REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menilai turunnya kecurangan saat pelaksanaan Ujian Nasional (UN) karena Ujian Nasional (UN) tidak menjadi parameter kelulusan.
“Itu karena kami tidak main-main setiap ada kecurangan dan penyimpangan,” kata Humas Kemendikbud, Ari Santoso, saat dihubungi Republika Online (ROL), Jumat (22/5). Oleh sebab itu, katanya, hasil penyimpangan dan pelanggaran pun bisa ditekan jumlahnya dibandingkan tahun lalu.
Ari berpendapat, ada dua alasan yang menyebabkan hasil temuan pelanggaran dan penyimpangan mengalami penurunan. Pertama, ujarnya, karena UN tidak menjadi parameter kelulusan lagi di tahun ini. Maka dari itu, lanjutnya, tingkat tekanan atau stress peserta didik maupun nilai tidak terlalu tinggi.
Alasan kedua, kata Ari, turunnya kecurangan UN itu karena upaya yang telah dilakukan. Banyak sekali pihak yang langsung bergerak cepat jika terjadi permasalahan saat UN. Sehingga segala hal yang merugikan dunia pendidikan bisa terhindarkan.
Sebelumnya, Lembaga Negara Pengawas Pelayanan Publik, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) mengaku menemukan 413 pelanggaran dan penyimpangan saat pelaksanaan Ujian Nasional (UN). Temuan ini tidak hanya ditemukan ORI pada UN tingkat SMP tapi SMA juga.
Komisioner Ombudsman Bidang Penyelesaian Laporan, Budi Santoso mengatakan, jumlah 413 ini tidak hanya berasal dari UN Paper Based Test (PBT) saja tapi CBT juga. Jumlah tersebut, ungkapnya, yakni 176 pelanggaran terjadi di UN PBT dan 237 pada UN CBT.
“Kami nilai UN tahun ini lebih baik dari yang lalu,” tegas Komisioner Bidang Penyelesaian Laporan Ombudsman, Budi Santoso saat Konferensi Pers (Konpers) pada Kamis (21/5) di Kantor ORI, Jakarta.
Pernyataan ini diungkapkannya karena temuan pelanggaran dan penyimpangan UN tahun ini menurun dibandingkan sebelumnya. Ia menegaskan, tahun lalu ORI menemukan 597 kecurangan di berbagai tempat saat pelaksanaan UN 2014 di tingkat SMP/sederajat maupun SMA/sederajat.