Ahad , 29 May 2016, 20:27 WIB

Distan Purwakarta Genjot Percepatan Tanam

Rep: ita nina winarsih/ Red: Taufik Rachman
Republika/Aditya Pradana Putra
Petani membawa bibit padi untuk ditanam di persawahan.
Petani membawa bibit padi untuk ditanam di persawahan.

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Dinas Pertanian Kehutanan dan Perkebunan (Distanhutbun) Kabupaten Purwakarta, menginstruksikan petani untuk mempercepat tanam. Pasalnya, saat ini sudah memasuki musim kemarau. Akan tetapi, di wilayah Purwakarta hujan masih kerap turun. Sehingga, sangat cocok untuk mempercepat tanam.

Kepala Dinas Pertanian Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Purwakarta, Agus Rachlan Suherlan, mengatakan, saat ini percepatan tanam sedang digenjot. Targetnya pada tanam gadu ini, seluas 17 ribu hektare. Sampai saat ini yang sudah tanam baru 65 persennya.

"Jadi, kami terus mendorong supaya petani segera percepat tanam," ujar Agus, kepada Republika, Ahad (29/5).

Sekalipun musim kemarau ini curah hujan masih ada. Sehingga, petani tak perlu mengandalkan air dari irigasi. Kalau hujan sudah berakhir, maka airnya akan berebut dengan yang lain. Sebab, sumbernya hanya dari irigasi saja. Dengan begitu, tidak ada alasan lagi untuk menunda tanam. Karena, air masih tersedia.

Menurut Agus, tahun ini ada kenaikan target produksi pertanian. Untuk padi, targetnya mencapai enam ton per hektare untuk gabah kering giling (GKG). Sebelumnya, hanya 5,5 ton GKG per hektare. Dengan begitu, target hasil produksi selama setahun mencapai 1,2 juta ton GKG.

Target ini harus terealisasi. Mengingat, Purwakarta juga turut menjadi penyumbang beras nasional. Meskipun, luasan sawah di wilayah ini tak seperti daerah tetangga, yakni Karawang dan Subang. Tetapi, Purwakarta bisa menyumbang beras untuk ketahanan pangan nasional.

Sementara itu, dari Kabupaten Subang, harga gabah di tingkat petani mulai turun. Saat ini, gabah basah hanya dihargai Rp 400 ribu per kuintal. Padahal, sebelumnya mencapai Rp 430 ribu per kuintal. Kondisi ini, membuat petani bersedih. Sebab, tak bisa menikmati harga yang mahal.

Untung Surapati (34 tahun), petani asal Desa Rancadaka, Kecamatan Pusakanagara, Subang, mengatakan, saat memasuki masa panen, perlahan-lahan harga gabah turun. Padahal, petani berharap harga tetap stabil. Namun, pada kenyataannya berbeda. Saat ini, harganya tak sesuai harapan.

"Tengkulaknya rewel, harga Rp 400 ribu per kuintal, mintanya yang gabah super," ujar Untung.

Video

Setjen DPR RI Komit Berdayakan Perempuan