REPUBLIKA.CO.ID, PENGLIPURAN -- Benchmark adalah cara paling cerdas, cepat dan cekatan untuk menjadi yang terbaik.
Membandingkan dengan cerita sukses dan kehebatan pesaing, itulah yang diminta Menpar Arief Yahya, kepada semua daerah dalam mengembangkan destinasi pariwisata.
"Khusus untuk membangun desa wisata, silakan berguru ke Desa Penglipuran, Bali!," ujar Mantan Dirut PT Telkom Indonesia itu dalam keterangan resmi kepada Republika.co.id.
Seperti diberitakan di banyak media, reputasi Desa Penglipuran, Bali, sudah mendunia. Bukan hanya terbaik di Bali, maupun Indonesia. Tetapi sudah menggunakan standar global. Namanya masuk ke dalam kelompok desa-desa terbaik dunia, sejajar dengan Desa Giethoorn di Belanda serta Mawlynnong di India.
"Ini bisa dicontoh, kehidupan masyarakat, pola komunikasi, mempertahan tradisi dan budaya lokal, termasuk dalam urusan sosial, komitmen untuk kebersihan bersama, keamanan dan kenyamanan bersama. Atmosfer inilah yang membuat turis betah tinggal di homestay yang disewakan warga masyarakat," kata Arief Yahya, sambil membayangkan di destinasi wisata lain di Indonesia belajar dan dimodifikasi untuk diterapkan di daerahnya.
Pengakuan dunia ini diulas dalam situ Boombastis.com. Dari mulai kebersihan hingga keharmonisan masyarakatnya, dianggap sangat fantastis.
Budaya dan hubungan kekerabatan, kekeluargaan, antar anggota masyarakat di desa itu fantastis. Khas Indonesia, yang hidup rukun, damai, saling hormat dan penuh toleransi.
"Penglipuran adalah desa yang sangat bersih, indah dan masih terjaga kehidupan tradisionalnya. Kenyaman dan kebersihannya membuat banyak wisatawan ter-influence untuk berkunjung dan berlama-lama di sana," tulis Boombastis.com.
Ada sekitar 200 rumah bergaya tradisional di desa ini. Semuanya berderet rapi di jalanan menanjak. Jalanan dibuat dari batu alam dan banyak tumbuh bunga warna-warni di sekitar desa.
Motor dan mobil dilarang masuk ke desa ini sehingga Penglipuran bebas dari polusi udara. Nah, hal lain yang bikin wisatawan betah adalah kebersihannya.
Desa yang terletak di jalan Penglipuran, Desa Kubu, Bangli, Kecamatan Bangli ini, dijamin bersih. Tak ada satu pun sampah yang terlihat di sana.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, AA Gede Yuniartha menjelaskan bahwa sejak dahulu kala, para orangtua Desa Penglipuran selalu mengajarkan kepada anak-anaknya untuk menjaga kebersihan lingkungan. Termasuk, menjaga kebersihan di tempat-tempat suci seperti pura.
"Enggak boleh buang sampah sembarangan, nggak boleh merokok sembarangan. Semua tertib. Kalau ingin merokok, harus merokok di tempat yang sudah disediakan. Motor dan mobil juga nggak diperkenankan masuk ke desa ini. Motor dan mobil akan ditaruh di garasi belakang rumah dengan jalur masuk yang berbeda," terang Yuniartha, Sabtu (23/7).
Ketua PKK Desa Penglipuran, Ni Wayan Nomi ikut buka suara. Dari paparannya, setiap bulan, ibu-ibu di Desa Penglipuran berkumpul untuk melakukan pemilahan sampah. Sampah organik dan non-organik, semua dipisah. Sampah organik akan diolah menjadi pupuk, sementara sampah non organik akan dijual dan ditabung ke bank sampah di desanya. Satu kilogram sampah dihargai Rp 200.
Hal lain yang membuat nama Penglipuran meroket adalah keharmonisan kehidupan masyarakatnya. Hubungan manusia dengan lingkungan serta manusia dengan Tuhan, sangat terjaga dengan baik.
"Tradisi yang dilakukan oleh warga-warga Desa Penglipuran memang sesuai banget dengan arti dari kata 'Penglipuran'. Penglipuran berasal dari kata Pengeling Pura yang memiliki arti tempat suci untuk mengingat para leluhur," timpal Ketua Asosiasi Biro Perjalanan Wisata (Asita) Bali, I Ketut Ardana.