Kamis , 15 Sep 2016, 11:46 WIB

'Jangan Bunuh Angsa Bertelur Emas'

Red: Dwi Murdaningsih
Republika/ Yasin Habibi
 Perwakilan kedutaan asing mengunjungi tempat wisata tanaman bakau di Kota Probolinggo, Jawa Timur, Ahad (28/8). (Republika/Yasin Habibi)
Perwakilan kedutaan asing mengunjungi tempat wisata tanaman bakau di Kota Probolinggo, Jawa Timur, Ahad (28/8). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Guru Besar Fakultas Ekonomi UI dan Pendiri Rumah Perubahan Rhenald Kasali menyebut pariwisata sebagai lokomotif, yang akan menarik gerbong-gerbong sektor ekonomi lainnya. Seperti industri kuliner, hiburan, properti, bahan bangunan, hotel baru dibangun pasti bahan bangunan dan seni menanjak permintaannya. Juga tenaga listrik, barang elektronika, bisnis-bisnis berskala UMKM, partanian, perikanan, peternakan, dan lainnya.

Menurut Rhenald, dalam dunia bisnis ada ungkapan, 'Jangan bunuh angsa yang bertelur emas'. Kisah angsa bertelur emas ini sebetulnya cerita tentang keserakahan. Cerita tentang seorang petani tamak yang tak sabar menunggu angsanya bertelur emas setiap hari. Maka, ia memotong sang angsa agar bisa mendapatkan seluruh telurnya sekaligus. Malangnya setelah angsa dipotong dan dibelah isi perutnya, di dalamnya tak ada sebutir telur pun. Ia pun menyesal setengah mati.

Tapi, apa gunanya? Sang angsa toh tak bisa hidup kembali. "Saya anggap industri pariwisata kita bak angsa tadi. Kini, karena masalah fiskal, Menteri Keuangan sudah memerintahkan semua kementerian/lembaga untuk memotong anggaran belanjanya. Nilai pemotongannya mencapai Rp 65 triliun. Lalu, anggaran lain yang dipotong adalah dana transfer ke daerah sebesar Rp 68,8 triliun. Jadi total anggaran yang dipotong Rp 133,8 triliun," sebutnya.

Itu angka sementara. Kalau target perolehan dana dari tax amnesty tak mencapai target, besaran anggaran bakal dipotong lagi. "Betul, saya setuju. Kita tak selayaknya lagi hidup dengan kondisi lebih besar pasak daripada tiang. Hanya tentu kurang bijak kalau semuanya main pukul rata. Jadi, perlu dipilah. Dilihat lagi paretonya," kata dia.

Menurut dia, pariwisata adalah angsa petelur emas. Pemotongan anggaran, kata dia lebih baik dilakukan untuk sektor-sektor konsumtif dan tidak memberikan imbal hasil. Sebaliknya kalau sifatnya investasi, yang kelak menghasilkan maka anggarannya jangan dipotong.

Menteri Pariwisata Arief Yahya membahasakan angsa emas sebagai portofolio bisnis. "Dalam bisnis, kita harus menempatkan seluruh resources ke portofolio bisnis yang kita yakini akan memberi benefit paling bagus. Ukurannya 3S, size, spread, sustainable. Ukurannya besar, menghasilkan benefit atau laba yang besar dan pertumbuhannya juga besar berkelanjutan. Dan itu semua ada di pariwisata," kata Arief Yahya.

Jika dilihat dari perolehan devisa saat ini, migas, batubara dan CPO (kelapa sawit) masih di atas. Size nya berurutan terbesar, tiga komoditi itu. Bagaimana dengan spread dan sustainable? "Bisnis jangan hanya melihat size saja! Tanpa melihat sustainability, maka saya khawatir kita memilih jalan yang keliru. Ingat, proyeksi lebih penting daripada performancy. Hanya melihat hasil saat ini tanpa memandang ke depan, bisa berbahaya," kata Arief.

Seperti diketahui, setelah kunjungan kerja (kunker) dalam rangkaian menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 dan ASEAN ke Cina dan Laos, Presiden Joko Widodo mendapatkan kesan yang sangat tegas dan masuk akal. Bahwa Indonesia harus punya core ekonomi yang diunggulkan dan menjadi sektor utama pendulang devisa. Di Shanghai saat bertatap muka dengan masyarakat Indonesia di sana, presiden menyebut pariwisata sangatlah penting. Karena itu, presiden meminta warga di sana untuk membantu mempromosikan Wonderful Indonesia kapada calon wisatawan asal Cina.