REPUBLIKA.CO.ID,BOYOLALI -- Kalangan petani jagung yang tergabung dalam kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) mengharapkan pemerintah segera memberikan izin memanfaatkan benih bioteknologi untuk meningkatkan produktivitas tanaman mereka.
"Dengan kondisi iklim kekeringan saat ini diperlukan benih jagung yang tahan kekeringan," kata Wakil Ketua KTNA Provinsi Jawa Timur Muchsin ditemui di sela Rembuk Paripurna KTNA di Boyolali, Jawa Tengah.
Menurut dia, benih bioteknologi memiliki kelebihan tahan kekeringan. Selain itu, tidak memerlukan olah tanah untuk menanamnya.
Rembuk Paripurna KTNA 2015 berlangsung sejak 5--8 November di Asrama Haji Donohudan mengagendakan pemilihan Ketua Umum organisasi tani dan nelayan tersebut untuk periode lima tahun mendatang.
Muchsin yang juga Ketua KTNA Kabupaten Jember itu menyatakan bahwa pihaknya pernah melakukan percobaan menanam jagung bioteknologi, hasilnya ternyata lebih menguntungkan dibandingkan benih yang dibudidayakan selama ini.
Menurut dia, penggunaan benih hasil rekayasa genetika tersebut mampu menghemat biaya olah tanah sebesar Rp1 juta per hektare, itu belum termasuk penurunan biaya penggunaan pestisida yang menurun.
Meski demikian, kata dia, hasil produksinya tersebut kemudian dibuang karena hingga
saat ini belum ada izin dari pemerintah terhadap penggunaan benih tersebut.
Hal senada dinyatakan Ketua KTNA Provinsi Lampung, Kaslan yang menyatakan pemerintah semestinya tidak lagi berwacana terhadap pemanfaatan benih hasil bioteknologi tersebut.
Menurut dia, pemerintah selama ini terkesan tidak konsisten terhadap pelarangan pemanfaatan benih bioteknologi oleh petani di dalam negeri karena pada kenyataannya kedelai yang diimpor dari Amerika selama ini merupakan kedelai biotek.
"Kami (petani) sudah 12--15 tahun mengajukan agar diizinkan menggunakan benih biotek ini ke pemerintah. Seharusnya pemerintah tidak menutup mata terhadap kenyataan (masuknya impor kedelai biotek)," katanya.
Ketua Forum Pondok Pesantren Agribisnis Kabupaten Lamongan Sholahuddin menyatakan di negara-negara tetangga, seperti Filipina, Myamar, Vietnam, dan bahkan Thailand penggunaan benih bioteknologi sudah dilakukan oleh para petaninya.
"Ibaratnya lomba, mereka sudah menggunakan mobil, sedangkan kita masih disuruh menggunakan sepeda," ujarnya.
Oleh karena itu, lanjut dia, untuk menghadapi pasar bebas ASEAN, peningkatan produktivitas petani perlu digenjot dengan memanfaatkan penggunaan benih bioteknologi.
Hal serupa dinyatakan Ketua Umum KTNA Winarno Tohir bahwa adopsi biotek, tidak terkecuali dengan benih transgenik, merupakan salah satu upaya yang harus dilakukan pemerintah untuk meningkatkan daya saing petani menghadapi MEA 2015.
Ia mengungkapkan benih jagung transgenik, misalnya, sudah digunakan petani di banyak negara seperti di Filipina serta di lingkungan kawasan Asia Tenggara.
"Usaha tani dapat diefisiensikan dari penggunaan herbisida. Pasalnya, ada varietas benih jagung transgenik yang tahan serangan hama dan gulma," ujarnya.
Winarno menyayangkan petani di Indonesia belum dapat mengadopsinya. Hal itu disebabkan benih jagung transgenik belum lolos dari keamanan pakan karena masih harus melalui beberapa pengujian. Untuk dapat dikomersialisasikan, benih jagung transgenik harus lolos keamanan pangan, lingkungan, dan pakan yang disahkan Komisi Keanekaragaman Hayati .