REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) menempatkan jagung sebagai komoditas pangan strategis guna meningkatkan produksi petani. Hasilnya, produksi jagung di tahun 2015 mencapai 19,83 juta ton atau naik 4,34 persen dari tahun 2014.
Di tahun 2016, Kementan menargetkan produksi jagung sebesar 21,53 juta ton. Besarya produksi tersebut, agar dapat memenuhi sendiri kebutuhan jagung domestik khususnya untuk industri pakan ternak.
Kepala Pusat Data dan Informasi Kementan, Suwandi menuturkan, data survei pada Juni 2014 hingga Mei 2015, menunjukkan industri pakan ternak di Provinsi Banten, Sumatera Barat, Jawa Barat, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, membeli dari jagung impor lebih dari 50 persen. Sisanya dari jagung lokal. Sedangkan industri pakan di Lampung dan Jawa Timur menggunakan bahan baku jagung impor sudah rendah yaitu dibawah 48 persen.
“Hal yang patut ditiru adalah industri pakan ternak di Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan seluruh bahan baku 100 persen diperoleh dari jagung lokal,” kata Suwandi.
Menurut Suwandi, sebenarnya industri pakan berminat membeli jagung lokal karena berbagai keunggulan, mutu dan lainnya. Pelaku industri pakan menginginkan agar, pertama, kontinuitas pasokan terjamin dan mengingat jagung tanaman musiman sehingga dibutuhkan alat pasca panen dan penyimpanan (silo).
Kedua, supaya jagung mudah tersedia agar dikembangkan di areal luas, ketiga, agar harga jagung lokal lebih kompetitif dan keempat, jagung lokal agar memenuhi standar industri misalnya kadar air sesuai dan lainnya.
“Kemudian kelima, industri pakan menginginkan agar ada perbaikan infrastruktur, pembiayaan petani, pola kemitraan dan lainnya dalam memudahkan mereka menyerap jagung petani,” kata Suwandi