan mendapatkan keberkahan, kemanfaatan, dan kesinambungan dalam kehidupan duniawi, di samping menjadi kegiatan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT.
Bisnis yang dijalankan dengan governance yang baik akan lebih memungkinkan untuk tetap sustainable atau berlangsung secara baik. Keberlangsungan bisnis sangat penting untuk dijaga karena dapat menjanjikan keberlangsungan bisnis, dalam memberikan kemanfaatan bagi semua pihak yang berkepentingan, termasuk lingkungan sekitar.
Dengan fakta yang telah disampaikan di atas, sosialisasi dan internalisasi secara masif Pedoman Umum Governance Bisnis Syariah kepada seluruh pelaku bisnis syariah merupakan hal yang fundamental. Hal ini sejalan dengan prinsip bahwa syariah menjunjung tinggi bisnis yang baik karena memberikan kemanfaatan luas bagi banyak pihak, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberikan manfaat kepada orang lain.” (HR Bukhari).
Dengan era persaingan yang ketat seperti saat ini, bisnis syariah harus hadir sebagai solusi bagi kebutuhan umat. Syaratnya adalah governance harus dijadikan kunci bagi kebangkitan dan keberhasilan bisnis syariah di Indonesia.