Rabu , 30 Dec 2015, 17:19 WIB

Sektor Pertanian 2016 Diprediksi akan Semakin Baik

Red: Taufik Rachman
 Warga melihat hasil produksi pertanian lokal saat digelar Bulan Mutu Pertanian 2015 di Jakarta, Ahad (8/11).  (Republika/Tahta Aidilla)
Warga melihat hasil produksi pertanian lokal saat digelar Bulan Mutu Pertanian 2015 di Jakarta, Ahad (8/11). (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID,PURWOKERTO -- Sektor pertanian pada 2016 diprediksi akan membaik dibanding 2015, kata pakar pertanian dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Totok Agung Dwi Haryanto.

"Saya optimistis saja (karena) tidak ada data yang menunjukkan akan ada kemarau panjang (pada 2016) sehingga petani bisa mengoptimalkan lahan-lahan yang dimiliki," katanya di Purwokerto, Jawa Tengah, Rabu siang.

Ia mengatakan bahwa optimisme pertanian ke depan juga didukung potensi sumber daya lahan karena lahan di Indonesia termasuk paling subur di dunia.

Dalam hal ini, kata dia, tanaman yang tumbuh di atasnya mampu memanen energi matahari dan dikonversi menjadi pangan dalam jumlah paling banyak di dunia.

Menurut dia, fenomena El Nino moderat yang terjadi pada 2015 mengakibatkan terjadinya kemarau panjang di hampir seluruh wilayah Indonesia.

"Beberapa wilayah baru turun hujan pada Desember. Bahkan, di Indonesia Timur, ada wilayah yang (diprakirakan) baru turun hujan pada Januari," kata Guru Besar Fakultas Pertanian Unsoed itu.

Ia mengatakan bahwa kondisi tersebut mengakibatkan produktivitas lahan pertanian di beberapa wilayah menurun drastis, puso, dan musim tanamnya mundur.

Bahkan, kata dia, petani di beberapa wilayah Cilacap dan Banyumas terpaksa menunda penanaman karena dalam satu minggu terakhir tidak turun hujan.

"Itu cuaca yang tidak mendukung untuk tahun 2015, tetapi data menunjukkan tidak terlalu menurunkan produksi beras. Pada 2016, saya menduga kondisinya akan lebih baik," katanya.

Kendati demikian, Totok mengatakan bahwa tetap harus ada langkah antisipasi terhadap kemungkinan buruk yang terjadi pada 2016.

Menurut dia, langkah antisipasi tersebut di antaranya perlu ada kebijakan yang terintegrasi antarkementerian.

Dia mencontohkan jika Kementerian Pertanian telah membuat target-target swasembada dan data menunjukkan bahwa sebenarnya sudah swasembada tetapi kadang kementerian lain mengadakan kebijakan impor.

"Nah, itu kan tidak kondusif terhadap harga dan spirit petani untuk produksi. Jadi perlu adanya kebijakan yang terintegrasi antarkementerian untuk mendukung cita-cita," katanya.

Selain itu, kata dia, pengaturan pola tanam secara nasional perlu diperbaiki sehingga wilayah-wilayah yang puso bisa lebih dimanfaatkan.

Menurut dia, untuk mengatur pola tanam agar lebih menarik petani perlu adanya kebijakan khusus yang berpihak pada kesejahteraan.

"Jadi, tidak semata-mata mencapai swasembada kemudian mengorbankan kesejahteraan tetapi harus berpihak kepada kesejahteraan dan bersama-sama mencapai optimalisasi swasembada. Jadi, yang diutamakan adalah kesejahteraannya, contoh ketika kita berbicara swasembada kedelai, kemudian berbagai cara ditempuh agar banyak yang menanam kedelai," tegasnya.

Akan tetapi, kata dia, harga kedelai rendah karena hanya sekitar Rp7.000 per kilogram sehingga jika dihitung berdasarkan analisis usaha tani, petani tidak untung.
Menurut dia, swasembada kedelai mungkin bisa tercapai tetapi kesejahteraan petani dikorbankan.

"Sebagai pembanding, apabila lahan itu ditanami dengan kacang hijau, umurnya sama, produksinya sama per satuan luas. Kacang hijau Rp15.000 per kilogram, tentu kalau kita bicara kesejahteraan petani maka petani akan memilih kacang hijau dan tidak menanam kedelai," katanya.

Berita Terkait

Video

Setjen DPR RI Komit Berdayakan Perempuan