REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Irigasi merupakan sebuah investasi jangka panjang. Tenaga Ahli Menteri Pertanian bidang Infrastruktur Budi Indra Setiawan mengatakan penyebab turunnya kinerja irigasi selama ini terkait antara lain adalah langkanya air akibat tekanan kebutuhan penduduk yang terus meningkat serta terjadinya degradasi wilayah tangkapan air di bagian hulu. Selain itu, sistem operasi dan pemeliharaan irigasi yang kurang baik juga menjadi penyebab turunnya kinerja irigasi.
Di samping itu, pengelolaan model lama yang dilakukan lembaga pemerintah secara parsial berdasarkan tugas pokok dan fungsi lembaga masing-masing terbukti kurang efektif dalam mengatasi masalah irigasi ini. Kini, Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LHK), dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) bersinergi khususnya dalam menjamin kebutuhan air irigasi.
Budi mengatakan Kemen PUPR sebagai pengelola irigasi di level primer dan sekunder sering dalam prakteknya tidak selaras dengan level tersier yang menjadi tanggung jawab pertanian. Menurut Budi, hal ini disebabkan karena kegagalan dalam mengembangkan kelembagaan pengelolaan air irigasi partisipatif disampingnya dana yang terbatas untuk operasional dan pemeliharaannya.
Oleh karena itu, kata dia, ke depan selain harus terintegrasi antar lembaga pemerintah, penanganan irigasi harus melibatkan seluruh stakeholder terkait secara efisien dan terpadu dalam suatu bentuk harmonisasi sistem irigasi bagi swasembada pangan berkelanjutan.
Sementara itu, Kepala Balitbangtan, Muhammad Syakir menyampaikan sampai saat ini Balitbangtan telah melakukan kajian-kajian terkait dengan pemanfaatan sumberdaya air untuk meningkatkan produktivitas lahan, namun hasil yang diperoleh belum dapat diimplementasikan secara masif pada skala nasional.
"Oleh karena itu perlu sinergi dan keterpaduan program antar Kementerian LHK, Kemen PUPR dan Kementan. Saya yakin melalui sinergitas program ini kita tidak perlu bekerja dari nol," ujar Syakir.
Syakir menambahkan dalam waktu dekat Badan Litbang Pertanian akan melakukan investigasi dan desain paket teknologi pengelolaan air pada lahan sawah tadah hujan di wilayah topografi bergelombang-berbukit. Nantinya, ini akan menjadi dasar bagi Direktorat Jenderal teknis dalam mengimplementasikannya pada skala nasional di lapangan pada luasan areal 4 juta hektar sehingga akan tumbuh titik pertumbuhan baru sentra produksi pertanian lainnya selain tanaman pangan.