REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tripartit Tata Kelola Air Irigasi mulai mengkoordinasikan konsep tata kelola air irigasi dari Waduk Jatigede. Seperti diketahui, waduk yang secara perdana mulai digenangi pada Senin (31/8/2015) tersebut berguna menyediakan sumber air bagi masyarakat di Pantura Cirebon-Indramayu, Majalengka dan Sumedang.
Tripartit irigasi beranggotakan Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Lebih spesifik, koordinasi konsep irigasi Waduk Jatigede juga melibatkan Dinas Pertanian dari Pemda setempat yakni Bogor, Sumedang, Cirebon dan Indramayu.
"Waduk Jatigede sudah mulai operasional, kita ingin sistem irigasi dapat terkoordinasi agar efisien dan mewujudkan pertanian berkelanjutan," kata Staf Ahli Menteri Pertanian bidang Infrastruktur Ani Andayani.
Tripartit memastikan pengalirannya melalui bendung Rentang dapat terdistribusi untuk sungai Cimanuk. Di sisi lain dirancang pula pengelolaan saluran irigasi lainnya bagi Kabupaten Indramayu dan Cirebon agar termanfaatkan oleh petani padi sawah.
"Adapun di wilayah hulu, Kementerian LHK bersinergi dengan kementerian PUPR untuk menjadikan daerah tangkapan air, misalnya dalam bentuk Green Belt atau bangunan penahan air atau erosi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat untuk menjamin kelestarian alam sesuai dengan acuan UU-No.37/2014 tentang Konservasi Tanah dan Air," terang Ani.
Tenaga Ahli Menteri Pertanian bidang Infrastruktur Budi Indra Setiawan menyebut, Jatigede merupakan ekor dari pemanfaat sumber air suplemen di Indramayu. Terutama di musim kemarau dan El Nino 2015, kekeringan cukup merepotkan warga setempat.
Ia lantas mengusulkan agar Tripartit membuat peta jaringan irigasi dalam setiap daerah irigasi secara menyeluruh sampai ke tersier. Peta dirancang detail termasuk menunjukkan bentuk dan spesifikasi salurannya berdasarkan pada kebutuhan air tanaman dan ketersediaan air dari berbagai sumber.
"Dalam peta tersebut dimasukkan pula lokasi-lokasi strategis untuk bangunan penangkap air hujan atau limpasan air irigasi termasuk air tanah yang berpotensi untuk dimanfaatkan," tuturnya.
Perlu juga disusun bantuan modelling pemboran air tanah dangkal untuk penyediaan air irigasi suplemen di saat air irigasi dari waduk atau bendung di daerah irigasi tertentu tidak cukup.
Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cimanuk Cisanggarung, Kemenpupera Widianto mengatakan, saat ini tengah dilakukan konstruksi talud jaringan irigasi dengan air sungai tetap mengalir. Tujuannya agar air mengalir dan dapat dimanfaatkan petani.
"Teknologi ini hemat biaya dan waktunya pengaliran lebih singkat dibandingkan dengan cara menutup total," kata Widianto. Tripartit tengah ancang-ancang menyusun master plan guna merancang irigasi primer, sekunder hingga ke tersier atau bahkan sampai ke kuarter.
Adapun dalam pelaksanaan pembangunannya, Kementan tetap dapat terlibat. Di antaranya dalam pembangunan irigasi tersier dan kuarter bersama masyarakat dengan selalu mengacu pada Master Plan tersebut.