REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Roadshow Menteri Pariwisata Arief Yahya ke industri penerbangan sampai juga ke Angkasa Pura II (AP II), di Soekarno Hatta Tangerang, pada Rabu (7/9). Kesannya memang agak aneh, apa kaitan Menteri Pariwisata dengan industri transportasi udara?
Plt CEO Angkasa Pura II Djoko Murjatmodjo, yang pernah menjabat sebagai Director of Operations & Engingering, mengaku kaget. “Biasanya yang berkoordinasi dengan kami adalah Menteri Perhubungan atau Menteri BUMN. Ini baru kali pertama, Pak Menpar hadir di AP II,” ujar Djoko.
Djoko sangat mengapresiasi kondisi pariwisata saat ini karena langsung berdampak pada industri penerbangan yang menjadi pelanggan mereka. Pariwisata betul-betul menggenjot orang untuk terbang menggunakan fasilitas bandara dan maskapai penerbangan. “Contohnya, Bandara Silangit, yang semula kami pesimis, dari pembukaan awal, Garuda terbang 3 hari seminggu, sekarang tiap hari dan Sriwijaya dengan pesawat Boeing terbang 2 kali sehari,” kata Djoko.
Bahkan, sekarang ini sudah ada Wing, Lion, Sriwijaya, Garuda dari Jakarta, dan Garuda dari Kuala Namu Medan. Pertumbuhannya pesat, rata-rata 15 ribu per bulan, sehingga 1 tahun bisa 180 ribu per tahun. Sedangkan proyeksinya masih 100 ribu tahun ini. “Data itu menunjukkan animo masyarakat ke kawasan wisata Danau Toba sangat tinggi,” ungkap Djoko.
Sebagai sesama orang yang pernah menangani BUMN, Menpar Arief Yahya pun lebih blak-blakan berdialog dengan jajaran direksi yang hadir di pertemuan itu, antara lain, Director of Finance Andra Y Agussalam, Director of Commercial & Business Development Faik Fahmi, Director of Airport Services & Facility Ituk Herarindri, dan Director of Human Capital, General Affairs & IT Daan Achmad.
“Intinya, kami ini harus memenuhi target Presiden Joko Widodo untuk mendatangkan 20 juta wisman, dan 75 persen wisman itu terbang. Saya sudah keliling airlines, berdiskusi dengan industri penerbangan. Harus ada semangat Indonesia Incorporated, harus bersama-sama untuk memajukan republik ini, sesuai dengan porsinya,” kata Arief Yahya.
Arief pun membawa beberapa ide agar segera diimplementasikan di AP II, atau minimal di 13 bandara yang berada di bawah pengelolaannya. Pembangunan diminta diawal dengan hal-hal nonfisik. Pertama, jam operasional harus bisa melayani 24 jam, sehingga bisa mengatasi problem jumlah penerbangan. “Dulu dalam Ratas dengan Presiden, sudah pernah diputuskan untuk menaikkan jam operasi dari 12 jam menjadi 18 jam, agar bandara seperti Adi Sucipto Yogyakarta itu bisa menampung lebih banyak penerbangan,” ungkap dia. Dia mencontohkan Bali, Jakarta, dan Manado sudah mulai bisa didarati pesawat yang terbang malam.
Kedua, implementasi IT (teknologi informasi) di semua pelayanan kepada publik. Manfaatkan digital, pasti tidak akan ada kebocoran di sana sini. “Dulu PT KAI di era Pak Jonan, juga menggunakan digital dan IT, dan hasilnya langsung double. Memudahkan semua pihak. Saya jamin, jika semua lini menggunakan IT, pengelolaan bandara ini juga akan double value,” jelasnya.
Ketiga, perbaiki semua regulasi yang menghambat. Semua regulasi yang membuat jumlah penerbangan terhambat harus segera dibedah, direvisi, dan diperbaiki dengan tetap memperhitungkan standar keamanan bagi konsumen. “AP II ini jauh lebih beruntung dari industri transportasinya, airlines. Mereka itu lebih sulit mengejar revenue, karena harus menghitung dengan benar. AP ini bisa kombinasi antara servis dan properti, dan Anda semua tahu, bisnis properti jauh lebih menghasilkan daripada jasa penerbangan,” ungkap Arief Yahya.
Arief memberi beberapa saran kepada AP. Saran yang pertama adalah harus berpikir jangka panjang. "Hitung saja sebelum dan sesudah dibangun? Nanti pertumbuhan value pasti akan mengagetkan. Padahal di bisnis itu tidak boleh kaget-kaget, semua itu bisa dihitung,” kata dia.
Kedua, kalau membuat perencanaan jangan berpikir jangka pendek, tetapi harus jangka panjang. Arief Yahya melihat kapasitas dan traffic terminal penumpang bandara di AP II. Dari 13 Bandara, 7 diantaranya sudah over capacity. Ketiga, jangan takut dengan perencanaan besar, karena proyeksi negara terhadap wisman dan wisnus juga besar. "Kalau soal financing, itu bisa dilakukan dengan banyak cara. Bisa dengan oblikasi, financing, partnership, dan lainnya,” ungkap Menpar Arief Yahya.
Soal regulasi, lagi-lagi Arief Yahya mengingatkan agar jangan membuat peraturan yang justru kontraproduktif dengan airlines. Mereka adalah industri yang seharusnya menjadi customers Angkasa Pura. Harus menciptakan atmosfer yang bisa membuat mereka berkembang. Mereka justru yang harus dilayani, bukan sebaliknya. “Saya akan bantu, agar semua pihak bisa cepat maju dan berkembang,” kata Menpar Arief Yahya.