REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG - Setahun pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK), pemerintah tidak impor beras.
Kondisi ini dinilai sebagai sesuatu yang jarang terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Karena itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengapresiasi kinerja jajarannya, khususnya Kementerian Pertanian (Kementan) yang telah berjuang meningkatkan produksi pangan khususnya beras di seluruh Indonesia.
Dalam perayaan Hari Pangan Sedunia yang diselenggarakan di Sumatera Selatan, Wapres mengatakan, pangan merupakan salah satu komoditas strategis yang menjadi perhatian pemerintah.
Menurutnya, kekurangan pangan seperti beras berpotensi menimbulkan konflik di berbagai wilayah Indonesia. Karena itu, pasokan dan satabilitas harga pangan mutlak harus dijaga dan diperhatikan.
"Suatu negara seperti Indonesia yang bahan pangan utamanya padi, harus menjaga kebutuhan pangannya dan terus meningkatkan produktivitasnya," ujar JK saat memberikan sambutan di desa Palu, Kecamatan Pemulutan, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan belum lama ini.
Ia menjelaskan, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menjaga kepentingan pangan. Sebab ketersediaan pangan menjadi kepentingan utama petani dan konsumen. Harga pangan juga harus menguntungkan petani dan tidak juga merugikan konsumen.
"Nah keseimbangan harga dan kepentingan inilah yang harus dijaga pemerintah. Sebab apabila harga turun, akan menyulitkan pentani, tapi bila harga naik akan merugikan konsumen. Beras ini berbeda dengan karet. Kalau harga karet melambung, petani di Sumatera Selatan senang, banyak beli motor baru dan perbaiki rumah," imbuhnya.
Namun bila harga pangan naik, lanjut Wapres, maka masyarakat menengah ke bawah yang sangat merasakan dampaknya. Karena sebagian besar gaji mereka atau sekitar 60 persen dari pendapatan mereka digunakan untuk membeli kebutuhan pokok.
Berbeda dengan masyarakat menengah ke atas yang sekitar 20 atau 30 persen pendapatan mereka yang diperuntukkan untuk makanan dan sisanya untuk kebutuhan lain-lain,” ujar JK.
Itulah sebabnya, Wapres menekankan kepada Kementan untuk terus menjaga pasokan pangan dan meningkatkan produksi pangan agar masyarakat kecil tidak menderita.
Salah satu solusinya adalah dengan meningkatkan produksi menggunakan teknologi. Sebab dengan teknologi, tidak perlu ada perluasan lahan tapi cukup peningkatan produksi. Kalau lahan diperluas, maka akan ada pembukaan lahan atau pengrusakkan hutan yang sekarang dilarang. Tapi dengan meningkatkan produksi tidak perlu adanya pengrusakan hutan lagi.
JK optimis, dengan pembagian alat-alat mesin pertanian seperti traktor, power trasher, combine harvester, transplanter dan bibit unggul maka peningkatan produksi pangan bisa tercapai.
"Dengan adanya alat-alat pertanian ini, maka petani bisa sedikit melawan hukum alam yang selama ini kerap membuat petani tidak berdaya," tambah JK.
Pada kesempatan itu, Wapres juga mengingatkan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menghitung betul akurasi angka konsumsi beras nasional. Sebab, bila ada kesalahan perhitungan, maka itu berakibat pada ketersediaan pangan masyarakat. Ia mendesak agar BPS menghitung ulang soal data ketersediaan pangan agar sesuai dengan kondisi riil di lapangan.
Apalagi ke depan ini, lanjut Wapres, muncul tantangan baru dengan peningkatan jumlah penduduk yang diperkirakan mencapai 300 juta jiwa dalam kurun waktu 10 tahun sampai 15 tahun ke depan. Jumlah penduduk yang naik sekitar 20% ini dibarengi dengan peningkatan volume konsumsi pangan. Padahal dalam waktu bersamaan, lahan sawah akan berkurang karena sebagian digunakan sebagai tempat tinggal.
"Kehadiran teknologi, peralatan, bibit unggul dan pengairan sawah yang baik, itulah yang bisa mengatasinya," pungkasnya.
Dalam kesempatan itu juga, Wapres menyaksikan penanaman padi di lahan seluas 600 hektare (ha) di Desa Palu. Dari lahan itu, saat ini yang siap tanam sekitar 200 ha - 125 ha. Sedangkan areal 475 ha merupaka areal lebak dalam dan tengahan yang saat in baru menerapkan IP 100 dan baru bisa IP 200 jika dilakukan perbaikan infrastruktur di lapangan.
Hadir dalam kesempatan tersebut, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin.